PENDAHULUAN
Bismillahirrohmanirrohim
Al - Hamdulillah, karena Rahmat Allah YME,
makalah ini dapat terselesaikan. Apabila ada kesalahan kami mohon maaf yang sebesar - besarnya.
Allahumma
Shalli Alaa Sayyidina Muhammad, semoga gema sholawat selalu kita dengarkan dari
lisan orang – orang yang senantiasa mendapatkan Rahmat. Amiiiin
Latar
belakang masalah
Kita semua tahu
bahwa alam sebagai objek penyelidikan mempunyai aspek yang sangat luas,
misalnya aspek fisis, aspek biologis, dsb. Sebab itu dapat dikatakan mustahil
bahwa ilmu dapat mencapai seluruh kebenaran mengenai objeknya.Demikian pula apa
yang dicapai oleh ilmu ilmiah. Kebenaran yang dapat dicapai hanya dari beberapa
aspek saja.
Dewasa ini,
banyak Ilmuan yang tidak mengetahui salah satu objek yang diselidiki, dalam hal
ini Ilmuan masih belum lengkap pengetahuannya tentang objek itu. Mereka belum
mencapai kebenaran atas objeknya, walaupun demikian Ilmu harus Objektif.
Untuk mencapai
kebenaran yakni terdapatnya persesuaian antara pengetahuan dengan objeknya,
biasanya tidak dengan kebetulan, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya
peluang untuk itu. Tetapi hal ini tidak sering terjadi.
Pada saat ini
pun para Ilmuan belum sepenuhnya menggunakan suatu metode untuk menjaminagar
tidak terjadi kekeliruan. Dengan begitu, yakni metode yang tepat Ilmu akan
mencapai kebenaran.
Tujuan
Kami berharap
dengan hadirnya karya ilmiah yang sederhana ini pembaca khususnya pelajar di STIBAFA mengetahui bahkan dapat
memahami, dan seterusnya mampu untuk menerapkan ilmunya, baik dalam bentuk
pustaka maupun empiris. Sehingga menjadikan pembaca mempunyai pribadi yang
Ilmiah.
BAB I
METODE
ILMIAH
A. Lahirnya Ilmu Ilmiah
Pengalaman adalah salah satu cara terbentuknya pengetahuan, yakni
kumpulan fakta-fakta.
Ilmu ilmiah merupakan kegiatan manusia yang bersifat aktif dan
dinamis. Yaitu kegiatan manusia yang tiada hentinya dari hasil percobaan akan
menghasilkanm konsep selanjutnya
B. Metode
Ilmiah
1. Metode Ilmiah
Metode Ilmiah : Gabungan
antara dua pendekatan rasional dan pendekatan empiris yang saling bertentangan.
Rasionalisme memberi kerangka pemikiran yang koheren dan logis, sedang
empirisme dalam memastikan kebenarannya memberikan kerangka pengujiannya.[1]
Perkembangan pola pikir manusia dimulai dari zaman Banylonia (650
M), dimana orang percaya adanya banyak Dewa dsb. Pengrtahuan-pengetahuan itu
mereka peroleh dengan berbagai cara, antara lain :
a)
Prasangka
Yaitu suatu anggapan benar padahal baru merupakan kemungkinan benar atau
kadang-kadang malah tidak mungkin benar.
b)
Intuisi
Yaitu suatu pendapat seseorang yang diangkat dari perbendaraan
pengetahuannya terdahulu melelui suatu proses yang tak disadari. Jadi
seolah-olah begitu saja memuat pendapat itu tanpa dipikir. Pengetahuan yang
dicapai dengan cara demikian sukar dipercaya, ungkapan-ungkapannya sering juga
masuk akal namun belum tentu cocok dengan kenyataan.
c)
Trial and Error
Yaitu memberikan respon terhadap situasi baru dan mencari jalan
keluar dari probl;em-problem yang dihadapinya.[2]
Atau metode coba-coba atau untung-untungan.
Penetahuan pada manusia yamg
diperoleh melalui cara ini banyak sekali, yaitu sjak zaman manusia purba hingga
sekarang. Banyak juga penemuan hasil “Trial and Error” sangat bermanfa’at bagi
manusia, misalnya ditemukannya kulit kina obat Malaria. Penemuan dengan cara
coba-coba ini jelas tidak efisien sebagai suatu cara untuk mencari kebenaran.
Pada zaman Yunani orang
cenderung untuk mengikuti ajaran dari ahli pikir / penguasa. Namun ternyata
ajaran mereka banyak yang keliru, karena ahli pikir itu terlalu mengandalkan
atas pemikiran / akal sehat dan kebenaran yang dianut itu adalah yang masuk
akalnya.
Contohnya, stiap hari kita
melihat matahari terbit Dari timur, lalu terbenam dibarat. Maka masuk akallah
bila dikatakan bahwa matahari beredar mengelilingi bumi.
Pengetahuan yang didapat
dengan cara-cara tersebut diatas itu tidak Ilmiah, karena tidak memenuhi empat
syarat, yaitu
1)
Dobjektif
Artinya Ilmu pengetahuan itu sesuai dengan objeknya, maksudnya
adalah bahwa kessuaian atau dibuktikan dengan hasil penginderaan atau Empiris.
2)
Metodik
Artinya ilmu pengetahuan itu harus disusun dengan menggunakan
cara-cara atau metode ilmiah yang sesuai dan cocok. Yaitu metode-metode yang
bisa dipergunakan untuk mengadakan penyelidikan pendidikan ilmu pengetahuan
sacara modern.[3]
3)
Sistematik
Artinya Ilmu pengetahuan itu harus disusun dari yang mudah menuju
hal-hal yang sulit. Masalah sistematis adalah tergantung pada kesenangan atau
selera, yang penting adalah dalam menguraikan suatu masalah untuk disusun menjadi
suatu Ilmu pengetahuan yang tersusun dengan teratur dan harus menurut tata
aturan Ilmiah.[4]
Bisa diartikan bahwa Ilmu pengetahuan itu tersusun dengan suatu sistem,
tidak berdiri sendiri, satu dengan yang lain saling berkaitan, sehingga seluruhnya
merupakan satu kesatuan yang utuh.
4)
Berlaku Umum
Artinya pengetahuan itu berlaku atau dapat diamati oleh semua orang
dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau
konsisten.
Ditinjau dari sejarah cara berfikir manusia, pada dasarnya terdapat
dua cara pokok untuk memperoleh pengetahuan yang benar, yaitu :
1.
Cara yang
didasarkan pada rasio, paham yang dikembangkan dikenal dengan rasionalisme, dan
2.
Cara yang
didasarkan pada pengalaman, paham yang dikembangkan disebut empirisme.
a. Rasionalisme
Descartes adalah pelopor dan tokoh
rasionalisme. Menurut dia, rasio merupakan sumber dan pangkal dari segala
pengertian. Hanya rasio sajalah yang membawa orang pada kebenaran dan dapat
memberi pimpinan dalam segala jalan pikiran.
Dalam menyusun pengetahuannya, kaum rasionalis mempergunakan metode
deduktif. Dasar pikiran yang digunakan dalam penalarannya diperoleh dari ide
yang menurut anggapannya sudah jelas, tegas dan pasti, dalam pikiran
“Mengetahui” ide tersebut, tetapi manusia tidak menciptakannya. Sebelum manusia
berusaha untuk memikirkannya, ide / prinsip ini sudah ada.
Menurut kaum rasionalis, fungsi pikiran manusia hanyalah mengenai
ide / prinsip ini tersebut, dan kemudian menjadi pengetahuannya. Ide / prinsip
yang sebelumnya memang sudah ada dan bersifat apriori tersebut dapat
diketahahui manusia lewat kemampuan berpikir rasionalnya. Menurut pengalaman
mereka pengalaman tidak menghasilkan prinsip, tetapi sebaliknya dengan
mengetahui prinsip yang diperoleh lewat penalaran rasional, maka manusia dapat
mengerti kejadian - kejadian yang terjadi / berlaku dalam alam sekitarnya.
Masalah utama yang tedapat dalam rasionalisme adalah evaluasi
terhadap kebenaran dasar - dasar pemikiran atau alasan - alasan yang digunakan
dalam penalaran deduktif Dasar - dasar penalaran tersebut semuanya bersumber
pada penalaran rasional yang bersifat abstrak, terlepas dari segala pengalaman.
Dengan demikian, maka pemikiran rasional cenderung untuk untuk bersifat
subjektif dan solipsistic, ialah hanya benar dalam kerangka pemikiran tertentu
yang berada dalam otak orang yang berfikir tersebut.
b. Empirisme
Kaum empirisme berpendapat bahwa pengetahuan manusia tidak diperoleh
lewat penalaran rasional yang abstrak, tetapi lewat pengalaman yang kongkrit.
