BAB I
PENDAHULAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan
adalah suatu keseluruhan usaha mentransformasikan ilmu, pengetahuan, ide,
gagasan, norma, hukum dan nilai-nilai kepada orang lain dengan cara tertentu,
baik struktural formal, serta informal dan non formal dalam suatu sistem
pendidikan nasional.[1]
Madrasah merupakan
lembaga / organisasi yang kompleks dan unik. Kompleks, karena dalam
operasionalnya madrasah dibangun oleh berbagai unsur yang satu sama lain saling
berhubungan dan saling menentukan. Unik, karena madrasah merupakan organisasi
yang khas, menyelenggarakan proses perubahan perilaku dan proses pembudayaan
manusia, yang tidak dimiliki oleh lembaga manapun.
Karena kompleks
dan rumitnya tersebut, maka dalam pelaksanaan pendidikan di madrasah diperlukan
adanya konsep yang memerlukan pengaturan, pengarahan,dan pengkoordinasian oleh
semua pihak baik kepala sekolah, guru, siswa, dan oknum-oknum yang terlibat
dalam madrasah tersebut. Yang kesemuanya tersebut akan dikoordinir oleh kepala
sekolah.
Keberhasilan madrasah
adalah keberhasilan kepala madrasah, dan sebaliknya, ketidakberhasilan kepala
madrasah adalah ketidakberhasilan madrasah.
B.
Rumusan Masalah
1.
Profesionalisme
pendidikan dalam pengelolaan madrasah
2.
Orientasi
pengembangan sistem pendidikan Raudlatul Athfal
3.
Berbagai macam
metode pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Profesionalisme Pendidikan Dalam Pengelolaan Madrasah
Istilah profesionalisme berasal dari
profession. Profession mengandung arti yang sama dengan kata occupation
atau pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau
latihan khusus. Dengan kata lain, profesi dapat diartikan sebagai suatu
bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan kerja tertentu yang
membutuhkannya.Profesionalisme berarti suatu pandangan bahwa suatu keahlian
tertentu diperoleh dalam pekerjaan tertentu yang mana keahlian itu hanya
diperoleh melalui pendidikan khusus atau latihan khusus. Terdapat persyaratan
yang harus dipenuhi dalam tugas profesional sebagaimana dikemukakan oleh Houton
sebagai berikut:
1. Profesi harus dapat memenuhi
kebutuhan sosial berdasarkan atas prinsip-prinsip ilmiah yang dapat diterima oleh masyarakat dan prinsip-prinsip
itu telah benar-benar well-established.
2. Harus diperoleh melalui latihan
kultural dan profesional yang cukup memadai.
3. Menguasai perangkat ilmu
pengetahuan yang sistematis dan kekhususan (spesialisasi).
4. Harus dapat membuktikan skill
yang diperlukan masyarakat
5. Memenuhi syarat-syarat penilaian
terhadap penampilan dalam pelaksanaan tugas dilihat dari segi waktu dan cara kerja.
6. Harus dapat mengembangkan
teknik-teknik ilmiah dari hasil pengalaman yang teruji.
7. Merupakan tipe pekerjaan yang
memberikan keuntungan yang hasil-hasilnya tidak dibakukan berdasarkan penampilan dan elemen waktu.
8. Merupakan kesadaran kelompok yang
dipolakan untuk memperluas pengetahuan yang ilmiah menurut bahasa
teknisnya.
9. Harus mempunyai kemampuan sendiri
untuk tetap berada dalam profesinya selama hidupnya, dan tidak
menjadikan profesinya sebagai batu loncatan ke profesi lainnya.
10. Harus menunjukkan kepada
masyarakat bahwa anggota-anggota profesionalnya menjujung tinggi dan menerima kode etik profesionalnya.[2]
Jadi profesionalisme dalam
pendidikan tidak lain adalah seperangkat fungsi dan tugas lapangan pendidikan
berdasarkan fungsi dan tugas dalam lapangan pendidikan. Mereka itu adalah :
(1) Para guru yang profesional
Pegawai atau personalia, terutama
guru merupakan ujung tombak dalam proses pendidikan islam. Proses pendidikan
islam tidak akan berhasil dengan baik tanpa peran guru. Secara institusional,
kemajuan suatu lembaga pendidikan lebih ditentukan oleh pimpinan lembaga
tersebut daripada oleh pihak lain. Guru
yang profesional memiliki kompetensi keguruan berkat pendidikan atau latihan di
lembaga pendidikan guru dalam jangka waktu tertentu. Disamping tugas guru
mereka pun mampu bertugas dalam manajemen kelas dalam rangka proses belajar
mengajar yang efektif dan efisien.
