Asy Syaikh Abdurrahman ad Dba'i (Pengarang Maulid ad Diba'i): Sang Penyair yang Rendah Hati (866 H. – 944 H.)
oleh Thariqat
Sarkubiyah
يا بدر تم حاز كل كمال # ماذا
يعبر عن علاك مقالي
Wahai purnama
yang memiliki segala kesempurnaan
Dengan
ucapan apa bisa kuungkapkan kemuliaanmu
Maqbarah
Syeikh Isma'il Jabarti (Zabid) yang di dalamnya terdapat maqam Abdurrahman Ad
Diba'iPelantun syair pujian atas Nabi Muhammad SAW. yang lebih dikenal dengan
Maulid Diba` ini, bernama lengkap Abdurrahman bin Ali bin Muhammad bin Umar bin
Ali bin Yusuf bin Ahmad bin Umar Ad Diba`i Asy Syaibaniy, beliau juga dikenal
dengan julukan Ibn Diba`. Sebenarnya kata "Diba`" adalah julukan
(laqob) kakeknya yang bernama Ali bin Yusuf Diba` yang dalam bahasa Sudan
berarti putih. Dalam kitabnya yang berjudul Bughyatul Mustafid, beliau
menuliskan di bagaian akhir kitab tersebut tentang sekilas riwayat hidupnya.
Disebutkan bahwa beliau dilahirkan di kota Zabid (salah satu kota di Yaman
utara) pada sore hari Kamis, 4 Muharram, 866 H.
Zabid
adalah salah satu kota tua yang terletak di Yaman utara. Sekarang kota Zabid
termasuk dalam kawasan propinsi Hudaidah. Letak geografisnya berada di tengah-tengah
lembah Zabid, yang berjarak 40 kilometer dari laut merah. Dahulu kota Zabid
dikenal juga dengan nama "Hushoib".
Zabid
merupakan salah satu kota pusat keilmuan di Yaman, di mana sejarah mencatat
banyak ulama-ulama dari berbagai penjuru belahan dunia yang datang untuk
menuntut ilmu atau sekedar mencari sanad hadis di kota ini. Bahkan tak jarang
dari mereka yang akhirnya enggan kembali ke daerah asalnya dan memilih untuk
tinggal di kota Zabid sampai akhir hayatnya.
Kota
ini sudah dikenal sejak masa hidupnya Nabi Muhammad SAW, tepatnya pada tahun
ke-8 Hijriyah. Di mana saat itu datanglah rombongan suku Asy`ariah (di
antaranya adalah Abu Musa Al Asy`ari) yang berasal dari Zabid ke Madinah Al
Munawwaroh untuk memeluk agama Islam dan mempelajari ajaran-ajarannya. Karena
begitu senangnya atas kedatangan mereka, Nabi Muhammad SAW. berdoa memohon
semoga Allah SWT. memberkahi kota Zabid dan Nabi mengulangi doanya sampai tiga
kali (HR. Al Baihaqi). Dan berkat barokah doa Nabi, hingga saat ini, nuansa
tradisi keilmuan di Zabid masih bisa dirasakan. Hal ini karena generasi ulama
di kota ini sangat gigih menjaga tradisi khazanah keilmuan Islam.
Di
Zabid terdapat masjid Asya`ir yang dibangun sejak tahun ke-8 Hijriyah, masjid
yang dibangun oleh Abu Musa Al Asy`ari ini merupakan salah satu dari ketiga
masjid yang dibangun oleh sahabat Nabi di Negeri Saba' (Yaman).
Masa
Kecil Ibn Diba`
Pengarang
Maulid Diba`i ini lahir ketika ayahnya sedang bepergian, dan sampai akhir
hayatnya beliau tidak pernah bertemu dengan ayahnya. Beliau diasuh oleh kakek
dari ibunya yang bernama Syeikh Syarafuddin bin Muhammad Mubariz yang juga
seorang ulama besar yang tersohor di kota Zabid saat itu. Meskipun demikian,
ketiadaan sosok ayah tidak menjadi penghalang bagi Ibn Diba` untuk menuntut ilmu
pada ulama-ulama besar Zabid.
Semenjak
kecil, Ibn Diba` sudah sangat giat dalam menimba ilmu kepada para ulama. Beliau
belajar membaca Al Quran dibawah bimbingan Syeikh Nuruddin Ali bin Abu Bakar
lalu berpindah kepada mufti Zabid Syeikh Jamaluddin Muhammad Atthoyyib yang
masih terhitung pamannya sendiri. Setelah gurunya melihat bakat kecerdasan
istimewa yang dimiliki Ibn Diba`, maka sang Mufti menyuruhnya untuk membaca Al
Quran dari awal hingga akhir. Berkat kecerdasan dan ketekunan, beliau sudah
bisa menghafal Al Quran saat masih berusia sepuluh tahun.
Tak
lama setelah beliau berhasil menghatamkan Al Quran, Ibn Diba' mendengar berita
duka bahwa ayahnya telah meninggal dunia di salah satu daerah di daratan India.
