Minggu, 25 Mei 2014

PROFESIONALISME PENDIDIKAN DALAM PENGELOLAAN MADRASAH



BAB I
PENDAHULAN
A.    Latar Belakang
                Pendidikan adalah suatu keseluruhan usaha mentransformasikan ilmu, pengetahuan, ide, gagasan, norma, hukum dan nilai-nilai kepada orang lain dengan cara tertentu, baik struktural formal, serta informal dan non formal dalam suatu sistem pendidikan nasional.[1]
            Madrasah merupakan lembaga / organisasi yang kompleks dan unik. Kompleks, karena dalam operasionalnya madrasah dibangun oleh berbagai unsur yang satu sama lain saling berhubungan dan saling menentukan. Unik, karena madrasah merupakan organisasi yang khas, menyelenggarakan proses perubahan perilaku dan proses pembudayaan manusia, yang tidak dimiliki oleh lembaga manapun.
            Karena kompleks dan rumitnya tersebut, maka dalam pelaksanaan pendidikan di madrasah diperlukan adanya konsep yang memerlukan pengaturan, pengarahan,dan pengkoordinasian oleh semua pihak baik kepala sekolah, guru, siswa, dan oknum-oknum yang terlibat dalam madrasah tersebut. Yang kesemuanya tersebut akan dikoordinir oleh kepala sekolah.
            Keberhasilan madrasah adalah keberhasilan kepala madrasah, dan sebaliknya, ketidakberhasilan kepala madrasah adalah ketidakberhasilan madrasah.
B.     Rumusan Masalah

1.      Profesionalisme pendidikan dalam pengelolaan madrasah
2.      Orientasi pengembangan sistem pendidikan Raudlatul Athfal
3.      Berbagai macam metode pendidikan


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Profesionalisme Pendidikan Dalam Pengelolaan Madrasah
            Istilah profesionalisme berasal dari profession. Profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu yang membutuhkannya.Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian tertentu diperoleh dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. Terdapat persyaratan yang harus dipenuhi dalam tugas profesional sebagaimana dikemukakan oleh Houton sebagai berikut:       
            1. Profesi harus dapat memenuhi kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang                       dapat  diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip itu telah benar-benar  well-established.
            2. Harus diperoleh melalui latihan kultural dan profesional yang cukup memadai.
            3. Menguasai perangkat ilmu pengetahuan yang sistematis dan kekhususan (spesialisasi).
            4. Harus dapat membuktikan skill yang diperlukan masyarakat                                                                                                                                                                                                                                                                                             
            5. Memenuhi syarat-syarat penilaian terhadap penampilan dalam pelaksanaan tugas dilihat dari                        segi waktu dan cara kerja.
            6. Harus dapat mengembangkan teknik-teknik ilmiah dari hasil pengalaman yang teruji.
            7. Merupakan tipe pekerjaan yang memberikan keuntungan yang hasil-hasilnya tidak dibakukan                      berdasarkan penampilan dan elemen waktu.
            8. Merupakan kesadaran kelompok yang dipolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah                      menurut bahasa teknisnya.
            9. Harus mempunyai kemampuan sendiri untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya,                     dan tidak menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke profesi lainnya.
            10. Harus menunjukkan kepada masyarakat bahwa anggota-anggota profesionalnya menjujung                          tinggi dan menerima kode etik profesionalnya.[2]
            Jadi profesionalisme dalam pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas lapangan pendidikan berdasarkan fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan. Mereka itu adalah :
            (1)    Para guru yang profesional
            Pegawai atau personalia, terutama guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan islam. Proses pendidikan islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran guru. Secara institusional, kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga tersebut daripada oleh pihak lain.          Guru yang profesional memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Disamping tugas guru mereka pun mampu bertugas dalam manajemen kelas dalam rangka proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.
           
            Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personel) mencakup tujuh komponen, yaitu :

            a)      Perencanaan pegawai
            Manajer lembaga pendidikan islam harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan pegawai.
            b)      Pengadaan pegawai
            Setelah mengadakan perencanaan tentang pegawai, kegiatan berikutnya adalah rekrutmen pegawai yang memiliki beberapa tujuan. Gorton sebagaimana dikutip Ibrahim Bafadal mengatakan, “Tujuan rekrutmen pegawai adalah menyediakan calon pegawai yang betul-betul baik dan paling memenuhi kualifikasi untuk sebuah posisi.
            c)      Pembinaan dan pengembangan pegawai
            Pegawai yang telah dimiliki lembaga pendidikan islam, baik yang berstatus pegawai negeri maupun swasta, harus diberi wahana untuk proses pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih berorientasi pada pencapaian standar minimal, yaitu diarahkan untuk dapat melakukan pekerjaan/tugasnya sebaik mungkin dan menghindari pelanggaran.
            d)      Promosi dan mutasi
            Promosi (kenaikan pangkat) merupakan perubahan kedudukan yang bersifat vertikal, sehingga berimplikasi pada wewenang, tanggung jawab, dan penghasilan. Sementara mutasi adalah pemindahan pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lainnya.
            e)      Pemberhentian pegawai
            Ada batasan tertentu bagi pegawai sehingga suatu ketika harus diberhentikan. Bagi pegawai negeri sipil, pemberhentian itu bisa terjadi karena ppermintaan sendiri, sudah mencapai batas usia pensiun, ada penyederhanaan organisasi, melakukan pelanggaran / tidak pidana penyelewengan, tidak cakap jasmani / rohani, meninggalkan tugas, meninggal dunia, dan lain-lain.
            f)        Kompensasi
            Kompensasi merupakan imbalan yang dapat berwujud uang dan diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji, tunjangan, fasilitas perumahan, intensif, kendaraan, dan lain-lain.
           


            g)      Penilaian pegawai
            Penilaian terhadap pegawai merupakan hal yang sangat penting, baik bagi lembaga pendidikan islam maupun bagi pegawai itu sendiri.[3]
            (2)    Kepala sekolah / madrasah
            Kepala sekolah/madrasah yang dibantu dengan staf yang harus profesional juga di bidang administrasi atau manajemen sekolah (school management). Sebagaimana kepala sekolah, selain profesional memiliki kompetensi keguruan, ia pun harus juga memiliki leadership (kepemimpinan) yang sesuai dengan tuntutan sekolah dan masyarakat sekitar.
            (3)    Komite Sekolah.
            Azas legalitas komite sekolah memang telah termuat dalam UU NO 20 Tahyn 2003 tentang system pendidikan nasional, khususnya dalam pasal 56 (3) sebagai berikut :
            “Komite sekolah / madrasah, sebagai lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.”

            Fungsi komite sekolah merupakan penjabaran dari peran komite sekolah sebagai berikut :

            1.      Memberikan masukan dan pertimbangan, dan rekomendasikan kepada satuan pendidikan.
            2.      Mendorong orang tua dan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pendidikan.
            3.      Menggalang dana masyarakat dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
            4.      Mendorong tumbuhnya perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan                                pendidikan yang bermutu.
            5.      Melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap kebijakan, program penyelenggaraan,                        keluaran pendidikan.
            6.      Melakukan kerjasama dengan masyarakat.[4]
            (4)     Manajemen Kesiswaan Pendidikan Islam
            Manajemen kesiswaan adalah pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengam peserta didik mulai dari awal masuk (bahkan, sebelum masuk) hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan. Semua tahapan itu membutuhkan pengelolaan secara maksimal agar mendapatkan hasil yang maksimal pula.
1.      Tahapan Penerimaan Siswa Baru
2.       Proses Pembelajaran
3.      Pesiapan Studi Lanjut atau Bekerja
            (5)    Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam
            Kurikulum pendidikan Islam memiliki ciri-ciri tertentu. Al-Syaibani mencatat ciri-ciri tersebut sebagai berikut.
            a. Menonjolkan tujuan agama dan akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, dan                          tekniknya.
            b. Memiliki perhatian yang luas dan kandungan yang menyeluruh.
            c. Memiliki keseimbangan antara kandungan kurikulum dari segi ilmu seni, kemestian,                                     pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang beragam.
            d. Berkecenderungan pada seni halus, aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan                      teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing untuk perorangan maupun bagi mereka yang                        memiliki kesediaaan, bakat, dan keinginan.
            e. Keterkaitan kurikulum dengan kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan                             perorangan di antara mereka.
            Selanjutnya Al-Syaibani juga mengemukakan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.
            1.      Pertautan yang sempurna dengan agama, termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
            2.      Prinsip menyeluruh (universal) pada tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
            3.      Keseimbangan yang relatif antara tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
            4.      Ada pertautan antara bakat, minat, kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
            5.      Pemeliharaan perbedaan individual di antara pelajara dalam bakat, minat, kemampuan,                                kebutuhan, masalahnya serta memelihara perbedaan di antara alam sekitar dan masyarakat.
            6.      Prinsip perkembangan dan perubahan.
            7.      Prinsip pertautan antarmata pelajaran, pengalaman, dan  akttivitas yang terkandung dalam                            kurikulum[5]

B.        Orientasi pengembangan sistem pendidikan Raudlatul Athfal

            Pendidikan merupakan proses belajar mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Segera setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pemenuhan kebutuhan. Pendidikan membantu agar proses itu berlangsung secara berdaya guna dan berhasil guna. Maka dari itu anak sebagai harta yang perlu dibina dan dipupuk sejak dini, ia membutuhkan pendidikan untuk menyiapkan diri menatap masa depan sehingga menjadi manusia dewasa yang berkualitas.
            Kini dunia juga bergantung kepada sistem dan dasar pendidikannya. Apabila pendidikannya benar maka wajah dunia akan menjadi indah berseri dan sebaliknya apabila pendidikannya, salah dunia akan dibelenggu oleh kegarangan hidup yang bisa mengubah watak manusia menjadi hewan yang buas yang selalu menerkam kawan maupun lawan. 
            Mengutip pendapat Ki Hajar Dewantara, anak yang cerdas perlu diawali di taman anak (sekarang Taman Kanak-kanak atau masa wiraga), dimana diberikan pendidikan yang berkaitan dengan pengembangan daya cipta dan pikir, bahasa, perilaku dan keterampilan, jasmani serta moral, emosi, sosial, dan disiplin. Sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 28 Tentang Pendidikan Anak Usia Dini:
a.       Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
b.      Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melaului jalur pendidikan formal, non formal, dan informal.
c.       Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK), raudlatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
d.      Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB), taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
e.       Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.

            Pembelajaran pada anak usia dini adalah hasil dari interaksi antara pemikiran anak dan pengalamannya dengan materi-materi, ide-ide dan orang disekitarnya. Pendidik dapat menggunakan pengetahuan tentang perkembangan anak guna mengidentifikasi tentang ketepatan tingkah laku, aktivitas dan materi-materi yang diperlukan untuk suatu kelompok usia, yang sekaligus dapat dipergunakan untuk memahami pola perkembangan anak, kekuatan, minat dan pengalaman serta guna merancang lingkungan pembelajaran yang sesuai. Walaupun gaya pembelajaran ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tradisi, nilai sosial-budaya, harapan orang tua dan strategi guna mencapai perkembangan yang optimal yang harus disesuaikan dengan usia dari masing-masing individu. 
            Di banyak tempat, sistem pembelajaran di Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal tidak banyak berbeda dengan di Sekolah Dasar. Jika praktik pendidikan seperti ini di teruskan, di khawatirkan akan terjadi dampak-dampak negatif pada perkembangan anak di kemudian hari. Oleh karena itu, dalam pendidikan usia dini harus selalu memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak, yakni:
Ø  Pemerataan dan Perluasan
            Akses Pemerataan dan perluasan akses akan diupayakan bersama-sama oleh pemerintah dan swasta, dimana pemerintah lebih berkonsentrasi pada pendidikan formal TK/RA dan mendorong swasta melakukan perluasan PAUD non-formal (KB, TPA). Perluasan oleh pemerintah antara lain juga dilakukan dengan mendirikan model-model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang disesuaikan dengan kondisi daerah/wilayah. Pada tahun 2009, pemerintah menargetkan APK pra sekolah mencapai 45%. Perluasan akses PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut:
Penyediaan sarana/prasarana PAUD oleh pemerintah dilaksanakan dengan pembangunan USB TK, dan mengembangkan model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang sesuai dengan kondisi lokal. Target yang akan dicapai lembaga PAUD formal pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu TK, termasuk TK Pembina di setiap kecamatan. Sedangkan target lembaga PAUD non-formal, sekurang-kurangnya satu PAUD (Taman Penitipan Anak atau Kelompok Bermain atau Satuan PAUD Sejenis) di setiap desa. Penyediaan biaya operasional pendidikan diberikan dalam bentuk subsidi kepada penyelenggara PAUD baik negeri maupun swasta, terutama pada lembaga yang peserta didiknya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Target yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah lebih dari 50% lembaga PAUD yang siswanya berasal dari keluarga miskin dapat dibiayai oleh pemerintah. Mendorong peran serta masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan minat masyarakat (demand side) dalam menyelenggarakan lembaga PAUD, termasuk bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi lain serta PT melalui subsidi imbal swadaya, kemudahan perizinan, dan bantuan fasilitas. Pengembangan “TK-SD Satu Atap”; bagi SD yang memiliki fasilitas mencukupi didorong untuk membuka lembaga TK yang terintegrasi dengan SD (TK-SD Satu Atap) melalui subsidi pembiayaan secara kompetitif.
Ø  Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing.
            Peningkakan mutu, relevansi, dan daya saing PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut: Pengembangan menu generik pembelajaran dan penilaian merupakan kegiatan yang menyangkut pengembangan kurikulum, khususnya materi bahan ajar, model-model pembelajaran, dan penilaian. Pengembangan disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan anak didik, perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, estetika, dan etika, peningkatan kualitas dan kreativitas peserta didik dan pendidik PAUD. Termasuk dalam kegiatan ini ialah pengembangan proses pembelajaran melalui pengadaan alat belajar, alat bermain, dan alat pendidikan, serta penyelenggaraan akreditasi khususnya untuk TK.
             Muatan pendidikan pada anak-anak usia dini ditekankan pada seluruh aspek kecerdasan termasuk emosi, mental, dan spiritual, yang diarahkan pada penghayatan atas nilai-nilai dan karakter positif, serta kesiapan masuk sekolah. Pengembangan program PAUD model sebagai rujukan bagi pengembangan PAUD yang diselenggarakan oleh swasta yang kualitasnya masih di bawah standar. Target pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu program PAUD Model setiap kabupaten/kota. Peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya penyelenggara dan satuan PAUD. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan manajemen secara efektif dan efisien, sehingga mampu memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan anak secara optimal. Pengembangan tenaga pendidik dan kependidikan PAUD. Pemerintah mentargetkan sekitar 59 ribu orang telah terlatih sebagai tenaga pengelola dan pendidik PAUD, dan sebanyak lebih dari enam ribu Guru, Kepala TK, dan Pembina akan mendapat pendidikan dan pelatihan sampai dengan tahun 2009. Di samping itu, diberikan subsidi bagi tenaga pendidik PAUD non-formal satu orang di setiap lembaga perintisan.
Ø   Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas, dan Pencitraan Publik
            Peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan publik di bidang PAUD diarahkan pada bagaimana partisipasi masyarakat dalam melakukan kontrol dan evaluasi kinerja PAUD dapat mengambil peran makin nyata dan efektif. Untuk itu akan dilakukan peningkatan advokasi, sosialisasi/pemasyarakatan dan pembudayaan pentingnya PAUD kepada orangtua, masyarakat dan pemerintah daerah. 
            Penyediaan data dan sistem informasi PAUD, serta peningkatan kerja sama stakeholder pendidikan, merupakan faktor pendukung untuk membangun kesamaan persepsi, pencitraan yang positif, dan kebersamaan tanggung jawab dalam pengelolaan PAUD yang akuntabel. Setelah di baca saduran di atas, mungkin kita dapat melihat keseriusan pemerintah dalam hal ini DEPDIKNAS dalam mempersiapkan generasi kuat sesuai dengan potensi yang di miliki oleh masing-masing anak Indonesia, meskipun pendidikan orang tua sendiri tidak kalah pentingnya atas perkembangan putra-putrinya di masa depan. Semoga anak Indonesia menjadi lebih baik ke depannya.

C.  Berbagai Macam Metode Pendidikan

            Bahan pelajaran agama tidak diragukan lagi mengandung nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim tetapi kalau diberikan dengan cara yang kurang wajar misalnya anak disuruh menghafal secara mekanis apa  yang disampaikan oleh guru atau yang terdapat di dalam buku-buku pelajaran, tidak mustahil akan timbul pada diri anak, murid merasa tidak senang dengan guru agamanya.
            Oleh karena itu, diperlukan metode yang tepat untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada umumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya. Bahan yang memerlukan pengamatan. Pengetahuan yang dimiliki oleh anak  pada umumnya diperoleh melalui pengamatan/alat indera. Bahan pelajaran agama di Madrasah Tsanawiyah pada umumnya dapat dipelajari melalui pengamatan melalui indera / pengamatan (Sensory type of learning). Contoh pengetahuan tentang shalat dan pelaksanaannya. Dengan mendengar uraian guru murid dapat mengetahui belai indera pendengar, dan begitu juga dengan membaca maka indera penglihatan yang berfungsi dari contoh di atas maka metode yang cocok adalah metode ceramah metode resitasi atau metode proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat).
            Bahan yang memerlukan keterampilan atau gerakan tertentu. Untuk mengusai bahan sejenis ini seseorang terutama harus belajar  secara motoris (motor type of learning) contoh  bahan pelajaran tentang jenazah (mengkafani jenazah) untuk mengusai keterampilan itu guru harus memberi kesempatan kepada murid melakukan serangkaian kegiatan yang berhubungan dengan gerakan-gerakan atau keterampilan mengukur, menggunting, membungkus serta keterampilan membaca doa atau bacaan yang berhubungan dengan jenazah.
            Dari contoh di atas maka metode yang relevan adalah metode demonstrasi dan drill.
Bahan  yang mengandung materi hafalan. Bahan pelajaran agama yang seperti ini termasuk cukup banyak dan segera harus diketahui dan dihafalkan karena akan digunakan dalam beribadah dan beramal untuk mempelajari bahan hafalan ini diperlukan jenis belajar menghafal (memory type of learning). Belajar  dengan menghafal sering menimbulkan penyakit verbalisme yaitu anak tahu cara penyebutan kata-kata, definisi dan sebagainya, tetapi tidak dipahami.
            Untuk menghindari  anak dari penyakit tersebut perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut : Bahan yang akan diajarkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak. Dan Bahan hafalan hendaknya merupakan suatu kebulatan jadi untuk materi hafalan metode yang relevan adalah metode resitasi dan tanya jawab.
            Bahan yang mengandung unsur emosi. Bahan yang mengandung emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut emosional type of learning, dibandingkan dengan jenis belajar yang lain, jenis belajar emosi ini belum mendapat perhatian sebagai mana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena jenis belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaannya tidak mudah. Contoh: akhlak terhadap diri sendiri, bahan yang akan dipelajari adalah sabar, pemaaf, pemurah, dan menjauhi sifat dendam untuk mencapai hal tersebut guru harus mengusahakan agar anak memperoleh pengalaman sebanyak-banyak.   Jadi dengan menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan dan service project. Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya adalah harus ada pada anak suatu ide tentang sifat sabar, pemaaf dan sebagainya. Timbul emosional pada diri anak, yaitu ia merasa bahwa sifat itu baik atau tidak baik.

            Metode metode yang dipakai dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam ada beberapa macam  dan berikut penjelasannya:
           

            1.          Metode Ceramah
                Metode Ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi  lisan antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Dapat dikatakan juga sebaagai metode kuliah karena umumnya banyak dipakai di perguruan tinggi dalam bahasa Inggris disebut lecturing method atau telling method. Nabi Muhamad saw dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya banyak mempergunakan metode ceramah, disamping metode lainnya.

            Langkah-langkah metode ceramah :
a.Persiapan     
b.Pelaksanaan   
c.Kesimpulan

            Kelebihan metode ceramah :
-Guru mudah menguasai kelas
-Mudah mengorganisasikan tempat duduk/kelas
-Dapat diikuti oleh jumlah siswa yg banyak
-Mudah mempersiapkan dan melaksanakannya
-Guru mudah menerangkan pelajaran dengan baik

            Kelemahan metode ceramah:
-Mudah menjadi verbalisme(pengertian kata-kata)
-Yang Visual menjadi rugi , yang auditif(mendengar) besar menerimanya
-Bila digunakan terlalu lama, membosankan
-Guru menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar sekali
-Menyebabkan siswa menjadi pasif.
                Untuk memperbaiki metode ceramah ini; Kemukakan cerita atau visual yang menarik, anekdot, cerita fiksi, kartun atau grafik atau buatlah kasus masalah atau kemukakan suatu masalah di sekitar ceramah yang anda sampaikan.

            2.         Metode Diskusi
            Adalah suatu cara penyajian/penyampaian bahan pelajaran, dimana pendidik memberikan kesempatan kepada para peserta didik/kelompok-kelompok peserta didik untuk mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Yang perlu diperhatikan ialah hendaknya para peserta didik dapat berpartisipasi secara aktif di dalam setiap forum diskusi agar bayak yang menyumbangkan pikirannya.
            Metode ini membutuhkan berbagai macam hal :

1.Menyediakan bahan/topik atau masalah yang akan didiskusikan
2.Menyebutkan pokok-pokok masalah yang akan dibahas atau memberikan penugasan
3.Menugaskan siswa untuk menjelaskan, menganalisa dan meringkas.
4.Membimbing diskusi, tidak  memberikan ceramah
5.Sabar terhadap kelompok yang tampak kebingungan atau berjalan dengan tidak menentu
6.Melatih siswa dalam menghargai pendapat orang lain.
                Model ini cocok digunakan siswa berada di tahap menengah atau tahap akhir proses belajar. Di pelajaran normal atau magang, di perluasan pengetahuan yang telah didiskusikan.

            Jenis-Jenis Diskusi secara umum

v  Whole Group; Kelas merupakan satu kelompok diskusi, whole group yang ideal apabila jumlah   Anggota kelompok tidak lebih dari 15 orang.
v  Buzz Group:Satu kelompok besar dibagi atas beberapa kelompok kecil, terdiri atas 4 atau 5 orang. Tempat duduk diatur agar peserta didik peserta didik dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah.
v  Panel Diskusi;Sejumlah orang yang ditunjuk menyelenggarakan tugas tertentu,misalnya;mengadili, mendiskusikan sesuatu dan sebagainya.
v  Simposium;Berasal dari bahasa Yunani, yaitu symposium. Akar katanya ialah Syn(bersama) dan posis(minuman) . Simposium artinya; Sekumpulan orang minum dengan gembira bersama.
v  Musyawarah; Berunding atau bertukar pikiran.
v  Seminar.
v  Forum.
v  Kelompok tanpa pemimpin.


            3.         Metode Eksperimen
            Yang  dimaksud dengan metode eksperimen ialah apabila seseorang  peserta didik melakukan sesuatu percobaan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap peserta didik. Misalnya di bangku setiap peserta didik diletakkan segelas air kemudian apa yang terjadi gula itu melarut dan menghilang di dalam air, sedangkan zatnya tetap ada.
            Metode eksperimen ini banyak sekali dipakaikan orang semenjak zaman dahulu. Semua hasil-hasil penemuan baru banyak yang diperdapat dengan jalan eksperimen. Dalam Islam pemakaian metode ini juga sering digunakan dalam pelaksanaa pendidikan Agama. Nabi Muhamad dalam mengajarkan masalah praktek ibadah juga memakai metode eksperimen ini.
            Dalam suatu hadis pernah ditemui : “Pada suatu hari Nabi sedang berada dalam masjid, tiba-tiba masuklah seorang laki-laki bershalat. Kemudian ia menghadap Nabi seraya memberi salam. Setelah Nabi menjawab salamnya lalu ia berkata :”Kembalilah dan shalat sekali lagi, setelah selesai ia satang pula menghadap Nabi seraya  memberi salam. Nabi bersabda;Kembalilah dan shalat sekali lagi, karena engkau belum shalat.
[hal itu sampai tiga kali].
                Kemudian berkata laki-laki itu; Demi Allah, saya tidak pandai mengerjakan shalat selain daripada itu , sebab itu ajarkanlah aku. Berkata nabi SAW. Apabila engkau berdiri hendak mengerjakan shalat, hendaklah takbir, kemudian bacalah apa yang mudah bagi engkau di antara Al-Quran, sudah itu rukulah hingga tenang dalam rukuk itu, kemudian bangkitlah hingga tegak lurus kembali kemudian sujudlah hingga tenang dalam sujud itu, kemudian bangkitlah sehingga tenang dalam duduk, kemudian sujudlah kembali dan seterusnya [H.R. Bukhari].

            Metode ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1-Dengan metode eksperimen peserta didik dapat membuktikan sendiri hukum-hukum 
   dan teori yang berlaku.
2-Peserta didik dapat pula dengan usahanya sendiri memenuhi hukum-hukum baru,
   terutama yang berhubungan dengan hukum alam. Dengan metode eksperimen peserta
   didik memiliki pengetahuan, pengalaman dan pengertian yang lebih jelas.

            4.         Metode Demonstrasi
            Istilah demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian peralatan barang atau benda. Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi Muhamad saw, sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini. Seperti mengajarkan cara-cara wudhu’, shalat, haji dan sebagainya. Dalam suatu hadist pernah Nabi menerangkan kepada umatnya, Sabda Rasulullah S.a.w.:
“Sembahyanglah kamu sebagaimana kamu lihat aku sembahyang.          (H.R. Bukhari).

           

            Keuntungan Metode Demontrasi:

1-         Keaktifan peserta didik akan bertambah, lebih-lebih kalau peserta didik diikut sertakan.
2-         Pengalaman peserta didik bertambah
3-         Pelajaran yang diberikan lebih tahan lama.
4-         Pengertian lebih cepat dicapai. Peserta didik dalam menanggapi suatu proses.
5-         Mengurangi kesalahan-kesalahan
6-         Pengajaran menjadi lebih jelas, lebih konkret dan lebih menarik.

            Kelemahan metode demonstrasi :

1-         Metode ini membutuhkan kemampuan yang optimal dari pendidik untuk itu perlu
            persiapan yang matang.
2-         Sulit dilaksanakan kalau tidak ditunjang oleh tempat, waktu dan peralatan yang 
            cukup.



            5.         Metode Pemberian Tugas
            Metode ini menyajikan bahan dimana guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode inidiberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu sedikit. Tugas ini tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR), tetapi jauh lebih luas.

            Langkah-langkah yang harus diikuti metode pemberian tugas adalah:

1)         Fase Pemberian Tugas
2)         Tujuan yang akan dicapai
3)         Jenis tugas yang jelas dan tepat sesuai dengan kemampuan siswa
4)         Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
5)         Sediakan waktu yang cukup untuk untuk mengerjakan tugas tersebut
6)         Langkah Pelaksanaan Tugas
7)         Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja
8)         Diberikan bimbingan /pengawasan oleh guru
9)         Diusahakan/dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain
10)       Dianjurkan siswa mencatat  hasil-hasil yang ia peroleh
11)       Fase mempertanggung jawabkan tugas
12)       Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang dikerjakannya
13)       Ada Tanya jawab/diskusi kelas
14)       Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes

            Kelebihan Metode ini adalah:

Ø  Lebih merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok
Ø  Dapat mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru
Ø  Dapat membina tanggung jawab dan disiplin siswa
Ø  Dapat mengembangkan kreativitas siswa

            Kekurangannya adalah:
Ø  Siswa sulit dikontrol mengenai pengerjaan tugas khususnya tugas kelompok
Ø  Sering memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan siswa

            6.         Metode Sosiodrama
            Adalah Cara mengajar yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memainkan peranan tertentu yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Bahan-bahan yang mengandung unsur emosi. Bahan yang mengandung emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran, kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis belajar tersendiri yang disebut emosional type of learning, dibandingkan dengan jenis belajar yang lain, jenis belajar emosi ini belum mendapat perhatian sebagai mana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena jenis belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaannya tidak mudah. Contoh: akhlak terhadap diri sendiri, bahan yang akan dipelajari adalah sabar, pemaaf, pemurah, dan menjauhi sifat dendam untuk mencapai hal tersebut guru harus mengusahakan agar anak memperoleh pengalaman sebanyak-banyak. Jadi dengan menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan dan service project.
            Tujuan yang diharapkan dengan penggunaan metode ini  adalah:
 >Siswa terlatih berinisiatif dan kreatif.
>Dilatih bekerjasama
>Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk
>Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami oranglain.

            Kekurangan Metode Sosiodrama:
Ø  Sebagian besar anak yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang aktif
Ø  Banyak memakan waktu , baik waktu persiapan maupun pelaksanaan pertunjukan
Ø  Memerlukan tempat yang cukup luas jika bermain sempit menjadi kurang bebas
Ø  Kelas lain sering terganggu oleh suara para pemain dan penonton yang terkadang bertepuk tangan dan berprilaku lainnya.

            7.         Metode Drill
            Metode ini disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode ini dapat digunakan juga untuk memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
            Kelebihan metode ini adalah:
Ø  Memperoleh kecakapan motorik seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat, membuat alat-alat, menggunakan alat-alat(mesin permainan dan atletik) dan terampil menggunakan peraralatan olahraga .
Ø  Kecakapan mental seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian dsb.
Ø  Pembentukan kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan. Gerakan yang kompleks dan rumit menjadi lebih otomatis.

            Kekurangan metode Latihan:
>Menghambat bakat dan inisiatif siswa, karena siswa diajak kepada penyesuaian dan diarahkan jauh dari pengertian.
>Dapat menimbulkan Verbalisme.











BAB III
PENUTUP

A.     Kesimpulan
            Marilah kita pahami makna profesionalisme pendidikan dalam madrasah kita, pengembangan-pengembangan dalam sistemnya, serta metode-metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut agar kita dapat turut merasakan problema-problema pendidikan kita.
            Dimasa depan abad 21, sekolah-sekolah kita semakin memerlukan profesionalisme karena semakin banyak permasalahan psikologis dan pedagogis yang harus diselesaikan dalam rangka memperlancar proses belajar mengajar yang konsisten menuju tujuannya. Ide-ide baru dari luar yang bermafaat harus kita terima sebagai bahan menetapkan strategi pembinaan dan pengembangan madrasa-madrasah kita masa depan. Bilamana masyarakat kita sedang bergerak kearah modernisasi berkat dampak IPTEK, maka sekolah atau madrasah kita pun harus dapat mengakomodasikan aspirasi kemajuan tersebuut dalam bentuk ( formulasi ) yang seirama dengan tuntutan kemajuan masyarakat tersebut, bila tidak demikian , maka tunggulah kematiannya. Profesionalisme yang berdasarkan keterbukaan dan kebijakan terhadap ide-ide pembaharuan itulah yang akan mampu melestarikan eksistensi madrasah atau sekolah kita.
            Walau begitu tetap jangan meninggalkan nilai-nilai lama yang menjadi pembeda antara pendidikan madrasah dan yang lain nya,yaitu nilai-nilai agama islam yang luhur hingga bisa menghasilkan insan yang berakhlakul karimah.



[1] Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd., Administrasi Pendidikan Kontemporer, Bandung: CV. Alfabeta, 2000, hlm. 10.
[2] ] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta  Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta : 2009, hlm. 158
[3] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan  Islam (Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam),  Erlangga, hlm. 129-141
[4] Yudistira dkk, Komite Sekolah, (Yogyakarta : Kikayat, 2008)hlm, 76-83
[5] Ibid hlm.151-152

Tidak ada komentar:

Posting Komentar