Menurut anggapan mereka, gejala - gejala alam bersifat konkret dapat dinyatakan
lewat tangkapan panca indera. Bagi kaum empiris pernyataan tentang ada dan
tidak adanya sesuatu harus memenuhi persyaratan pengujian. Pengujian kebenaran
- kebenaran dari fakta atau objek tersebut harus didasarkan pada pengalaman
menusia.
Kaum empiris berpegang pada prinsip keserupaan. Pada dasarnya alam
adalah teratur. Gejala - gejala alam berlangsung dengan pola - pola tertentu.
Pengetahuan tentang alam didasarkan pada persepsi mengenai hal tersebut. Dengan
mengetahui bagaimana terjadi pada masa lalu, atau dengan mengetahui tingkah
laku benda - benda tersebut sekarang, maka kita dapat meramalkan kemungkinan
tingkah lakunya dimasa mendatang.
Kaum empiris juga menggunakan prinsip - prinsip keserupaan ; gejala
- gejala yang berdasarkan pengalaman adalah identik atau sama, maka dapat
dibuat kesimpulan yang bersifat umum mengenai hal tersebut. Dengan demikian
maka dimungkinkan menyusun pengetahuan yang berlaku terhadap gejala - gejala
yang bersifat individual.
Dalam menyusun pengetahuan secara empiris timbul berbagai masalah,
diantaranya adalah bahwa pengetahuan yang dikumpulkan tersebut cenderung
merupakan kumpulan fakta yang satu dan sama lainnya belum tentu cocok. Bahkan
mungkin tercapai hal - hal yang kontradiktif. Dengan demikian maka kumpulan
fakta ataupun rangkaian dari berbagai fakta belum tentu menunjukkan pengetahuan
yang sistematis.
Terdapat pula masalah yang bersangkuata dengan hakikat pengalaman.
Kaum empiris sendiri tidak dapat memberikan jawaban yang meyakinkan tentang
hakikat pengalaman ini, merupakan stimulus panca indera, persepsi, ataukah
sensasi. Mereka merupakan gejala yang diperoleh dengan panca indera. Dapatkah
panca indera ini dandalkan sebagai alat yang nyata?
C. Implementasi Metode Ilmiah
Salah satu syarat ilmu
pengetahuan ialah materi. Pengetahuan itu harus diperoleh melalui metode
ilmiah. Ini berarti bahwa cara memperoleh ilmu pengetahuan itu menentukan
apakah penetahuan itu termasuk ilmiah atau tidak. Pemecahan segala masalah yang
tidak dapat diterapkan metode ilmiah, tidaklah ilmu ilmiah. Sebagai langkah
pemecahan dapat dirinci sebagai berikut :
a.
Penginderaan
Penginderaan merupakan langkah pertama dari metode ilmiah. Segala
sesuatu yang tidak dapat diindra, maka tidak dapat diselidikioleh ilmu Ilmiah,
meskipun pengindraan tidak selalu langsung. Misalnya, mengenai magnetisme dan
inti atomyang tidak dapat kita indrasecara langsung, tetapi efek - efeknya
dapat ditunjukkan melalui alat - alat. Seperti halnya pikiran, tidak dapat kita
indra secara langsung, tetapi efeknya dapat ditunjukkan dalam bentuk tingkah
laku.
Agar pengindraan tepat dan benar, maka perlu pengulangan , (dan
pengulangan itu dapat juga dilakukan oleh orang lain). Kaerena sering adanya
prasangka yang melekat pada pengindraan itu. Seorang ahli hukum lebih tajam
pengindraannya terhadap saksi dari pada orang umum, demikian juga ahli musik
yang indra pendengarannya lebih tajam.
b.
Perumusan Masalah atau Problem
Setelah pengindraan dan perenungan dilakukan, langkah kedua adalah
menemukan masalah. Dengan kata lain, membuat pertanyaan : Apakah yang ditemukan
melalui pengindraan itu? Mengapa begitu? Bagaimana hal itu terjadi? Dan
seterusnya. Masalah itu harus jelas batas - batasnya serta dikanal faktor -
faktor yang mempengaruhinya. Pertanyaan “Mengapa ala mini ada?” termasuk
kategori yang tidak dapat diuji, sehingga hal itu tidak termasuk bidang ilmu
Ilmiah.
c.
Penyusun Hipotesis
Yang dimaksud dengan hipotetis adalah jawaban berupa dugaan
sementara dari masalah yang telah dirumuskan. Pengajuan hipotetis ini
didasarkan pada permasalahan yang bersifat rasional. Kerangka pemikiran
sementara yang diajukan tersebut disusun secara deduktif berdasarkan
pengetahuan yang telah diketahui kebenarannya.
d.
Eksperimen
Eksperimen atau pengujian merupakan langkah ilmiah keempat. Pada
titik ini, dikumpulkan fakta - f akta yang relevan dengan hipotetis. Fakta -
fakta ini dapat diperoleh melelui pengamatan langsung dengan mata atau melalui
teleskop atau dapat juga melalui uji coba.
e.
Penyimpulan Teori
Apabila suatu hipotetis telah didukung oleh bukti atau data yang
meyakinkan, dan bukti itu diperoleh dari berbagai eksperimen yang dilakukan di
labolatorium, dimana eksperimen itu dilakukan oleh berbagai peneliti oleh bukti
- bukti menunjukkan hal yang dapat dipercaya, maka disusun suatu teori.
Keseluruhan langkah tersebut harus ditempuh melelui urutan yang
teratur, langkah yang satu merupakan landasan bagi langkah berikutnya.
D. Keterbatasan Metode Ilmiah
Dengan metode ilmiah dapat dihasilkan
pengetahuan yang ilmiah.Kita telah
mengetahui bahwa data yang dipergunakan untuk mengambilkesimpulan ilmiah itu berasal dari pengamatan, kita mengetahui pula bahwa panca indera kita mempunyai keterbatasan kemampuan untuk menangkap suatu fakta, sehingga tidak disangsikan lagi
bahwa fakta-faktayang dikumpulkan adalah kekeliruan sehingga itu juga akan keliru.
Jadikemungkinan
keliru dari suatu kesimpulan ilmiah atau dengan kata lainnya.
kebenaran ilmu pengetahuan termasuk ilmu pengetahuan alam (IPA) bersifat tentatif.
Artinya, sebelum ada kebenaran itu yang dapat menolak kesimpulan itu, maka kesimpulan itu dianggap benar. Sebaliknya,kesimpulan itu, maka kesimpulan itu dapat menolak
kesimpulan terdahulu menjadi kebenaran ilmu yang baru, sehingga tidak mustahil suatukesimpulan ilmiah bisa
saja berubah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri.
Kebenaran dari pengetahuan ini bersifat mutlak,artinya
tidak akan berubah sepanjang masa.
E. Keunggulan Ilmu Ilmiah
Adapun keunggulan yang akan membimbing
kita pada sikap ilmiah yang terpuji sebagai berikut.mencintai kebenaran yang obyektif, bersikap adil dan itu semuaakan menjurus ke arah hidup yang bahagia..Menyadari bahwa kebenaran ilmu itu tidak absolut hal ini dapatmenjurus ke arah mencari kebenaran itu.
BAB II
SIKAP ILMIAH
Salah satu aspek tujuan dalam mempelajari ilmu alamiah
adalah pembentukan sikap ilmiah. Orang yang berkecimpung dalam ilmu alamiah
akan terbentuk sikap ilmiah yang antara lain adalah
1). Jujur
Seorang ilmuan wajib
melaporkan hasil pengamatannya secara objektif. Dalam penelaahan ilmiah ada hal
- hal yang memaksa pada ilmuan yakni yang kita sebut factor control. Disamping
control internal ada pula control eksternal. Dalam hal ini ilmuan lain akan
mengulangi penelitian ilmuan pertama dengan kondisi yang dibuat serupa.
Seterusnya ilmuan ketiga dapat pula menguji penelitian diatas. Karena itu
laporan ilmuan haruslah sejujur - jujur-Nya, dan penelitian menjadi terbuka
untuk pengulangan.
Seorang ilmuan telah
dilatih untuk memperhatikan control internal dalam setiap penelitiannya. Dengan
ini faktor - faktor kebetulan disingkirkan. Dalam suatu penelitian tentang
pengaruh sejenis obat tertentu, dibuat kelompok penderita yang diberi obat
tertentu dan kelompok lain yang tidak diberi obat sebagai kelompok kontrol.
2). Terbuka
Seorang ilmuan
mempunyai pandangan luas, terbuka, bebas, dari praduga. Ia meyakini bahwa
prasangka, kebencian, baik pribadi maupun golongan dan pembunuhan adalah sangat
kejam. Ia tidak akan berusaha memperoleh dugaan dengan buah pikirannya atas
dasar prasangka. Ia akan terus berusaha mengetahui kebenaran tentang alam,
materi, moral, politik, ekonomi, dan tentang hidup. Ia tidak akan meremehkan
suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya
sebelum diterima atau ditolak, jadi ia akan terbuka dengan pendapat orang lain.
3). Toleran
Seorang ilmuan tidak
merasa bahwa ia paling hebat, ia bahkan bersedia mengakui ; bahwa orang lain
mungkin lebih banyak pengetahuannya, bahwa pendapatnya mungkin salah. Sedangkan
pendapat orang lain mungkin benar. Ia bersedia menerima gagasan orang lain
setelah diuji. Ia tidak akan memeksakan pendapatnya dengan orang lain. Ia
mempunyai tenggang rasa atau sikap toleran yang tinggi, jauh dari sikap anggkuh.
4). Skeptis
Ilmuan mencari
kebenaran akan bersikap hati - hati meragui, skeptis. Ia akan menyelidiki bukti
- bukti yang melatar belakangi suatu kesimpulan. Ia tidak akan menerima suatu
kesimpulan tanpa didukung bukti - bukti yang kuat.
Sikap skeptis ini
perlu dikembangkan oleh orang yang berniat memecahkan masalah. Bila ia tidak
kritismengenai setiap informasiyang ia peroleh, mungkin ada informasi yang
salah sehingga menimbulkan akibat suatu kesimpulan yang salah. Karena itu,
setiap informasi perlu diuji kebenarannya, perlu dicek. Informasi memerlukan
verifikasi. Setelah bukti - bukti cukup ilmuan baru boleh mengambil kesimpulan
dan akhirnya memberikan keputusan.
5). Optimis
Seorang ilmuan
selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu itu tidak dapat
dikerjakan, tetapi ia akan mengatakan “ Berikan saya suatu kesempatan untuk
memikirkan dan mencoba mengerjakan “. Ia selalu optimis . Rasa humor seorang
ilmuan ada hubungannya dengan tingkat kecerdasan maupun optimis seseorang.
6). Pemberani
Ilmu merupakan
hasil usaha keras dan sifatnya personal. Ilmuan sebagai pencari kebenaran akan
berani melawan semua ketidakbenaran, penipuan, kepura - puraan, kemunafikan,
dan kebathilan yang akan menghambat kemajuan. Keberanian Copernecus, Galileo,
Sociates, telah banyak diketahui orang. Copernecus dan Galileo disisihkan
karena tidak mempercayai bahwa bumi adalah pusat alam semesta, tetapi
menganggap mataharilah yang menjadi pusat tempat bumi dan planet - planet
lainnya berputar. Socrates memilih mati meminum racun dari pada menerima hal
yang salah.
7). Kreatif
Torrance ( 1964 M )
mendefinisikan kreatifitas sebagai proses pertumbuhan hingga peka akan masalah,
kekurang sempurnaan, kekurangtahuan, ketidak lengkapan, ketidakharmonisan, dan
seterusnya : mengenal kesulitan, mencari pemecahan, membuat dugaan, merumuskan,
menguji, dan mengubah hipotesis, serta melaporkan hasil penelitian. Sumbangan
beberapa ilmuan sebagai bukti kreatifitas yang dipunyainya, dapat ditelaah dalam
buku - buku sejarah ilmu pengetahuan.
Sifat kreatifitas
menunjukkan pada kita arah tujuan yang akan hndak dicapai seseorang yang hendak
mnumbuhkan sikap ilmiah pada dirinya. Tidak seorangpun dilahirkan dengan
memiliki sikap ilmiah. Mereka yang telah memperoleh sikap itu telah berbuat
dengan usaha yang sungguh - sungguh.
KESIMPULAN
Untuk menghasilkan suatu karya Ilmiah harus menggunakan
metode yang benar, yakni menggunakan metode Ilmiah, yang harus melakoni 5
langkah secara berurutan, bersikap Ilmiah, dan memenuhi syarat - syarat metode
Ilmiah, diantaranya ialah harus objetif, mtodik, sistematis, dan sebagainya.
Wa Allahu A’lam bis Showab ……………..
DAFTAR PUSTAKA
Ø http//www.petuah.com/Ilmu-alamiah- dasar –
i-a-d/
Ø http//www.sribd.com/doc/32524799/metode-ilmiah.
Ø Ibnu Mas’ud, Drs. H. Paryono, Joko, Ilmu
Alamiah Dasar, Cetakan ke-1, Bandung, Pustaka Setia, th. 1998
Tidak ada komentar:
Posting Komentar