Manajemen tenaga kependidikan (guru
dan personel) mencakup tujuh komponen, yaitu :
a) Perencanaan pegawai
Manajer lembaga pendidikan islam
harus membuat perencanaan pegawai untuk memenuhi kebutuhan lembaga ke depan dan
mengontrol atau menghindari kesalahan penerimaan pegawai.
b) Pengadaan pegawai
Setelah mengadakan perencanaan
tentang pegawai, kegiatan berikutnya adalah rekrutmen pegawai yang memiliki
beberapa tujuan. Gorton sebagaimana dikutip Ibrahim Bafadal mengatakan, “Tujuan
rekrutmen pegawai adalah menyediakan calon pegawai yang betul-betul baik dan
paling memenuhi kualifikasi untuk sebuah posisi.
c) Pembinaan dan pengembangan pegawai
Pegawai yang telah dimiliki lembaga
pendidikan islam, baik yang berstatus pegawai negeri maupun swasta, harus
diberi wahana untuk proses pembinaan dan pengembangan. Pembinaan lebih
berorientasi pada pencapaian standar minimal, yaitu diarahkan untuk dapat
melakukan pekerjaan/tugasnya sebaik mungkin dan menghindari pelanggaran.
d) Promosi dan mutasi
Promosi (kenaikan pangkat) merupakan
perubahan kedudukan yang bersifat vertikal, sehingga berimplikasi pada
wewenang, tanggung jawab, dan penghasilan. Sementara mutasi adalah pemindahan
pegawai dari suatu jabatan ke jabatan lainnya.
e) Pemberhentian pegawai
Ada batasan tertentu bagi pegawai
sehingga suatu ketika harus diberhentikan. Bagi pegawai negeri sipil,
pemberhentian itu bisa terjadi karena ppermintaan sendiri, sudah mencapai batas
usia pensiun, ada penyederhanaan organisasi, melakukan pelanggaran / tidak
pidana penyelewengan, tidak cakap jasmani / rohani, meninggalkan tugas, meninggal
dunia, dan lain-lain.
f) Kompensasi
Kompensasi merupakan imbalan yang
dapat berwujud uang dan diberikan secara berkesinambungan. Misalnya, gaji,
tunjangan, fasilitas perumahan, intensif, kendaraan, dan lain-lain.
g) Penilaian pegawai
Penilaian terhadap pegawai merupakan
hal yang sangat penting, baik bagi lembaga pendidikan islam maupun bagi pegawai
itu sendiri.[3]
(2) Kepala sekolah / madrasah
Kepala sekolah/madrasah yang dibantu
dengan staf yang harus profesional juga di bidang administrasi atau manajemen
sekolah (school management). Sebagaimana kepala sekolah, selain profesional
memiliki kompetensi keguruan, ia pun harus juga memiliki leadership
(kepemimpinan) yang sesuai dengan tuntutan sekolah dan masyarakat sekitar.
(3) Komite Sekolah.
Azas legalitas komite sekolah memang
telah termuat dalam UU NO 20 Tahyn 2003 tentang system pendidikan nasional,
khususnya dalam pasal 56 (3) sebagai berikut :
“Komite sekolah / madrasah, sebagai
lembaga mandiri, dibentuk dan berperan dalam peningkatan mutu pelayanan dengan
memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana prasarana, serta
pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan.”
Fungsi komite sekolah merupakan
penjabaran dari peran komite sekolah sebagai berikut :
1. Memberikan masukan dan pertimbangan, dan
rekomendasikan kepada satuan pendidikan.
2. Mendorong orang tua dan masyarakat untuk
berpartisipasi dalam pendidikan.
3. Menggalang dana masyarakat dalam rangka
pembiayaan penyelenggaraan pendidikan.
4. Mendorong tumbuhnya perhatian dan
komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
5. Melakukan evaluasi dan pengawasan
terhadap kebijakan, program penyelenggaraan, keluaran pendidikan.
6. Melakukan kerjasama dengan masyarakat.[4]
(4) Manajemen Kesiswaan Pendidikan Islam
Manajemen kesiswaan adalah
pengelolaan kegiatan yang berkaitan dengam peserta didik mulai dari awal masuk
(bahkan, sebelum masuk) hingga akhir (tamat) dari lembaga pendidikan. Semua
tahapan itu membutuhkan pengelolaan secara maksimal agar mendapatkan hasil yang
maksimal pula.
1. Tahapan Penerimaan Siswa Baru
2. Proses Pembelajaran
3. Pesiapan Studi Lanjut atau Bekerja
(5) Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum pendidikan Islam memiliki
ciri-ciri tertentu. Al-Syaibani mencatat ciri-ciri tersebut sebagai
berikut.
a. Menonjolkan tujuan agama dan
akhlak pada berbagai tujuan, kandungan, metode, alat, dan tekniknya.
b. Memiliki perhatian yang luas dan
kandungan yang menyeluruh.
c. Memiliki keseimbangan antara
kandungan kurikulum dari segi ilmu seni, kemestian, pengalaman, dan kegiatan pengajaran yang
beragam.
d. Berkecenderungan pada seni halus,
aktivitas pendidikan jasmani, latihan militer, pengetahuan teknik, latihan kejuruan, dan bahasa asing
untuk perorangan maupun bagi mereka yang memiliki kesediaaan, bakat, dan keinginan.
e. Keterkaitan kurikulum dengan
kesediaan, minat, kemampuan, kebutuhan, dan perbedaan perorangan di antara mereka.
Selanjutnya Al-Syaibani juga
mengemukakan prinsip-prinsip umum yang menjadi dasar kurikulum pendidikan
Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Pertautan yang sempurna dengan agama,
termasuk ajaran-ajaran dan nilai-nilainya.
2. Prinsip menyeluruh (universal) pada
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
3. Keseimbangan yang relatif antara
tujuan-tujuan dan kandungan-kandungan kurikulum.
4. Ada pertautan antara bakat, minat,
kemampuan, dan kebutuhan pelajar.
5. Pemeliharaan perbedaan individual di
antara pelajara dalam bakat, minat, kemampuan, kebutuhan, masalahnya serta memelihara
perbedaan di antara alam sekitar dan masyarakat.
6. Prinsip perkembangan dan perubahan.
7. Prinsip pertautan antarmata pelajaran,
pengalaman, dan akttivitas yang
terkandung dalam kurikulum[5]
B. Orientasi
pengembangan sistem pendidikan Raudlatul Athfal
Pendidikan merupakan proses belajar
mengajar yang dapat menghasilkan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Segera
setelah anak dilahirkan mulai terjadi proses belajar pada diri anak dan hasil
yang diperoleh adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
pemenuhan kebutuhan. Pendidikan membantu agar proses itu berlangsung secara
berdaya guna dan berhasil guna. Maka dari itu anak sebagai harta yang perlu
dibina dan dipupuk sejak dini, ia membutuhkan pendidikan untuk menyiapkan diri
menatap masa depan sehingga menjadi manusia dewasa yang berkualitas.
Kini dunia juga bergantung kepada
sistem dan dasar pendidikannya. Apabila pendidikannya benar maka wajah dunia
akan menjadi indah berseri dan sebaliknya apabila pendidikannya, salah dunia
akan dibelenggu oleh kegarangan hidup yang bisa mengubah watak manusia menjadi
hewan yang buas yang selalu menerkam kawan maupun lawan.
Mengutip pendapat Ki Hajar
Dewantara, anak yang cerdas perlu diawali di taman anak (sekarang Taman
Kanak-kanak atau masa wiraga), dimana diberikan pendidikan yang berkaitan
dengan pengembangan daya cipta dan pikir, bahasa, perilaku dan keterampilan,
jasmani serta moral, emosi, sosial, dan disiplin. Sebagaimana disebutkan dalam
Undang-undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003, Pasal 28 Tentang Pendidikan Anak
Usia Dini:
a.
Pendidikan anak
usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal, nonformal,
b.
Pendidikan anak
usia dini dapat diselenggarakan melaului jalur pendidikan formal, non formal,
dan informal.
c.
Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk taman kanak-kanak (TK),
raudlatul athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
d.
Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan nonformal berbentuk kelompok bermain (KB),
taman penitipan anak (TPA), atau bentuk lain yang sederajat.
e.
Pendidikan anak
usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau
pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
Pembelajaran pada anak usia dini
adalah hasil dari interaksi antara pemikiran anak dan pengalamannya dengan
materi-materi, ide-ide dan orang disekitarnya. Pendidik dapat menggunakan
pengetahuan tentang perkembangan anak guna mengidentifikasi tentang ketepatan
tingkah laku, aktivitas dan materi-materi yang diperlukan untuk suatu kelompok
usia, yang sekaligus dapat dipergunakan untuk memahami pola perkembangan anak,
kekuatan, minat dan pengalaman serta guna merancang lingkungan pembelajaran
yang sesuai. Walaupun gaya pembelajaran ditentukan oleh berbagai faktor antara
lain tradisi, nilai sosial-budaya, harapan orang tua dan strategi guna mencapai
perkembangan yang optimal yang harus disesuaikan dengan usia dari masing-masing
individu.
Di banyak tempat, sistem
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak/Raudhatul Athfal tidak banyak berbeda dengan
di Sekolah Dasar. Jika praktik pendidikan seperti ini di teruskan, di
khawatirkan akan terjadi dampak-dampak negatif pada perkembangan anak di
kemudian hari. Oleh karena itu, dalam pendidikan usia dini harus selalu
memperhatikan aspek-aspek perkembangan anak, yakni:
Ø Pemerataan dan Perluasan
Akses Pemerataan dan perluasan akses
akan diupayakan bersama-sama oleh pemerintah dan swasta, dimana pemerintah
lebih berkonsentrasi pada pendidikan formal TK/RA dan mendorong swasta
melakukan perluasan PAUD non-formal (KB, TPA). Perluasan oleh pemerintah antara
lain juga dilakukan dengan mendirikan model-model atau rintisan penyelenggaraan
PAUD yang disesuaikan dengan kondisi daerah/wilayah. Pada tahun 2009,
pemerintah menargetkan APK pra sekolah mencapai 45%. Perluasan akses PAUD akan
dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut:
Penyediaan sarana/prasarana PAUD oleh pemerintah dilaksanakan dengan pembangunan USB TK, dan mengembangkan model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang sesuai dengan kondisi lokal. Target yang akan dicapai lembaga PAUD formal pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu TK, termasuk TK Pembina di setiap kecamatan. Sedangkan target lembaga PAUD non-formal, sekurang-kurangnya satu PAUD (Taman Penitipan Anak atau Kelompok Bermain atau Satuan PAUD Sejenis) di setiap desa. Penyediaan biaya operasional pendidikan diberikan dalam bentuk subsidi kepada penyelenggara PAUD baik negeri maupun swasta, terutama pada lembaga yang peserta didiknya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Target yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah lebih dari 50% lembaga PAUD yang siswanya berasal dari keluarga miskin dapat dibiayai oleh pemerintah. Mendorong peran serta masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan minat masyarakat (demand side) dalam menyelenggarakan lembaga PAUD, termasuk bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi lain serta PT melalui subsidi imbal swadaya, kemudahan perizinan, dan bantuan fasilitas. Pengembangan “TK-SD Satu Atap”; bagi SD yang memiliki fasilitas mencukupi didorong untuk membuka lembaga TK yang terintegrasi dengan SD (TK-SD Satu Atap) melalui subsidi pembiayaan secara kompetitif.
Penyediaan sarana/prasarana PAUD oleh pemerintah dilaksanakan dengan pembangunan USB TK, dan mengembangkan model atau rintisan penyelenggaraan PAUD yang sesuai dengan kondisi lokal. Target yang akan dicapai lembaga PAUD formal pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu TK, termasuk TK Pembina di setiap kecamatan. Sedangkan target lembaga PAUD non-formal, sekurang-kurangnya satu PAUD (Taman Penitipan Anak atau Kelompok Bermain atau Satuan PAUD Sejenis) di setiap desa. Penyediaan biaya operasional pendidikan diberikan dalam bentuk subsidi kepada penyelenggara PAUD baik negeri maupun swasta, terutama pada lembaga yang peserta didiknya sebagian besar berasal dari keluarga miskin. Target yang ingin dicapai pada tahun 2009 adalah lebih dari 50% lembaga PAUD yang siswanya berasal dari keluarga miskin dapat dibiayai oleh pemerintah. Mendorong peran serta masyarakat dilakukan untuk menumbuhkan minat masyarakat (demand side) dalam menyelenggarakan lembaga PAUD, termasuk bekerja sama dengan berbagai organisasi masyarakat, organisasi keagamaan, organisasi lain serta PT melalui subsidi imbal swadaya, kemudahan perizinan, dan bantuan fasilitas. Pengembangan “TK-SD Satu Atap”; bagi SD yang memiliki fasilitas mencukupi didorong untuk membuka lembaga TK yang terintegrasi dengan SD (TK-SD Satu Atap) melalui subsidi pembiayaan secara kompetitif.
Ø Peningkatan Mutu, Relevansi, dan Daya Saing.
Peningkakan mutu, relevansi, dan
daya saing PAUD akan dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan berikut:
Pengembangan menu generik pembelajaran dan penilaian merupakan kegiatan yang
menyangkut pengembangan kurikulum, khususnya materi bahan ajar, model-model
pembelajaran, dan penilaian. Pengembangan disesuaikan dengan tahap-tahap
perkembangan anak didik, perkembangan ilmu pengetahuan, budaya, estetika, dan
etika, peningkatan kualitas dan kreativitas peserta didik dan pendidik PAUD. Termasuk
dalam kegiatan ini ialah pengembangan proses pembelajaran melalui pengadaan
alat belajar, alat bermain, dan alat pendidikan, serta penyelenggaraan
akreditasi khususnya untuk TK.
Muatan pendidikan pada anak-anak usia dini
ditekankan pada seluruh aspek kecerdasan termasuk emosi, mental, dan spiritual,
yang diarahkan pada penghayatan atas nilai-nilai dan karakter positif, serta
kesiapan masuk sekolah. Pengembangan program PAUD model sebagai rujukan bagi
pengembangan PAUD yang diselenggarakan oleh swasta yang kualitasnya masih di
bawah standar. Target pada tahun 2009 sekurang-kurangnya satu program PAUD
Model setiap kabupaten/kota. Peningkatan kapasitas institusi dan sumberdaya
penyelenggara dan satuan PAUD. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
manajemen secara efektif dan efisien, sehingga mampu memfasilitasi pertumbuhan
dan perkembangan anak secara optimal. Pengembangan tenaga pendidik dan
kependidikan PAUD. Pemerintah mentargetkan sekitar 59 ribu orang telah terlatih
sebagai tenaga pengelola dan pendidik PAUD, dan sebanyak lebih dari enam ribu
Guru, Kepala TK, dan Pembina akan mendapat pendidikan dan pelatihan sampai
dengan tahun 2009. Di samping itu, diberikan subsidi bagi tenaga pendidik PAUD
non-formal satu orang di setiap lembaga perintisan.
Ø Penguatan Tata Kelola, Akuntabilitas,
dan Pencitraan Publik
Peningkatan tata kelola,
akuntabilitas dan pencitraan publik di bidang PAUD diarahkan pada bagaimana
partisipasi masyarakat dalam melakukan kontrol dan evaluasi kinerja PAUD dapat
mengambil peran makin nyata dan efektif. Untuk itu akan dilakukan peningkatan
advokasi, sosialisasi/pemasyarakatan dan pembudayaan pentingnya PAUD kepada
orangtua, masyarakat dan pemerintah daerah.
Penyediaan data dan sistem informasi
PAUD, serta peningkatan kerja sama stakeholder pendidikan, merupakan faktor
pendukung untuk membangun kesamaan persepsi, pencitraan yang positif, dan
kebersamaan tanggung jawab dalam pengelolaan PAUD yang akuntabel. Setelah di
baca saduran di atas, mungkin kita dapat melihat keseriusan pemerintah dalam
hal ini DEPDIKNAS dalam mempersiapkan generasi kuat sesuai dengan potensi yang
di miliki oleh masing-masing anak Indonesia, meskipun pendidikan orang tua
sendiri tidak kalah pentingnya atas perkembangan putra-putrinya di masa depan.
Semoga anak Indonesia menjadi lebih baik ke depannya.
C. Berbagai Macam Metode
Pendidikan
Bahan pelajaran agama tidak
diragukan lagi mengandung nilai-nilai bagi pembentukan pribadi muslim tetapi
kalau diberikan dengan cara yang kurang wajar misalnya anak disuruh menghafal
secara mekanis apa yang disampaikan oleh guru atau yang terdapat di dalam
buku-buku pelajaran, tidak mustahil akan timbul pada diri anak, murid merasa
tidak senang dengan guru agamanya.
Oleh karena itu, diperlukan metode
yang tepat untuk setiap jenis bahan memerlukan jenis belajar sendiri. Pada
umumnya dikenal jenis bahan dan jenis belajar yang sesuai dengannya. Bahan yang
memerlukan pengamatan. Pengetahuan yang dimiliki oleh anak pada umumnya
diperoleh melalui pengamatan/alat indera. Bahan pelajaran agama di Madrasah
Tsanawiyah pada umumnya dapat dipelajari melalui pengamatan melalui indera /
pengamatan (Sensory type of learning). Contoh pengetahuan tentang shalat dan
pelaksanaannya. Dengan mendengar uraian guru murid dapat mengetahui belai
indera pendengar, dan begitu juga dengan membaca maka indera penglihatan yang
berfungsi dari contoh di atas maka metode yang cocok adalah metode ceramah
metode resitasi atau metode proyek (dalam hal ini proyek tentang shalat).
Bahan yang memerlukan keterampilan
atau gerakan tertentu. Untuk mengusai bahan sejenis ini seseorang terutama
harus belajar secara motoris (motor type of learning) contoh bahan
pelajaran tentang jenazah (mengkafani jenazah) untuk mengusai keterampilan itu
guru harus memberi kesempatan kepada murid melakukan serangkaian kegiatan yang
berhubungan dengan gerakan-gerakan atau keterampilan mengukur, menggunting,
membungkus serta keterampilan membaca doa atau bacaan yang berhubungan dengan
jenazah.
Dari contoh di atas maka metode yang
relevan adalah metode demonstrasi dan drill.
Bahan
yang mengandung materi hafalan. Bahan pelajaran agama yang seperti ini
termasuk cukup banyak dan segera harus diketahui dan dihafalkan karena akan
digunakan dalam beribadah dan beramal untuk mempelajari bahan hafalan ini
diperlukan jenis belajar menghafal (memory type of learning). Belajar
dengan menghafal sering menimbulkan penyakit verbalisme yaitu anak tahu cara
penyebutan kata-kata, definisi dan sebagainya, tetapi tidak dipahami.
Untuk menghindari anak dari
penyakit tersebut perlu diperhatikan prinsip-prinsip berikut : Bahan yang akan
diajarkan hendaknya diusahakan agar dipahami benar-benar oleh anak. Dan Bahan
hafalan hendaknya merupakan suatu kebulatan jadi untuk materi hafalan metode
yang relevan adalah metode resitasi dan tanya jawab.
Bahan yang mengandung unsur emosi.
Bahan yang mengandung emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran,
kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis
belajar tersendiri yang disebut emosional type of learning, dibandingkan dengan
jenis belajar yang lain, jenis belajar emosi ini belum mendapat perhatian
sebagai mana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena jenis belajar ini
kurang dipahami dan pelaksanaannya tidak mudah. Contoh: akhlak terhadap diri
sendiri, bahan yang akan dipelajari adalah sabar, pemaaf, pemurah, dan menjauhi
sifat dendam untuk mencapai hal tersebut guru harus mengusahakan agar anak
memperoleh pengalaman sebanyak-banyak. Jadi
dengan menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan dan service project. Hal
yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaannya adalah harus ada pada anak suatu
ide tentang sifat sabar, pemaaf dan sebagainya. Timbul emosional pada diri
anak, yaitu ia merasa bahwa sifat itu baik atau tidak baik.
Metode metode yang dipakai dalam
pembelajaran pendidikan Agama Islam ada beberapa macam dan berikut
penjelasannya:
1.
Metode Ceramah
Metode Ceramah adalah metode yang boleh dikatakan metode tradisional, karena
sejak dulu metode ini telah dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan
antara guru dengan anak didik dalam proses belajar mengajar. Dapat dikatakan
juga sebaagai metode kuliah karena umumnya banyak dipakai di perguruan tinggi
dalam bahasa Inggris disebut lecturing method atau telling method. Nabi Muhamad
saw dalam memberikan pelajaran terhadap umatnya banyak mempergunakan metode
ceramah, disamping metode lainnya.
Langkah-langkah metode ceramah :
a.Persiapan
b.Pelaksanaan
c.Kesimpulan
Kelebihan metode ceramah :
-Guru
mudah menguasai kelas
-Mudah
mengorganisasikan tempat duduk/kelas
-Dapat
diikuti oleh jumlah siswa yg banyak
-Mudah
mempersiapkan dan melaksanakannya
-Guru
mudah menerangkan pelajaran dengan baik
Kelemahan metode ceramah:
-Mudah
menjadi verbalisme(pengertian kata-kata)
-Yang
Visual menjadi rugi , yang auditif(mendengar) besar menerimanya
-Bila
digunakan terlalu lama, membosankan
-Guru
menyimpulkan bahwa siswa mengerti dan tertarik pada ceramahnya, ini sukar
sekali
-Menyebabkan
siswa menjadi pasif.
Untuk memperbaiki metode ceramah ini; Kemukakan cerita atau visual yang
menarik, anekdot, cerita fiksi, kartun atau grafik atau buatlah kasus masalah
atau kemukakan suatu masalah di sekitar ceramah yang anda sampaikan.
2.
Metode Diskusi
Adalah
suatu cara penyajian/penyampaian bahan pelajaran, dimana pendidik memberikan
kesempatan kepada para peserta didik/kelompok-kelompok peserta didik untuk
mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan
atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas sesuatu masalah. Yang perlu
diperhatikan ialah hendaknya para peserta didik dapat berpartisipasi secara
aktif di dalam setiap forum diskusi agar bayak yang menyumbangkan pikirannya.
Metode ini membutuhkan berbagai
macam hal :
1.Menyediakan
bahan/topik atau masalah yang akan didiskusikan
2.Menyebutkan
pokok-pokok masalah yang akan dibahas atau memberikan penugasan
3.Menugaskan
siswa untuk menjelaskan, menganalisa dan meringkas.
4.Membimbing
diskusi, tidak memberikan ceramah
5.Sabar
terhadap kelompok yang tampak kebingungan atau berjalan dengan tidak menentu
6.Melatih
siswa dalam menghargai pendapat orang lain.
Model ini cocok digunakan siswa berada di tahap menengah atau tahap akhir
proses belajar. Di pelajaran normal atau magang, di perluasan pengetahuan yang
telah didiskusikan.
Jenis-Jenis Diskusi secara umum
v Whole Group; Kelas merupakan satu kelompok diskusi, whole group
yang ideal apabila jumlah Anggota kelompok tidak lebih dari 15
orang.
v Buzz Group:Satu kelompok besar dibagi atas beberapa kelompok kecil,
terdiri atas 4 atau 5 orang. Tempat duduk diatur agar peserta didik peserta
didik dapat bertukar pikiran dan berhadapan muka dengan mudah.
v Panel Diskusi;Sejumlah orang yang ditunjuk menyelenggarakan tugas
tertentu,misalnya;mengadili, mendiskusikan sesuatu dan sebagainya.
v Simposium;Berasal dari bahasa Yunani, yaitu symposium. Akar katanya
ialah Syn(bersama) dan posis(minuman) . Simposium artinya; Sekumpulan orang
minum dengan gembira bersama.
v Musyawarah; Berunding atau bertukar pikiran.
v Seminar.
v Forum.
v Kelompok tanpa pemimpin.
3.
Metode Eksperimen
Yang dimaksud dengan metode
eksperimen ialah apabila seseorang peserta didik melakukan sesuatu
percobaan setiap proses dan hasil percobaan itu diamati oleh setiap peserta
didik. Misalnya di bangku setiap peserta didik diletakkan segelas air kemudian
apa yang terjadi gula itu melarut dan menghilang di dalam air, sedangkan zatnya
tetap ada.
Metode eksperimen ini banyak sekali
dipakaikan orang semenjak zaman dahulu. Semua hasil-hasil penemuan baru banyak
yang diperdapat dengan jalan eksperimen. Dalam Islam pemakaian metode ini juga
sering digunakan dalam pelaksanaa pendidikan Agama. Nabi Muhamad dalam
mengajarkan masalah praktek ibadah juga memakai metode eksperimen ini.
Dalam suatu hadis pernah ditemui :
“Pada suatu hari Nabi sedang berada dalam masjid, tiba-tiba masuklah seorang
laki-laki bershalat. Kemudian ia menghadap Nabi seraya memberi salam. Setelah
Nabi menjawab salamnya lalu ia berkata :”Kembalilah dan shalat sekali lagi,
setelah selesai ia satang pula menghadap Nabi seraya memberi salam. Nabi
bersabda;Kembalilah dan shalat sekali lagi, karena engkau belum shalat.
[hal
itu sampai tiga kali].
Kemudian berkata laki-laki itu; Demi Allah, saya tidak pandai mengerjakan
shalat selain daripada itu , sebab itu ajarkanlah aku. Berkata nabi SAW.
Apabila engkau berdiri hendak mengerjakan shalat, hendaklah takbir, kemudian
bacalah apa yang mudah bagi engkau di antara Al-Quran, sudah itu rukulah hingga
tenang dalam rukuk itu, kemudian bangkitlah hingga tegak lurus kembali kemudian
sujudlah hingga tenang dalam sujud itu, kemudian bangkitlah sehingga tenang
dalam duduk, kemudian sujudlah kembali dan seterusnya [H.R. Bukhari].
Metode ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1-Dengan
metode eksperimen peserta didik dapat membuktikan sendiri hukum-hukum
dan teori yang berlaku.
2-Peserta
didik dapat pula dengan usahanya sendiri memenuhi hukum-hukum baru,
terutama yang berhubungan dengan hukum alam. Dengan metode eksperimen peserta
didik memiliki pengetahuan, pengalaman dan pengertian yang lebih jelas.
4.
Metode Demonstrasi
Istilah
demonstrasi dalam pengajaran dipakai untuk menggambarkan suatu cara mengajar
yang pada umumnya penjelasan verbal dengan suatu kerja fisik atau pengoperasian
peralatan barang atau benda. Dalam mengajarkan praktek-praktek agama, Nabi
Muhamad saw, sebagai pendidik agung banyak mempergunakan metode ini. Seperti
mengajarkan cara-cara wudhu’, shalat, haji dan sebagainya. Dalam suatu hadist
pernah Nabi menerangkan kepada umatnya, Sabda Rasulullah S.a.w.:
“Sembahyanglah
kamu sebagaimana kamu lihat aku
sembahyang. (H.R.
Bukhari).
Keuntungan Metode Demontrasi:
1-
Keaktifan peserta didik akan bertambah, lebih-lebih kalau peserta didik diikut
sertakan.
2-
Pengalaman peserta didik bertambah
3-
Pelajaran yang diberikan lebih tahan lama.
4-
Pengertian lebih cepat dicapai. Peserta didik dalam menanggapi suatu proses.
5-
Mengurangi kesalahan-kesalahan
6-
Pengajaran menjadi lebih jelas, lebih konkret dan lebih menarik.
Kelemahan metode demonstrasi :
1-
Metode ini membutuhkan kemampuan yang optimal dari pendidik untuk itu perlu
persiapan yang matang.
2-
Sulit dilaksanakan kalau tidak ditunjang oleh tempat, waktu dan peralatan
yang
cukup.
5.
Metode Pemberian Tugas
Metode ini menyajikan bahan dimana
guru memberikan tugas tertentu agar siswa melakukan kegiatan belajar. Metode
inidiberikan karena dirasakan bahan pelajaran terlalu banyak, sementara waktu
sedikit. Tugas ini tidak sama dengan pekerjaan rumah (PR), tetapi jauh lebih
luas.
Langkah-langkah yang harus diikuti
metode pemberian tugas adalah:
1)
Fase Pemberian Tugas
2)
Tujuan yang akan dicapai
3)
Jenis tugas yang jelas dan tepat sesuai dengan kemampuan siswa
4)
Ada petunjuk/sumber yang dapat membantu pekerjaan siswa
5)
Sediakan waktu yang cukup untuk untuk mengerjakan tugas tersebut
6)
Langkah Pelaksanaan Tugas
7)
Diberikan dorongan sehingga anak mau bekerja
8)
Diberikan bimbingan /pengawasan oleh guru
9)
Diusahakan/dikerjakan oleh siswa sendiri, tidak menyuruh orang lain
10)
Dianjurkan siswa mencatat hasil-hasil yang ia peroleh
11)
Fase mempertanggung jawabkan tugas
12)
Laporan siswa baik lisan/tertulis dari apa yang dikerjakannya
13)
Ada Tanya jawab/diskusi kelas
14)
Penilaian hasil pekerjaan siswa baik dengan tes maupun non tes
Kelebihan Metode ini adalah:
Ø Lebih
merangsang siswa dalam melakukan aktivitas belajar individual ataupun kelompok
Ø Dapat
mengembangkan kemandirian siswa diluar pengawasan guru
Ø Dapat
membina tanggung jawab dan disiplin siswa
Ø Dapat
mengembangkan kreativitas siswa
Kekurangannya adalah:
Ø Siswa
sulit dikontrol mengenai pengerjaan tugas khususnya tugas kelompok
Ø Sering
memberikan tugas yang monoton dapat menimbulkan kebosanan siswa
6.
Metode Sosiodrama
Adalah Cara mengajar yang memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan kegiatan memainkan peranan tertentu
yang terdapat dalam kehidupan masyarakat. Bahan-bahan yang mengandung unsur
emosi. Bahan yang mengandung emosi seperti kejujuran, keberanian, kesabaran,
kegembiraan, kasih sayang dan sebagainya. Bahan seperti ini memerlukan jenis
belajar tersendiri yang disebut emosional type of learning,
dibandingkan dengan jenis belajar yang lain, jenis belajar emosi ini belum mendapat
perhatian sebagai mana mestinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena jenis
belajar ini kurang dipahami dan pelaksanaannya tidak mudah. Contoh: akhlak
terhadap diri sendiri, bahan yang akan dipelajari adalah sabar, pemaaf,
pemurah, dan menjauhi sifat dendam untuk mencapai hal tersebut guru harus
mengusahakan agar anak memperoleh pengalaman sebanyak-banyak. Jadi dengan
menggunakan metode sosiodrama/bermain peranan dan service project.
Tujuan yang diharapkan dengan
penggunaan metode ini adalah:
>Siswa
terlatih berinisiatif dan kreatif.
>Dilatih
bekerjasama
>Bakat
yang terdapat pada siswa dapat dipupuk
>Bahasa
lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang baik agar mudah dipahami
oranglain.
Kekurangan Metode Sosiodrama:
Ø Sebagian
besar anak yang tidak ikut bermain drama menjadi kurang aktif
Ø Banyak
memakan waktu , baik waktu persiapan maupun pelaksanaan pertunjukan
Ø Memerlukan
tempat yang cukup luas jika bermain sempit menjadi kurang bebas
Ø Kelas
lain sering terganggu oleh suara para pemain dan penonton yang terkadang
bertepuk tangan dan berprilaku lainnya.
7.
Metode Drill
Metode
ini disebut juga metode training, merupakan suatu cara mengajar yang baik untuk
menanamkan kebiasaan-kebiasaan tertentu. Metode ini dapat digunakan juga untuk
memperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan dan keterampilan.
Kelebihan metode ini adalah:
Ø Memperoleh
kecakapan motorik seperti menulis, melafalkan huruf, kata-kata atau kalimat,
membuat alat-alat, menggunakan alat-alat(mesin permainan dan atletik) dan
terampil menggunakan peraralatan olahraga .
Ø Kecakapan
mental seperti dalam perkalian, penjumlahan, pengurangan, pembagian dsb.
Ø Pembentukan
kebiasaan yang dilakukan dan menambah ketepatan serta kecepatan pelaksanaan.
Gerakan yang kompleks dan rumit menjadi lebih otomatis.
Kekurangan metode Latihan:
>Menghambat
bakat dan inisiatif siswa, karena siswa diajak kepada penyesuaian dan diarahkan
jauh dari pengertian.
>Dapat
menimbulkan Verbalisme.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Marilah kita pahami makna
profesionalisme pendidikan dalam madrasah kita, pengembangan-pengembangan dalam
sistemnya, serta metode-metode yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan
tersebut agar kita dapat turut merasakan problema-problema pendidikan kita.
Dimasa depan abad 21,
sekolah-sekolah kita semakin memerlukan profesionalisme karena semakin banyak
permasalahan psikologis dan pedagogis yang harus diselesaikan dalam rangka
memperlancar proses belajar mengajar yang konsisten menuju tujuannya. Ide-ide baru
dari luar yang bermafaat harus kita terima sebagai bahan menetapkan strategi
pembinaan dan pengembangan madrasa-madrasah kita masa depan. Bilamana
masyarakat kita sedang bergerak kearah modernisasi berkat dampak IPTEK, maka
sekolah atau madrasah kita pun harus dapat mengakomodasikan aspirasi kemajuan
tersebuut dalam bentuk ( formulasi ) yang seirama dengan tuntutan kemajuan
masyarakat tersebut, bila tidak demikian , maka tunggulah kematiannya.
Profesionalisme yang berdasarkan keterbukaan dan kebijakan terhadap ide-ide
pembaharuan itulah yang akan mampu melestarikan eksistensi madrasah atau
sekolah kita.
Walau begitu tetap jangan
meninggalkan nilai-nilai lama yang menjadi pembeda antara pendidikan madrasah
dan yang lain nya,yaitu nilai-nilai agama islam yang luhur hingga bisa
menghasilkan insan yang berakhlakul karimah.
[1] Dr. H. Syaiful Sagala, M.Pd., Administrasi Pendidikan
Kontemporer, Bandung: CV. Alfabeta, 2000, hlm. 10.
[2] ] Muzayyin Arifin, Kapita Selekta
Pendidikan Islam, Bumi Aksara, Jakarta : 2009, hlm. 158
[3] Mujamil Qomar. Manajemen Pendidikan
Islam (Strategi Baru Pengelolaan Lembaga Pendidikan Islam), Erlangga, hlm. 129-141
[4] Yudistira dkk, Komite Sekolah, (Yogyakarta : Kikayat, 2008)hlm,
76-83
[5] Ibid hlm.151-152
Tidak ada komentar:
Posting Komentar