Beliau mendapatkan harta warisan sebanyak 8 Dinar. Meninggalnya ayah beliau tak
memadamkan motivasi Ibn Diba` dalam menuntut ilmu, malah sebaliknya beliau
makin semangat. Setelah peristiwa itu, beliau memutuskan untuk belajar ilmu
Qiroat dengan mengaji Nadzom (bait) Syatibiyah dan juga mempelajari ilmu Bahasa
(gramatika), Matematika, Faroidl, Fikih, dengan masih di bawah bimbingan
pamannya. Atas arahan pamannya, beliau disuruh untuk mengaji kitab Zubad
(nadlom Fiqh madzhab Syafi`i) kepada Syeikh Umar bin Muhammad Al Fata Al
Asy`ari.
Ibn
Diba' Menimba llmu
Kemudian
setelah menghatamkan kitab Zubad, dengan bermodal uang harta warisan yang
didapat dari ayahnya, Ibn Diba` menempuh perjalanan jauh menuju tanah Haram
Makkah untuk menunaikan ibadah haji. Sepulang dari Makkah, beliau disambut
dengan berita duka bahwa kakeknya meninggal dunia. Sepeninggal kakeknya, Ibn
Diba` tinggal bersama pamannya sambil tetap mengkaji beberapa ilmu di bawah
bimbingan pamannya.
Pada
tahun 885 H. beliau berangkat ke Makkah lagi untuk menunaikan ibadah haji yang
kedua kalinya. Sepulang dari Makkah, Ibn Diba` kembali lagi ke Zabid. Beliau
mengkaji ilmu Hadis dengan membaca Shohih Bukhori, Muslim, Tirmidzi, Al
Muwattho` di bawah bimbingan Syeikh Zainuddin Ahmad bin Ahmad Asy Syarjiy. Di
tengah-tengah sibuknya belajar Hadis, Ibn Diba' menyempatkan diri untuk
mengarang kitab Ghoyatul Mathlub yang membahas tentang kiat-kiat bagi umat
Muslim agar mendapat ampunan dari Allah SWT. Tak puas dengan hanya belajar
Hadis, Ibn Diba` lalu belajar Fikih dengan membaca kitab Minhajuttholibin dan
Haawi Shoghir kepada Syeikh Jamaluddin bin Ahmad bin Jaghman dan membaca
kitab-kitab hadis kepada Syeikh Burhanuddin bin Jaghman.
Pada
tahun 896 H. beliau berangkat ke Makkah untuk menunaikan ibadah haji yang
ketiga kalinya. Beliau berziarah ke makam Nabi Muhammad SAW. di Madinah.
Setelah itu kembali lagi ke Makkah untuk menuntut ilmu Hadis kepada para ulama
tanah Haram, di antara gurunya Syeikh Syamsuddin Muhammad bin Abdurrahman
Assyakhowi, seorang ulama Hadis yang tersohor kala itu.
Sepulang
dari Makkah beliau mengarang kitab Kasyfu Al Kirbah dan Bughyat Al Mustafid.
Karena kehebatan karangannya, beliau mendapat pujian dari Sultan Dzofir `Amir
bin Abdul Wahab, dan memintanya untuk hadir ke istananya. Sulthan Dzofir lalu
memberikan usulan untuk menambal kekurangan-kekurangan yang ada di kitabnya.
Sebelum pulang ke Zabid beliau diberi hadiah sebuah rumah dan sepetak kebun
kurma di kota Zabid. Dan Sultan tadi memintanya untuk mengajar ilmu Hadis di
masjid Jami` Zabid.
Kebiasaan
dan Karya-karya Ibn Diba'
Beliau
adalah salah seorang ulama ahli Hadis yang terkemuka pada abad ke-9 H.
kehebatannya dalam bidang Hadis telah diakui oleh para ulama, sehingga banyak
yang datang kepadanya untuk meminta sanad Hadis dan mendalami ilmu Hadis.
Meskipun demikian, Hal itu tak membuatnya berbesar hati, tapi sebaliknya dia
makin tawaddlu` (rendah hati).
Ibn
Diba' mempunyai kebiasaan untuk membaca surat Al Fatihah dan menganjurkan
kepada murid-murid dan orang sekitarnya untuk sering membaca surat Al Fatihah.
Sehingga setiap orang yang datang menemui beliau harus membaca Fatihah sebelum
mereka pulang. Hal ini tidak lain karena beliau pernah mendengar salah seorang
gurunya pernah bermimpi, bahwa hari kiamat telah datang lalu dia mendengar
suara, “ Wahai orang Yaman masuklah ke surga Allah.” Lalu orang-orang bertanya,
“Kenapa orang-orang Yaman bisa masuk surga ?” Kemudian dijawab, "karena
mereka sering membaca surat Al Fatihah".
Ibn
Diba` termasuk ulama yang produktif dalam menulis. Hal ini terbukti beliau
mempunyai banyak karangan baik di bidang Hadis ataupun Sejarah. Karyanya yang
paling dikenal adalah syair-syair sanjungan (madah) atas Nabi Muhammad SAW.
yang terkenal dengan sebutan Maulid Diba`i, Meskipun ada yang menisbatkan
Maulid ini kepada Ibn Jauzi, hanya saja pendapat ini sangat lemah.
Di
antara buah karyanya yang lain: Qurrotul `Uyun yang membahas tentang seputar
Yaman, kitab Mi`roj, Taisiirul Usul, Bughyatul Mustafid dan beberapa bait
syair. Beliau mengabdikan dirinya hinga akhir hayatnya sebagai pengajar dan
pengarang kitab. Ibn Diba'i wafat di kota Zabid pada pagi hari Jumat, tanggal
26 Rajab, 944 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar