Selasa, 26 Agustus 2014

Manajemen Implementasi kurikulum



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pemberlakuan sistem desentralisasi akibat pemberlakuan Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang otonomi pemerintahan daerah, memberi dampak terhadap pelaksanaan pada manajemen pendidikan yaitu manajemen yang memberi ruang gerak yang lebih luas kepada pengelolaan pendidikan untuk menemukan strategi berkompetisi dalam era kompetitif mencapai output pendidikan yang berkualitas dan mandiri. Kebijakan desentralisasi akan berpengaruh secara signifikan dengan pembangunan pendidikan. Setidaknya ada 4 dampak positif untuk mendukung kebijakan desentralisasi pendidikan, yaitu : 1) Peningkatan mutu, yaitu dengan kewenangan yang dimiliki sekolah maka sekolah lebih leluasa mengelola dan memberdayakan potensi sumber daya yang dimiliki; 2) Efisiensi Keuangan hal ini dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber-sumber pajak lokal dan mengurangi biaya operasional; 3) Efisiensi Administrasi, dengan memotong mata rantai birokrasi yang panjang dengan menghilangkan prosedur yang bertingkat-tingkat; 4) Perluasan dan pemerataan, membuka peluang penyelenggaraan pendidikan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan.
Pemberlakuan desentralisasi pendidikan mengharuskan diperkuatnya  landasan dasar pendidikan yang demokratis, transparan, efisien dan melibatkan partisipasi masyarakat daerah. Muctar Buchori (2001) menyatakan pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai pengembang pengetahuan, ketrampilan, nilai dan kebudayaan.
Desentralisasi pendidikan dapat terjadi dalam tiga tingkatan, yaitu Dekonstrasi, Delegasi dan Devolusi (Fiorestal, 1997). Dekonstrasi adalah proses pelimpahan sebagian kewenangan kepada pemerintahan atau lembaga yang lebih rendah dengan supervisi dan pusat. Sementara Delegasi mengandung makna terjadinya penyerahan kekuasaan yang penuh sehingga tidak lagi memerlukan supervisi dan pemerintah pusat. Pada Tingkat Devolusi di bidang pendidikan terjadi apabila memenuhi 4 ciri, yaitu (1) terpisahnya peraturan perundangan yang mengatur pendidikan di daerah dan di pusat; 2) kebebasan lembaga daerah dalam mengelola pendidikan; 3) lepas dari supervisi hirarkhis dan pusat dan 4) kewenangan lembaga daerah diatur dengan peraturan perundangan. Berdasarkan ciri-ciri tersebut, proses desentralisasi pendidikan di Indonesia berdasarkan UU No.22 tahun 1999 lebih menjurus kepada Devolusi, yang pertaruran pelaksanaannya tertuang pada Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2000, seluruh urusan pendidkan dengan jelas menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, kecuali Pendidikan Tinggi. Kewenangan Pemerintah Pusat hanya menetapkan standar minimal, baik dalam persyaratan calon peserta didik, kompetensi peserta didik, kurikulum nasional, penilaian hasil belajar, materi pelajaran pokok, pedoman pembiayaan pendidikan  dan melaksanakan fasilitas (Pasal 2 butir II).
Dalam konteks otonomi pendidikan, secara alamiah (nature) pendidikan adalah otonom. Otonomi pada hakikatnya bertujuan untuk memandirikan seseorang atau suatu lembaga atau suatu daerah, sehingga otonomi pendidikan mempunyai tujuan untuk memberi suatu otonomi dalam mewujudkan fungsi manajemen pendidikan kelembagaan.
Namun sejak dilaksanakannya otonomi pendidikan, ternyata pelaksanaannya belum berjalan sebagaimana diharapkan, justru pemberlakuan otonomi membuat banyak masalah yaitu mahalnya biaya pendidikan.
Sedangkan, pengertian otonomi pendidikan sesungguhnya terkandung makna demokrasi dan keadilan sosial, artinya pendidikan dilakukan secara demokrasi sehingga tujuan yang diharapkan dapat diwujudkan dan pendidikan diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, sesuai dengan cita-cita bangsa dalam mencerdaskan bangsa.




BAB II
PEMBAHASAN
A.                Manajemen Implementasi kurikulum
1.                  Pengertian kurikulum
Kurikulum adalah program pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa. Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, dengan program kurikuler tersebut, sekolah/lembaga pendidikan menyediakan lingkungan pendidikan bagi siswa untuk berkembang.
Itu sebabnya, kurikulum disusun sedemikian rupa yang memungkinkan siswa melakukan beraneka ragam kegiatan belajar. Kurikulum tidak terbatas pada mata pelajaran, namun meliputi segala sesuatu yang dapat mempengaruhi perkembangan siswa.[1] Manajemen kurikulum adalah segenap proses usaha bersama untuk memperlancar pencapaian tujuan pengajaran dengan titik berat pada usaha, meningkatkan kualitas interaksi belajar mengajar.[2]
Segala sesuatu dan semua orang yang terlibat dalam upaya memberikan bantuan kepada siswa termasuk dalam kurikulum. Ini berarti kegiatan-kegiatan kurikuler tidak terbatas dalam ruangan kelas, melainkan mencakup juga kegiatan-kegiatan di luar kelas(pen). Pandangan modern menjelaskan, bahwa antara kegiatan intrakurikuler dan kegiatan ekstrakurikuler tidak ada pemisahan yang tegas. Semua kegiatan yang bertujuan memberikan pengalaman pendidikan kepada siswa tercakup dalam kurikulum.
Kendatipun pandangan tersebut dapat diterima, namun pada umumnya guru-guru tetap berpandangan, bahwa kegiatan-kegiatan dalam kelas saja yang termasuk kurikulum, sedangkan kegiatan-kegiatan di luar kelas adalah kegiatan ekstra. Pandangan ini berdasarkan pertimbangan dari segi nilai edukatif yang diberikan oleh kurikulum itu. Penganut pandangan ini tetap menyadari bahwa kegiatan-kegiatan ekstra merupakan bagian khusus dalam program pendidikan sekolah.[3]
Dalam Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Rumusan ini lebih spesifik yang mengandung poko-pokok pikiran sebagai berikut:
a)                  Kurikulum merupakan suatu rencana/perecanaan.
b)                  Kurikulum merupakan pengaturan berarti mempunyai sistematika dan struktur tertentu.
c)                  Kurikulum memuat/ berisikan isi dan bahan pelajaran, menunjuk kepada perangkat mata ajaran atau bidang pengajaran tertentu.
d)                 Kurikulum mengandung cara, metode, atau strategi penyampaian pengajaran.
e)                  Kurikulum merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar.
f)                   Kendatipun tidak tertulis, namun  telah tersirat di dalam kurikulum, yakni kurikulum dimaksudkan untuk mencapai tujuan pendidikan.
g)                  Berdasarkan butir 6 maka kurikulum sebenarnya adalah suatu alat pendidikan.
Rumusan tersebut menjadi lebih jelas dan lengkap, karena suatu kurikulum harus disusun dengan memperhatikan berbagai faktor penting. Dalam undang-undang telah dinyataakan, bahwa “ kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan tahap perkembangan peserta didik dan kesesuaiannya denagan lingkungan, kebutuhan pembangunan nasional, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian, sesuai dengan jenis dan jenjang masing-masing satuan pendidikan.[4]
2.                  Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam penyusunan suatu kurikulum.
Faktor-faktor dibawah ini menunjukkan adanya keharusan , bahwa pengembangan kurikulum mesti dilandasi oleh dasar-dasar esensial sebagai berikut:
a.       Tujuan pendidikan nasional.
b.      Tahap perkembangan peserta didik.
c.       Kesesuaian dengan lingkungan.
d.      Kebutuhan pembangunan nasional.
e.       Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.
f.       Kesesuaian dengan jenis dan jenjang satuan pendidikan.[5]
3.                  Unsur-unsur pengembangan kurikulum dan proses pembelajaran.
Kourilski dan Quaranta, dalam bukunya Effective Teaching, prinsiples and practice menggambarkan unsur-unsur kunci pengembangan kurikulum dan proses penbelajaran sebagai berikut:


Merumuskan tujuan umum (goals) dan tujuan khusus (objectives)
apa
Di mana
Pengembangan kurikulum
Berdasarkan kebutuhan sosial, emosional, dan akademik siswa
bagaimana
 


Langkah
kesatu

Penilaian awal siswa terhadap tujuan
Pengembangan kurikulum
Menilai prerekuisit keterampilan, pengetahuan dan sikap
 


Langkah
kedua
Pelaksanaan urutan pembelajaran
Prinsip-prinsip belajar, analisis tugas, manajemen kelas dan alternatif pedagogis ke dalam rangsangan
Belajar dan mengajar, pusat belajar modular, pengajaran berdasarkan pengalaman pengajaranberdasarkan Inkuiri, pengajaran berpusat pada siswa.
 



Langkah
ketiga

Tingkah laku siswa
Langkah
Keempat
Menilai pengajaran
Produk siswa
Menilai tingkat performans terkait dengan tujuandan perubahan sikap
Evaluasi
 





4.                  Faktor-faktor pengembangan kurikulum
Ada lima faktor penting yang mesti diperhatikan dalam pengembangan kurikulum, ialah:
1.                  Filsafat pendidikan, pendidikan itu dipengaruhi cita-cita masyarakat (pen).
2.                  Masyarakat.
3.                  Siswa.
4.                  Proses belajar.
5.                  Bentuk kurikulum.[6]


5.                  Pelaksanaan  Kurikulum.
Dalam pelaksanaan kurikulum, kegiatan kepala sekolah sesuai dengan perannya sebagai pemimpin sekolah menitikberatkan pada: menyusun perencanaan untuk melaksanakan kurikulum dalam sistem sekolah yang dipimpinnya, melakukan koordinasi kegiatan guru-guru, menata dan membina organisasi guru dan organisasi pembelajaran siswa, membina sistem komunikasi yang efektif di lingkungan sekolah antara sekolah dan masyarakat serta lembaga-lembaga lainnya, melakukan supervisi bagi guru-guru bidang studi dan menilai kegiatan kurikulum serta melaksanakan penilaian secara keseluruhannya.
Pelaksanaan kurikulum dibagi menjadi dua tingkatan yaitu: pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah dan tingkat kelas. Dalam tingkat sekolah, yang berperan adalah kepala sekolah dan pada tingkat kelas yang berperan adalah guru.
a.      Pelaksanaan kurikulum tingkat sekolah
Kepala sekolah berkewajiban melakukan kegiatan-kegiatan yakni menyusun jadwal pelaksanaan kegiatan, memimpin rapat dan notula rapat, membuat statistik, dan menyusun laporan.[7]
-                      Pembinaan organisasi sekolah.
Pelaksanaan kurikulum membutuhkan organisasi sekolah yang kuat. Sekolah-sekolah yang tergolong mapan, umumnya melaksanakan kurikulum ditunjang oleh:
1.      Guru bidang studi yang memadai.
2.      Staf karyawan tata usaha yang cakap dan terampil.
3.      Bagian pengadaan alat bantu mengajar.
4.      Bagian perpustakaan.
5.      Pengelolaan laboratorium tempat diadakannya percobaan dan praktek.
6.      Usaha kesehatan sekolah (UKS), yang dibina oleh dokter, perawat, tenaga psikiater.
7.      Bagian bimbingan dan penyuluhan (BP) Yang dibina oleh tenaga konselor yang ahli.
8.      Bagian yang bertugas membina kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler, kepramukaan, latihan keterampilan.
9.      Organisasi siswa (OSIS).
10.  Organisasi orangtua murid.
11.  Bagian kerohanian dan pembinaan masjid sekolah.
-                      Koordinasi dalam pelaksanaan kurikulum
Koordinasi bertujuan agar terdapat kesatuan sikap, pikiran dan tindakan para personal dan staf pada suborganisasi dalam organisasi sekolah untuk melaksanakan kurikulumnya.[8]
-                      Sistem komunikasi dan pembinaan kurikulum.
Melalui komunikasi, akan terjadi hubungan interaktif dari semua pihak yang pada akhirnya mengmbangkan proses kerjasama yang baik dalam upaya mencapai tujuan–tujuan administrasi kurikulum.
Sistem komunikasi penting untuk melaksanakan kurikulum. Dalam melaksanakan kurikulum, pada sekolah perlu mengembangkan sistem komunikasi secara efektif agar semua pihak/personal yang terlibat dalam pelaksanaan kurikulum bertindak satu arah, satu pemikiran, satu sikap, dan satu keinginan, mencapai tujuan-yujuan sekolah secara tepat, guna, dan berdaya guna.
Bentuk proses komunikasi dalam pelaksanaan kurikulum. Pelaksanaan komunikasi di sekolah dapat berlangsung dalam berbagai bentuk yakni:
1.      Proses primer versus proses sekunder.
2.      Komunikasi bebas versus komunikasi terbatas.
3.      Komunikasi satu arah versus komunikasi dua arah
b.                  Pelaksanaan kurikulum tingkat kelas.
Pembagian tugas guru harus diatur secara administrasi untuk menjamin kelancaran pelaksanaan kurikulum lingkungan kelas.
Pembagian tugas-tugas tersebut meliputi 3 jenis kegiatan administrasi, yaitu:
a.       Pembagian tugas mengajar.
b.      Pembagian tugas pembinaan ekstrakulikuler.
c.       Pembagian tugas bimbingan belajar.
Pembagian tugas ini dilakukan melalui musyawarah guru yang dipimpin kepala sekolah. keputusan tugas tersebut selanjutnya dituangkan dalam jadwal pelajaran untuk satu semester atau satu tahun akademik.[9]
Mungkin saja guru diberi kesempatan untuk turut serta melakukan evalusi secara kontinu dan melakukan usaha perbaikan/reorganisasi terhadap kurikulum sekolah. dikatakan mungkin, oleh sebab sampai sekarangkurikulum sekolah telah ditetapkan oleh pemerintah pusat (Departemen Pendidikan Nasional), hanya sekolah-sekolah swasta dapat melakuakn penyusunan atau penyempurnaan kurikulumnya berdasrkan usahapenyesuaian yang berpedoman pada kurikulum yang telah ditetapkan. 
Jika guru diberikan kesempatan turut serta maka prinsip-prinsip dibaah ini dapat dijadikan petunjuk yang berguna.
a)                  Perbaikan kurikulum bergantung pada pertumbuhan guru
b)                  Perubahan-perubahan di dalam kurikulum didasarkan atas penelitian perencanaan dan organisasi.
c)                  Apabila suatu evaluasi kurikulum menunjukkan bahwa perubahan-perubahan tertentu terhadap kurikulum akan dilakukan maka perlu disusun suatu program revisi kurikulum.
d)                 Sekolah menjadi pusat perencanaan
e)                  Orang-orang yang mengetahui dan  mengerti tentang siswa-siswa harus diikutsertakan dalam perencanaan kurikulum
f)                   Para Administrator, guru-guru, orang tua orang luar, dan siswa-siswa hendaknya diikutsertakan dalam perencanaan kurikulum
g)                  Kecenderungan di dalam tingkatan dasar dan lanjutan hendaknya diarahkan pada organisasi kurikullum yang telah bersatu (unified)
h)                  Kurikulem harus memperhatikan dan mempertimbangkan semua pengalaman yang diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan masyarakat demokrasi.
i)                    Kurikulum harus memiliki pengalaman-pengalaman untuk membantu para siswa melakukan penyesuaian diri terhadap kehidupan mereka sekarang.
j)                    Kurikulum harus menyediakan pengalaman-pengalaman yang membantu pekembangan peserta didik dalam segi Intelektual, jasmani, sosial, emosional, Spiritual.
k)                  Kurikulum harus berkenaan dengan kualitas moral yang tinggi sebagai ciri pandnagan hidup demokratis
l)                    Kurikulum harus mengandung Interelasi antara beberapa mata pelajaran
m)                Harus ada perencanaan yang jelas untuk mencapai keseimbanganantara isi mata pelajaran.
n)                  Harus ada peranan yang jelas bagi interaksi sosial di kalangan peserta didik dalam semua daerah pelajaran.
o)                  Harus ada perencanaan yang jelas bagi pengembangan kemampuan kreatifitas peserta didik.
p)                  Organisasi kurikulum harus menyediakan pengajaran langsung untuk mengembangkan penguasaan dasar-dasar belajar, bekerja efektif, dan kebiasaan belajar
q)                  Isi kurikulum harus memberikan pengalaman belajar yang kontinu yang berhubungan dengan prinsip-prinsip perkembangan peserta didik
r)                   Kurikulum harus melayani perbedaan individual dalam hal kebutuhan, minat, abilitas, dan kecepatan belajar
s)                   Kurikulum harus memberikan pengalaman belajar dari yang konkret menuju ke yang abstrak.
6.                  Syarat-syarat yang perlu diperhatikan:
Pelaksanaan evaluasi, revisi, dan perbaikan kurikulum  perlu memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut:
a)                  Perencanaan evaluasi, revisi, dan perbaikan disusun berdasarkan kebutuhan yang mendesak sifatnya, misalnya terjadi perubahan-perubahan fundamental dalam masyarakat.
b)                  Semua pihak yang terlibat dalam proses pendidikan sebaiknya turut berperan serta dalam organisasi pengembangan kurikulum.
c)                  Pola organisasinya adalah dengan cara mengundang seorang ahli di bidang pengembangan kurikulum atau dengan cara membentuk suatu badan khusus pengembang kurikulum (dapat dilakukan oleh lembaga pendidikan tertentu).
d)                 Pembentukan suatu panitia kerja yang bertugas melakukan penelitian, penilaian, koordinasi, dan menyiapkan bahan-bahan guna perbaikan kurikulum.
e)                  Kurikulum yang baru hasil perbaikan supaya diperkenalkan/dijelaskan kepada pihak-pihak yang berkepentingan agar mereka bisa memahaminya dan dapat melaksanakannya sebagaimana mestinya.[10]
7.                  Proses pengembangan kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum terdapat dua proses utama, yakni pengembangan pedoman kurikulum dan pengembangan pedoman intruksional.
1)                  Pedoman kurikulum meliputi:
a)                       Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga pendidikan, populasi yang menjadi sasaran, rasional bidang studi atau mata kuliah, struktur organisasi bahan pelajaran.
b)                       Silabus yang berisi mata pelajaran secara lebih terinci yang diberikan yakni scope (ruang llingkup) dan sequence-nya (urutan penhkajiannya)
c)                       Disain evaluasi termasuk strategi revisi atau perbaikan kurikulum mengenai: bahan pelajaran, organisasi bahan dan strategi intruksionallnya.
2)                       Pedoman intrusional untuk tiap mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan silabus.[11]
8.                  Sumber-sumber Materi Kurikulum
Isi atau materi kurikulum pun harus bersumber pada tiga hal tersebut, yakni:
a)                  Masyarakat beserta budayanya
b)                  Siswa
c)                  Ilmu pengetahuan
Dalam menentukan isi kurikulum ketiga sumber tadi harus digunakan secara seimbang. Isi kurikulum yang terlalu menonjolkan salah satu aspek, dapat mempengaruhi keseimbangan makna pendidikan.[12]
B.                 Dampak supervisi ke dalam kelas untuk menuju pendidikan yang SBI
1.                  Pengertian Supervisi
Supervisi adalah aktivitas menentukan kondisi-kondisi/ syarat-ayarat yang esensial, yang akan menjamin tercapainya tujuan-tujuan tertentu. Dengan kata lain supervisi ialah suatu aktifitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.[13] Dengan demikian, supervisi ditujukan kepada penciptaan atau pengembangan situasi belajar mengajar yang lebih baik. Untuk itu ada dua hal (aspek) yang perlu diperhatikan :a.       Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.      Hal-hal yang menunjang kegiatan belajar mengajar karena aspek utama adalah guru, maka layanan dan aktivitas kesupervisian harus lebih diarahkan kepada upaya memperbaiki dan meningkatkan kemampuan guru dalam mengelola kegiatan belajar mengajar. Untuk itu guru harus memiliki yakni : 1) kemampuan personal, 2) kemampuan profesional 3) kemampuan sosial (Depdiknas, 1982).
2.                  Latar belakang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Adapun latar belakang dari kebijakan tentang Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah:
a. Pada tahun 90-an, banyak sekolah-sekolah yang didirikan oleh suatu yayasan dengan menggunakan identitas internasional tetapi tidak jelas kualitas dan standarnya;
b. Banyak orang tua yang mampu secara ekonomi memilih menyekolahkan anaknya ke Luar Negeri;
c. Belum ada payung hukum yang mengatur penyelenggaraan sekolah internasional;
d. Perlunya membangun sekolah berkualitas sebagai pusat unggulan (center of excellence) pendidikan;
e. Atas fenomena di atas, Pemerintah mulai mengatur dan merintis sekolah bertaraf internasional;
f. Sebagai bangsa yang besar, Indonesia perlu pengakuan secara internasional terhadap kualitas proses, dan hasil pendidikannya.
3.                  Landasan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Sebagai sebuah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, seharusnya Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) memiliki landasan hukum yang jelas dan diatur dalam konstitusi Negara. Adapun landasan konstitusional dari Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah:
a. UU Sisdiknas Pasal 50 Ayat 3“Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional”.
b. PP No.19/2005 (Standar Nasional Pendidikan).
c. PP No. 17/2010 (Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan).
d. Permendiknas No. 63/2009 (Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan).
e. Permendiknas No. 78/2009 (Penyelenggaraan SBI pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah).
Adapun penyelenggaraan dari SBI ini didasarkan pada landasan filosofi eksistensialisme dan esensialisme (fungsionalisme). Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui fasilitas yang dilaksanakan melalui proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif, eksperimentif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Filosofi eksistensialisme berpandangan bahwa dalam proses belajar mengajar, peserta didik harus diberi perlakuan secara maksimal untuk mengaktualkan, mengeksiskan, menyalurkan semua potensinya, baik potensi (kompetensi) intelektual (IQ), emosional (EQ), dan Spiritual (SQ). Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus berfungsi dan relevan dengan kebutuhan. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.
4.                  Implementasi Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
1.                  Partisipasi pemerintah dalam perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI)
Adapun yang dicanangkan pemerintah dalam proses menuju Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sebagai berikut:
1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi:
a. standar isi;
b. Standar proses;
c. Standar kompetensi lulusan;
d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. Standar sarana dan prasarana;
f. Standar pengelolaan;
g. Standar pembiayaan; dan
h. Standar penilaian pendidikan
2.  Sekolah yang memenuhi standar minimal SNP diberikan pendampingan, pembimbingan, penguatan, dalam bentuk Rintisan SBI (RSBI)
3. Jenjang menuju Sekolah Berbasis Internasional adalah bahwa sekolah harus memenuhi syarat-syarat dalam jenjang pendidikan yang distandartkan sebagai berikut, yakni: pertama sekolah harus memenuhi Standar Nasional Pendidikan (SNP), kemudian memenuhi standar Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI), baru bisa disebut sebagai Sekolah Berstandar Internasional (SBI)
Program dan kegiatan yang dicanangkan pemerintah dalam proses perintisan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI) adalah sebagai berikut:
1. Mempersiapkan kurikulum yang mengacu pada kurikulum negara maju
2. Meningkatkan kualitas proses pembelajaran
3.Melatih guru dalam pemanfaatan TIK dalam proses pembelajaran
4. Meningkatkan kompetensi dan kualifikasi guru
5. Mendapatkan pendampingan dari Tenaga Ahli
6. Menjalin sister school
7. Meningkatkan kemampuan guru dalam berbahasa internasional
8. Menerapkan Sistem Manajemen Mutu (ISO)
9. Menyelenggarakan pelatihan leadership untuk Kepala Sekolah
10. Melengkapi sarana sekolah





















BAB III
PENUTUP

















KEPUSTAKAAN
Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta, PT. Bumi Aksara: 2001), Cet-1
Prof. Dr. Oemar Hamalik, MANAJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM, (Bandung, PT. Rosdakarya: 2007), Cet- 2
Prof. Dr. S. Nasution, M. A., Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta, PT. Bumi Aksara:2009), cet-5
Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M. Pd.,  Kurikulum dan Pembelajaran, (jakarta,  Kencana: 2010), cet-3
DRS. M. Ngalim Purwanto, MP. , Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya: 2009), Cet-19
Suharsimi Arikunto, Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta, Aditya Media), Hal. 131



[1] Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta, PT. Bumi Aksara: 2001), Cet. 1, Hal. 65
[2] Suharsimi Arikunto, Lia Yuliana, Manajemen Pendidikan, (Yogyakarta, Aditya Media), Hal. 131
[3] Prof. Dr. Oemar Hamalik, Proses Belajar Mengajar, (Jakarta, PT. Bumi Aksara: 2001), Cet. 1, Hal. 65
[4] Ibid. Hal. 66
[5] Ibid. Hal. 67
[6] Ibid. Hal. 69
[7] [7] Prof. Dr. Oemar Hamalik, MANAJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM, Hlm. 172-174.
[8] [8] Prof. Dr. Oemar Hamalik, MANAJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM, Hlm. 177-179.
[9] [9] Prof. Dr. Oemar Hamalik, MANAJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM, Hlm. 179-180.
[10] Ibid. 75-76
[11] Prof. Dr. S. Nasution, M. A., Kurikulum dan Pengajaran, (Jakarta, PT. Bumi Aksara:2009), cet-5, hal:8.
[12] Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, M. Pd.,  Kurikulum dan Pembelajaran, (jakarta,  Kencana: 2010), cet-3, hal:114
[13] DRS. M. Ngalim Purwanto, MP. , Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung, PT. Remaja Rosdakarya: 2009), Cet-19, hal. 76  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar