ANEKA
IMPLIKATUR YANG TERKANDUNG
DALAM TINDAK TUTUR PADA NOVEL GARUDA
DI DADAKU
KARYA SALMAN ARISTO
Nur
Ratna Yuni Astuti, Muhammad Rohmadi, dan Yant Mujiayanto
Program
Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
JPBS
FKIP Universitas Sebelas Maret
Alamat
Korespondensi: Mendungsari RT 05/RW III, Bulurejo,
Gondangrejo,
Karanganyar 57773
HP
081393930688/085642181042, email: cahaya_ratna43@yahoo.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan
menjelaskan: (1)
wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo; (2) aneka implikatur yang terkandung dalam tindak tutur pada novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo.
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Sumber data adalah data objektif berupa dokumen, yakni tuturan tokoh-tokoh dalam novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis/mengkaji/mencatat dokumen (content analysis). Uji validitas data menggunakan triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan model analisis jalinan atau
mengalir (flow model of analysis).
Hasil penelitian: (1) wujud tindak tutur yang mengandung implikatur
dalam novel Garuda di Dadaku karya
Salman Aristo, antara lain tindak tutur Representatif, Direktif, Ekspresif, Komisif, Deklarasi, dan tindak tutur perlokusi; (2) aneka implikatur yang terdapat dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo
berupa nilai moral/pembentukan karakter, sosial, religius, motivatif, politis,
psikologis, serta hal-hal positif lain yang dapat dijadikan sebagai teladan
hidup, baik dalam berperilaku atau bertutur kata, seperti tuturan yang
mengandung tindakan mengeluh, menyuruh, mengajak, meminta maaf, menyenangkan
orang lain, mengklaim, meminta izin, memberikan kepastian/alasan, pemberian
apresiasi, ketidaksukaan terhadap sesuatu, mengkritik, menyindir, perasaan
senang, humor, dan memberi nasihat.
Kata kunci:
tindak tutur, implikatur, nilai positif, novel, dan
garuda.
PENDAHULUAN
Bahasa
adalah alat yang paling utama
untuk berkomunikasi dan berinteraksi antarmanusia untuk berbagai tujuan. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan,
keinginan, perasaan, informasi, atau pesan kepada orang lain. Masyarakat sebagai pengguna bahasa dalam berkomunikasi
dengan orang lain menggunakan media yang berbeda-beda, yakni lisan, seperti percakapan,
pembacaan berita, berpidato, kegiatan diskusi/seminar, dan tulisan,
seperti media kertas/alat cetak, berbagai jenis tulisan,
baik yang berwujud karya fiksi, seperti karya sastra ataupun nonfiksi, seperti
biografi, naskah berita, naskah perjanjian, dan lain-lain. Hal-hal tersebut, dikatakan
sebagai aktivitas berbahasa.
Aktivitas
berbahasa hampir sama dengan aktivitas yang lain, maksudnya aktivitas itu akan
berjalan dengan baik jika manusia terlibat di dalamnya, terutama sebagai
penggunanya. Salah satu interdisipliner yang memperhatikan hal tersebut adalah
pragmatik. Pragmatik merupakan satu-satunya tataran ilmu yang turut
mempertimbangkan manusia sebagai pengguna bahasa. Aktivitas berbahasa merupakan
kegiatan yang menggunakan bahasa sebagai medianya, dengan tujuan untuk
menyampaikan suatu maksud/pesan/informasi pada orang lain. Di dalam berbahasa,
khususnya secara lisan, hal yang tampak dan dapat teramati dengan jelas adalah
tindak tutur yang disampaikan penutur pada lawan tuturnya sebagai wujud
aktivitas tersebut. Tindak tutur di dalamnya
tidak hanya mengandung tuturan penutur, tetapi ada hal
yang terkandung di balik tuturan tersebut.
Perlu diketahui juga
bahwa proses komunikasi tidak hanya ada pada tindak tutur yang disampaikan
secara lisan dari pembicara pada pendengarnya, yang wujudnya berupa
tuturan/ujaran, tetapi juga pada tindak tutur yang berbentuk tulisan dari penulis pada pembacanya, seperti
karya sastra, misalnya: prosa fiksi (cerpen, novel, roman), puisi, naskah
drama, teks berita, berbagai jenis media cetak, misalnya: koran, majalah,
buletin, dan lain-lain. Intinya, proses komunikasi yang terjadi melalui bahasa
(verbal) bisa terjadi apabila ada pemberi pesan, penerima pesan, dan pesan yang
disampaikan.
Dalam komunikasi ada
suatu hal yang dituturkan dan memiliki maksud tertentu, yang disebut tindak
tutur. Berikut definisi tindak tutur menurut pakar.
a.
Tindak tutur/tindak ujar (speech act) adalah “fungsi bahasa sebagai sarana penindak”
(Mulyana, 2005: 80).
b.
Tindak tutur adalah “produk dari suatu kalimat dalam
kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa yang
menentukan makna kalimat” (Rani, Arifin, dan Martutik, 2006: 166).
c.
Tindak tutur adalah “produk atau hasil dari suatu
kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi
linguistik yang dapat berwujud pernyataan, perintah, atau yang lainnya”
(Rohmadi, 2004: 83).
Berlandas tumpu pada beberapa beberapa definisi/konsep tindak
tutur/tindak ujar tersebut, Nurgiyantoro menambahkan:
Konsep
tersebut berangkat dari adanya kenyataan bahwa jika seseorang mengucapkan
kalimat-kalimat dalam percakapan yang dilakukan umumnya disertai oleh adanya peform acts yang berbeda-beda. Misalnya,
penampilan tindak ujar yang berupa penjelasan, pernyataan, permintaan,
perintah, dan sebagainya. Bagaimana dan apa wujud penampilan tindak ujar para
pelaku percakapan ditentukan oleh konteks percakapan itu sendiri yang tentunya
juga tergantung pada “keperluan” (1995: 317).
Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa
penyampaian tuturan penutur pada lawan tuturnya disesuaikan dengan tujuan
penyampaian tuturan meskipun bentuk tuturan menggunakan kalimat berbeda untuk
menyampaikan hal yang sama. Misalnya: “Nyalakanlah lampu itu!”, “Maukah kau
nyalakan lampu itu?”, atau “Ruangan ini sangat gelap”. Dari beberapa kalimat
tersebut dapat diketahui bahwa tujuan tuturan adalah sama yakni penutur
mengharapkan lawan tuturnya untuk menyalakan lampu agar ruangan di tempat
tersebut menjadi terang.
Tindak tutur memiliki
beberapa jenis. Searle (1969) mengemukakan bahwa secara pragmatis
setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang
penutur sebagai berikut.
1.
Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk
menyatakan sesuatu.
2.
Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang
pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
3.
Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang
pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur (Wijana dan Rohmadi,
2009: 20-23).
Lebih
lanjut lagi, Searle (1983) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam 5 macam
bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif, yakni sebagai
berikut.
1. Tindak tutur
representatif/asertif adalah bentuk tutur yang mengikat penuturnya akan
kebenaran proposisi yang diungkapkan.
2. Tindak tutur
direktif/impositif adalah bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk
membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di
dalam tuturan itu.
3. Tindak tutur
ekspresif adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau
menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan.
4. Tindak tutur
komisif adalah bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau
penawaran atau yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan
di dalam tuturannya.
5. Tindak tutur
deklarasi/isbati adalah bentuk tutur yang yang menghubungkan isi tuturan dengan
kenyataannya atau yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan,
dan sebagainya) yang baru (Rahardi, 2005: 36).
Berdasarkan beberapa
pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah segala sesuatu
yang dituturkan seseorang (lisan atau tertulis) pada orang lain sesuai dengan
konteksnya dan mempunyai maksud/tujuan tertentu. Tindak tutur tersebut dapat
dipahami oleh seseorang dengan baik, jika antara penutur dan lawan tutur
memiliki background knowledge yang
sama.
Dalam
proses komunikasi selalu ada pesan yang disampaikan, baik pesan yang tersurat
(eksplisit) maupun yang tersirat (implisit). Pesan tersurat lebih mudah
dipahami oleh penerima pesan daripada pesan tersirat karena pesan tersirat
dapat dipahami dan ditangkap maksud/maknanya setelah penerima pesan benar-benar
memahami konteks, teks, tujuan, dan maksud/makna dari pesan yang disampaikan.
Dalam ilmu pragmatik, maksud/makna yang berada dibalik suatu
tuturan/pesan/informasi yang disampaikan dinamakan implikatur.
Selaras
dengan hal
tersebut, Kridalaksana (1992) mengungkapkan:
Implikatur atau penyiratan merupakan konsep yang mengacu
pada sesuatu yang diimplikasikan oleh sebuah tuturan yang tidak dinyatakan
secara eksplisit oleh tuturan. Sementara itu, hubungan antara tuturan dengan
yang disiratkan tidak bersifat tematis, tetapi kaitan keduanya hanya didasarkan
pada latar belakang pengetahuan yang mendasari kedua proposisinya (Wijana dan
Rohmadi, 2009: 119).
Terkait dengan
implikatur, Rohmadi berpendapat:
Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan
sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Pemahaman terhadap
implikatur akan lebih mudah jika penulis atau penutur dan pembaca atau lawan
tutur telah berbagi pengalaman. Pengalaman dan pengetahuan yang dimaksud di
sini adalah pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai konteks tuturan yang
melingkupi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh penulis (2004: 113).
Terkait dengan
pendapat tersebut, Hasibuan menambahkan bahwa secara kenyataan penutur sering mengucapkan
tuturan dalam bentuk yang berbeda dengan tindak tutur yang dimaksudkan ketika
berkomunikasi dengan lawan tuturnya. Misalnya, penutur bermaksud meminta,
tetapi mengekspresikannya melalui bentuk pertanyaan, sehingga terdapat
perbedaan antara yang diucapkan dengan yang dimaksudkan. (Logat Jurnal
Ilmu-ilmu Bahasa dan Sastra, 2005). Hal seperti itulah dinamakan implikatur
tuturan. Oleh karena itu, secara tidak langsung implikatur berada di balik
tuturan tersebut. Dengan demikian, dapat diambil suatu pengertian secara umum bahwa
implikatur merupakan makna atau maksud yang terselubung yang disampaikan penutur
melalui tindak tuturnya.
Seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa media dalam komunikasi bahasa tulis
salah satunya dapat dilihat dan diketahui dari berbagai karya sastra. Sastra
merupakan salah satu hasil dari kerja seni kreatif untuk mengungkapkan ide,
pengalaman, kritik, harapan, keinginan, ekspresi diri, dan lain-lain. Sastra
itu ada karena diciptakan oleh seseorang, dan penciptaan sastra bertujuan untuk
dinikmati dan diambil manfaatnya oleh orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa dijumpai berbagai hal dalam perjalanan hidup, baik yang
berupa hal-hal yang tampak atau tidak, yang bermanfaat bagi diri sendiri atau
tidak, ataupun hal-hal yang dapat diperoleh dari dunia nyata ataupun imajinasi, seperti
sastra. Dalam karya sastra terdapat banyak hal yang hendak
disampaikan oleh kreator sastra pada pembacanya, dan biasanya hal tersebut
bersifat implisit/tersirat sehingga pembaca dapat mengambil suatu manfaat yang
terkandung di dalamnya jika teliti membacanya. Hal seperti itulah yang dapat
dikatakan sebagai implikatur dalam karya sastra.
Dalam kajian ini, yang menjadi sumber data adalah novel, yakni Garuda di Dadaku yang mengandung aneka implikatur dari tindak tutur tokoh-tokoh
di dalam cerita, terutama implikatur yang output-nya berupa nilai-nilai atau hal-hal
bermanfaat yang dapat dijadikan sebagai teladan hidup, yang kemudian dapat dikaji dan diimplementasikan dalam kehidupan. Berikut
contoh tuturannya.
Belum sampai undakan terbawah tangga, Bayu terkejut
melihat ibunya membawa kue tart dengan hiasan lilin angka 12 menyala di
atasnya.
Eh, apa nih? Tanya Bayu dalam hati.
Ibu mengecup pipi Bayu. “Selamat ulang tahun, Sayang,”
ucap Ibu tulus.
Bayu pun tersenyum senang. Ya ampun ulang tahun sendiri
sampai lupa! Dia menatap kakeknya yang terkekeh sambil memeluk Bayu.
“Kamu pikir ... pasti Kakek lupa, ya? Inget kursus saja? Ndak mungkin Kakek lupa, punya cucu cuma
satu mana mungkin lupa!” (Garuda di
Dadaku, 2009: 17).
Contoh
tersebut mengandung implikatur berupa nilai edukatif yang berwujud nilai
moral/pembentukan karakter, yakni kasih sayang dan perhatian yang diberikan
oleh seorang ibu pada anaknya, kasih sayang, perhatian, dan kesetiaan seorang
kakek terhadap cucunya; nilai sosial, yakni pengorbanan sang kakek pada cucunya
agar menjadi orang sukses, dalam hal ini sang kakek berkorban dalam hal tenaga,
waktu, dan biaya untuk mengikutsertakan cucunya ke tempat les. Dari pengkajian implikatur
yang mengandung nilai-nilai positif
yang diperoleh dari pengkajian novel Garuda di
Dadaku tersebut, pada akhirnya
diperoleh hal bermanfaat, yang kemudian dapat diimplementasikan oleh para
pembaca dalam kehidupan sehari-hari, khususnya para siswa. Hal ini selaras
dengan Kompetensi Dasar pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk membaca dan/atau
menganalisis karya sastra yang berupa novel.
Berdasarkan
hal-hal yang dipaparkan dalam latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam
penelitian ini sebagai berikut. (1) Bagaimanakah
wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo?
(2) Bagaimana aneka implikatur yang terkandung
dalam tindak tutur pada novel Garuda
di Dadaku karya Salman
Aristo?
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah
untuk menemukan dan menjelaskan (1) wujud
tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo,
dan (2) aneka implikatur yang terkandung dalam tindak tutur pada novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo.
METODE
PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode
deskriptif kualitatif. Sumber data adalah data objektif berupa dokumen, yakni tuturan tokoh-tokoh dalam novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis/mengkaji/mencatat dokumen (content analysis). Uji validitas data menggunakan triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan model analisis jalinan atau
mengalir (flow model of analysis).
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Wujud Tindak Tutur yang
Mengandung Implikatur dalam Novel Garuda
Di Dadaku Karya Salman Aristo
a. Tindak tutur ilokusi
1)
Representatif
Berdasarkan
data yang
ada, diketahui bahwa
tindak representatif digunakan penutur untuk mengutarakan sesuatu dengan bentuk
tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran proposisi yang diungkapkan. Dalam
hal ini, kekuatan tuturan yang menggunakan tindak ini berada pada isi tuturan
penutur. Jadi, tuturan ini digunakan untuk meyakinkan lawan tutur. Berikut contohnya.
(1)”Astagfirullah!” Bayu terbangun. Untuk
beberapa saat, Bayu seperti baru tiba dari sebuah dunia yang berbeda.
Ditatapnya tirai jendela berwarna nila yang sudah lama tak diganti. Jemari
fajar mencoba menerobos lewat sela-sela tirai itu. (Data 1, GdD, 2009: 11)
Tuturan
tersebut termasuk dalam tindak tutur representatif (menyatakan) karena tuturan
Bayu tidak hanya sekadar menuturkan “Astagfirullah”
yang menggambarkan Bayu dalam keadaan kaget setelah bangun tidur akibat mimpi
buruk, tetapi juga menunjukkan bahwa Bayu mempunyai keyakinan yang kuat pada
agama yang dianut. Jadi, Bayu tidak menuturkan tuturan yang kurang baik, tetapi
menuturkan kalimat Toyyibah ketika ia mengalami hal tidak wajar/buruk.
2)
Direktif
Jika
melihat data, dapat diketahui bahwa tuturan yang menggunakan tindak direktif dimaksudkan
penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan sesuai
dengan isi tuturan yang disampaikan. Jadi, semakin besar kekuatan tuturan untuk
meyakinkan dan memengaruhi lawan tutur maka tindak lanjut yang diberikan akan sesuai dengan
harapan penutur. Berikut contoh tuturannya yang diambil dari novel.
(2)Heri
memperhatikan Bayu yang masih takjub. “Ulang tahun lo ke-12 bisa pas sama final
Liga Remaja! Makanya hari ini, lupain
semua larangan Kakek lo soal bola! Ok?!” (Data 2, GdD, 2009: 27)
Tuturan
(2) tersebut termasuk ke dalam tindak tutur direktif (menyarankan) karena
ucapan Heri pada Bayu bertujuan menghibur Bayu agar melupakan sejenak
ketidaksukaan kakeknya pada sepak bola agar hari ulang tahun Bayu saat itu menjadi
moment berharga. Dalam hal ini, Heri telah mengetahui bahwa Kakek Usman tidak
setuju kalau Bayu bermain sepak bola meskipun masa depannya dapat diraih
melalui cara tersebut sehingga Bayu merasa sedih. Namun sebagai sahabat, Heri berusaha
menunjukkan rasa perhatian, kepedulian, dan kasih sayangnya pada Bayu melalui
saran yang diberikan.
3)
Ekspresif
Berdasarkan
data tindak tutur ekspresif, diketahui bahwa tuturan yang menggunakan tindak
ekspresif berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur
terhadap suatu keadaan. Melalui isi tuturan itulah keadaan psikologis atau
kejiwaan penutur dapat diamati oleh lawan tutur. Contoh:
(3)Ibu mengecup
pipi Bayu. “Selamat ulang tahun, Sayang,”
ucap Ibu tulus. (Data 3, GdD, 2009: 17)
Tuturan
(3) tersebut termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif (mengucapkan selamat)
karena tuturan ibu Bayu pada Bayu dimaksudkan untuk mengucapkan selamat pada
perayaan ulang tahun Bayu ke-12. Tuturan tersebut tak lain sebagai wujud kasih
sayang dan perhatian Ibu kepada Bayu sehingga membuat Bayu merasa senang dan
bahagia pada hari ulang tahun yang ia lupakan.
Tuturan
tersebut
bertujuan untuk mengucapkan selamat pada seseorang tentu ditunjukkan dengan
kondisi psikologis penutur berupa perasaan senang dan bahagia. Hal tersebut
akan sangat tampak apabila tuturan didukung dengan konteks yang benar-benar
menunjukkan kondisi tersebut. Misalnya, pada tuturan tersebut disampaikan ketika lawan tutur
berulang tahun maka tuturan disampaikan dengan ucapan tersebut.
Hal tersebut
akan berbeda efeknya
jika tuturan seseorang disampaikan pada orang lain yang sukses
dalam pertandingan/kompetisi, seperti “selamat ya, semoga sukses terus ke depannya”, seseorang yang
menyapa orang lain, seperti “selamat pagi
pak, selamat siang bu”, atau ucapan selamat pada seseorang yang
menikah,
seperti “selamat menempuh hidup baru ya”.
4)
Komisif
Tindak
tutur komisif dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk menyatakan janji,
penawaran, atau sesuatu yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan sesuatu
sesuai isi tuturan yang disampaikan. Berikut contoh tuturannya.
a)
“Ya ..., paling
latihan di lapangan tempat gue biasa latihan,” usul Bayu.
Heri menatap balik Bayu, “Itu lapangan
bulu tangkis. Bukan lapangan bola. Lo mau latihan dribbling apa latihan smash? Ini
serius, Bay!”
(4)“Saye bakal bantuin! Saye tahu ada banyak
yang bagus. Lafangan doang, sih, khatam!”
(Data 4, GdD, 2009: 51)
Tuturan
(4) tersebut termasuk tindak tutur komisif (menyatakan kesanggupan) karena
tuturan Bang Duloh menunjukkan kesediaannya untuk membantu mereka mencarikan lapangan
sebagai tempat Bayu latihan sepak bola, selain itu Bang Duloh juga sebagai
teman setia yang selalu menemani dan menjaga mereka. Jadi, tuturan tersebut
menyiratkan bentuk kepedulian, perhatian, dan rasa setia kawan Bang Duloh pada
Bayu dan Heri.
Tuturan
tersebut bermaksud
untuk menyampaikan kesanggupan penutur untuk melakukan suatu hal sesuai isi
tuturan. Kesanggupan tersebut tak lain sebagai wujud janji penutur pada lawan
tuturnya untuk melakukan sesuatu sebagai tindak lanjut dari tuturan yang disampaikan.
Jadi, kekuatan tuturan terletak pada seberapa besar pengaruh tuturan bagi lawan
tuturnya.
5)
Deklarasi
Tindak
tutur deklarasi dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk menyampaikan tuturan yang
bertujuan menciptakan hal (status, keadaan) yang baru. Berikut
contoh tuturannya.
a)
“Tugas sejarah,
Kek. Pas hari pertama masuk sudah harus dikumpulkan. Jadi, mesti cepat-cepat
dikerjakan,” potong Heri.
“Tugasnya soal riwayat hidup
seniman-seniman hebat Indonesia. Kayak Raden Saleh ...,” sambung Bayu.
“Ismail Marzuki,” tambah Heri.
(5)“Ya sudah. Jangan pulang kemaleman!” kata
Kakek Usman setengah tidak percaya. (Data 5, GdD, 2009: 25)
Tuturan (5) tersebut termasuk dalam tindak tutur
deklarasi (mengabulkan) karena tuturan Kakek Usman pada Bayu bermaksud untuk
memberikan izin pada Bayu untuk menyelesaikan tugas sekolah di luar rumah
dengan Heri, meskipun Kakek Usman tidak yakin dengan alasan Bayu dan Heri.
Pemberian izin tersebut menyiratkan suatu bentuk kepedulian, kasih sayang, dan
pengorbanan Kakek Usman pada cucunya agar cucunya menjadi orang sukses.
Tuturan
tersebut
bertujuan untuk mengabulkan atau memenuhi permintaan penutur terhadap sesuatu.
Tujuan tuturan ini tak lain untuk menciptakan efek senang bagi lawan tutur.
Kekuatan tuturan terletak pada isi dan ekspresi penyampaian tuturan dari
penutur sehingga sikap saling terbuka dan menerima diperlukan dalam pemanfaatan
tuturan ini.
b.
Tindak tutur perlokusi
Tindak
tutur perlokusi dapat mempengaruhi lawan tutur, misalnya melakukan hal sesuai
dengan isi tuturan, dan dapat menghasilkan efek bagi lawan tutur, seperti rasa senang, bahagia, tenang, gembira, puas,
optimis, lega. Contoh:
1)
(6)“Biar gimana, Kakek tetep bener, Bay. Soal
bakat senimu itu ....” (Data6, GdD, 2009: 125)
(7)“Tapi, seniman bola! Giringanmu itu, lho!
Bikin jantung Kakek hampir copot! Hehehe! Edhan tenan!” (Data 7, GdD, 2009:
125)
Tindak
tutur (6) dan (7) tersebut termasuk dalam tindak tutur perlokusi karena izin,
dukungan, dan motivasi yang diberikan oleh Kakek Usman pada Bayu diharapkan
bisa membuat Bayu senang dan yakin dengan usahanya untuk menggapai cita-cita
besarnya. Dengan hal tersebut, Kakek Usman berharap pada Bayu untuk terus
melanjutkan semua usaha demi mewujudkan impiannya.
Tuturan
tersebut mengandung tindak perlokusi karena tuturan penutur bertujuan untuk
mempengaruhi lawan tutur dan berefek pada tindakan/keadaan yang akan
dilakukan/terjadi pada lawan tutur. Melalui tuturan tersebut, suatu pengaruh
dapat ditanamkan pada diri lawan tutur sehingga tujuan penutur untuk
menyampaikan tuturannya tersebut bisa berjalan efektif tanpa mengurangi
keberterimaan maksud tuturan yang diterima lawan tutur.
Aneka Implikatur yang
Terkandung dalam Tindak Tutur pada Novel Garuda
di Dadaku Karya Salman Aristo
a. Nilai moral/pembentukan karakter
Segala bentuk tuturan dan tindakan dapat dikatakan
mengandung nilai moral/pembentukan karakter apabila tuturan tersebut
menampilkan kebajikan, kemanfaatan horizontal, terfokus pada diri penutur, dan
berwujud akhlak yang baik, seperti kejujuran, kesetiaan, kepatuhan, dan sikap menghormati
sesama. Selain itu, ada juga nilai moral negatif untuk membentengi diri dari
hal negative yang dapat merugikan diri
sendiri dan orang lain. Berikut contoh tuturannya.
“Itu lukisan siapa? Jangan bohong!”
Suara Ibu pelan tapi tegas.“
Bayu menunduk. “Itu lukisan teman Bayu. Ceritanya
panjang, Bu.” (GdD, 2009: 103)
Implikatur yang terkandung dalam
tuturan tersebut berupa nilai moral, yakni kejujuran Bayu pada ibunya dengan berkata
sejujur-jujurnya kalau lukisan yang dibawa Bayu pulang bukan karya Bayu
melainkan karya teman Bayu. Meskipun Bayu mengetahui konsistensi dari
perbuatannya itu, yakni ibunya akan marah, tetapi ia tetap berkata jujur agar
ibunya mau mendukung cita-citanya. Dengan kejujuran Bayu, ibunya pun maklum
demi tercapainya impian Bayu.
“Hari
pertama latihan udah loyo, mending main halma aja sama temen lo itu,” ledek
Benni. (GdD, 2009: 82)
Heri melemparkan semangat. “Jangan
didengerin! Ntar tambah gede kepalanya, terus jadi susah pake topi. Kasihan,
kan, dia? Pemanasan aja dulu!”
Implikatur
yang terkandung dalam tuturan berupa nilai moral negatif, yakni ketidaksukaan
dan kebencian Benni pada Bayu yang dirasakan menjadi saingan berat dalam
seleksi nasional nanti. Benni yang merasakan hal tersebut selalu mengejek Bayu
agar menjadi pesimis untuk meneruskan niatnya. Karena kuatnya tekad dan
keinginan Bayu, ia tak menghiraukan ledekan Benni, meskipun hal itu juga
membuat Bayu merasa sakit hati dan emosinya bangkit.
b. Nilai sosial
Tuturan
dan tindakan seseorang dapat dinilai mengandung nilai sosial jika berwujud
kebajikan horizontal, berdimensi sosial yang kental, dan berguna untuk orang
lain, misalnya rela berkorban, kedermawanan, gigih memperjuangkan keadilan,
rasa setia kawan, perhatian, kepedulian, menyayangi sesama. Contoh:
“Antar
aku ke rumah sakit, Bu. Aku mau nungguin Kakek sampe bangun,” pinta Bayu.
(GdD, 2009: 111)
Implikatur
yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai sosial, yakni perhatian,
kepedulian, pengabdian, kasih sayang, dan pengorbanan Bayu pada kakeknya yang
sakit di rumah sakit. Hal ini ditunjukkan dengan keinginan Bayu untuk menunggu
kakeknya sampai sadar. Selain sebagai wujud cintanya pada sang kakek, Bayu
melakukannya untuk menebus kesalalahan pada kakeknya.
c.
Nilai religius
Tuturan
seseorang dapat dikatakan mengandung nilai religius jika menampilkan kebajikan dan
hubungan vertical dengan Tuhan, seperti kebajikan yang terkait dengan keimanan dan
menunjukkan kedekatan hati dan rasa cinta pada Tuhan, misalnya kekhusyukan
beribadah, berdoa, berusaha mendapatkan ridha-Nya, rasa takut berbuat dosa, atau
menghindari kemusyrikan. Contohnya:
“Alhamdulillah!”
ucap Bang Dulloh. (GdD, 2009: 76)
Implikatur
yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai religius, yakni kesungguhan
dan keyakinan yang kuat dari Bang Duloh terhadap agama yang dianut. Ia
menuturkan kalimat itu sebagai wujud syukur dan rasa bahagia yang ia rasakan
ketika sahabatnya, Bayu, telah lolos seleksi masuk SSB Arsenal melalui jalur
beasiswa. Jadi, Bang Duloh selalu mengucapkan kalimat tersebut ketika ia memperoleh
nikmat/anugerah dari Tuhan sebagai ucapan terima kasih.
d.
Nilai motivatif
Tuturan
seseorang dianggap mengandung implikatur berupa nilai motivatif apabila
menunjukkan suatu motivasi, dukungan, tantangan, dorongan, dan semangat, baik
internal maupun eksternal, dan juga tuturan yang mengandung nasihat,
pengarahan, bujukan terhadap sesuatu untuk mempengaruhi lawan tutur agar
melakukan hal baik sesuai keinginan penutur. Berikut contoh tuturannya.
“Jangan
terlalu senang dulu. Kalo mau ikut seleksi nasional U-13, kerja harus lebih
keras lagi. Tim seleksi PSSI sudah bakal keliling SSB seluruh Indonesia,”
kata Pak Johan. (GdD, 2009: 76)
Implikatur
yang terkandung dalam tindak tutur tersebut berupa nilai motivatif, yakni
tantangan dan arahan dari Pak Johan agar Bayu tetap berusaha jika ingin lolos
seleksi nasional. Hal ini diberitahukan oleh Pak Johan karena mengetahui Bayu
ingin menjadi pemain nasional, dan ia pun ingin membantu Bayu mewujudkan
mimpinya. Ucapan Pak Johan itu telah memotivasi Bayu.
e. Nilai politis
Tuturan
seseorang dapat dikatakan mengandung nilai politis jika tuturan tersebut
menggambarkan masuknya nilai-nilai yang menyangkut masalah kenegaraan,
nasionalisme, ataupun patriotisme, baik yang bersifat lokal maupun nasional,
seperti kecintaan dan kebanggaan pada daerah/negara sendiri, pembelaan dan
dukungan terhadap kemenangan suatu daerah/negara, atau memperjuangkan berbagai
hal terkait dengan bidang kehidupan di daerah/negara tersebut, yang bertujuan
mengangkat martabat dan mengharumkan nama daerah atau negara di hadapan daerah/negara
lain. Berikut contoh tuturannya.
“Heh, Tur ..., lo mending jadi pemain
Singapur aja! Nggak ada pemain kayak gue di Singapur! Muke lo juga lebih pantes
main di Singapur!” ledek Benni.
Arthur langsung berhenti dan menarik pundak
Benni, “Heh! Gue itu orang Indonesia!
Nggak bakal gue tuker sama apa pun! Lo mungkin yang harus mikir ganti warga
negara! Lo kayaknya yang bukan orang Indonesia!” (GdD, 2009: 87)
Implikatur
yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai politis, khususnya tentang
patriotisme (nilai patriotisme), yakni kecintaan dan kebanggaan Arthur sebagai
WNI dan sampai kapan pun ia akan berjuang untuk Indonesia dan mengharumkan nama
Indonesia di mata dunia, misalnya dengan sepak bola dan ia tidak akan menukar rasa
cinta dan bangganya pada Indonesia dengan hal lain meskipun harus dibayar
dengan pengorbanan yang tidak mudah.
f.
Nilai psikologis
Tuturan
seseorang dapat dikatakan mengandung nilai psikologis jika tuturan tersebut
terkait dengan aspek-aspek kejiwaan dalam diri seseorang, seperti sikap
menginspirasi, menguatkan jiwa, saling mengingatkan hal-hal positif
antarsesama, atau memberikan pengarahan dan pelajaran yang bermakna untuk
menjadikan pribadi seseorang menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi
kemaslahatan orang banyak. Berikut contoh tuturannya.
1)
“Lari dari masalah itu tidak baik. Cuma bikin
masalah baru,” kata ayah Zahra memetik pengalaman hidupnya. (GdD, 2009:
110)
Implikatur
yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai psikologis yang terkait
dengan aspek-aspek kejiwaan, yakni suatu penguatan jiwa dalam diri seseorang.
Hal ini ditunjukkan dengan nasihat ayah Zahra yang menyatakan kalau lari dari
masalah itu tidak baik. Yang dimaksudkan oleh ayah Zahra adalah Bayu berbuat
tidak jujur pada Kakek Usman yang melarang bermain bola, justru diabaikan
hingga lolos seleksi, yang akhirnya berimbas buruk bagi Bayu. Jadi, tuturan
ayah Zahra memberikan penguatan jiwa bagi semua orang agar tidak pernah lari
dari masalah, tetapi menghadapinya dengan lapang.
g.
Mengeluh
Tuturan seseorang mengandung keluhan jika berwujud ketidaksukaan,
kesedihan, ataupun kekecewaan karena kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan
harapan sehingga timbul rasa kesal, tidak puas, atau kecewa. Contoh:
“Ulangan
gue dapet jelek, Her,” lapor Bayu sedih. (GdD, 2009: 53)
Tuturan
tersebut mengandung implikatur berupa tindakan mengeluh, yakni keluhan Bayu
yang ditunjukkan pada Heri karena memperoleh nilai jelek untuk ulangannya.
Meskipun tuturan tersebut tidak terlihat adanya keluhan, tetapi tuturan
tersebut sebenarnya mengandung keluhan dan kesedihan Bayu yang ingin ia
sampaikan pada Heri. Keluhan tersebut tidak seharusnya dilakukan Bayu, tetapi
usaha dan belajar yang seharusnya ia lakukan agar memperoleh hasil lebih baik.
h.
Menyuruh
Segala
bentuk tuturan dikatakan mengandung suruhan/perintah apabila tuturan penutur
bermaksud untuk menyuruh/memerintah lawan tuturnya agar melakukan hal sesuai
dengan isi tuturan atau yang diinginkan penutur. Contoh:
“Udah lama kamu ndak mijet Kakek.” (GdD,
2009: 65)
Untuk
tuturan tersebut mengandung suatu perintah dari penutur yang harus dilakukan
lawan tuturnya secara halus, yakni Kakek Usman mengatakan pada Bayu kalau
cucunya sudah lama tidak memijat kakeknya. Melalui hal tersebut, lawan tutur
(Bayu) memahami maksud tuturan kalau sebenarnya kakeknya menyuruhnya untuk
memijat badan yang sudah mulai melemah itu.
i.
Mengajak
Tuturan seseorang dinilai mengandung implikatur
berupa ajakan apabila isi tuturan mengandung
ajakan/tindakan mengajak apabila penyampaian tuturan dimaksudkan secara jelas
dan mengandung unsur ajakan penutur agar lawan tuturnya mau melakukan hal
sesuai isi tuturan atau kehendak penutur. Contoh:
Kali ini, Heri dan Bayu tidak mengejar.
Mereka berbalik arah. Terdengar sayup-sayup suara Heri, “Kita mesti cari tempat latihan yang oke!” (GdD, 2009: 50)
Dalam tuturan tersebut, ajakan disampaikan oleh Heri
pada Bayu untuk mulai mencari lapangan/tempat yang bisa digunakan Bayu untuk
latihan sebelum seleksi masuk SSB Arsenal melalui jalur beasiswa dimulai.
Ajakan tersebut dimaksudkan Heri untuk membantu meringankan beban Bayu dalam
mewujudkan cita-citanya. Dengan ajakan tersebut, penutur berharap agar lawan
tutur mau mengikuti permintaan/ajakan penutur untuk melakukan suatu hal.
j.
Meminta maaf
Suatu
tuturan dianggap mengandung implikatur berupa permintaan maaf apabila isi tuturan penyampaian tuturan diikuti dengan tuturan yang
menunjukkan kesungguhan penutur untuk tidak melakukan hal/tindakan seperti
sebelumnya dan mampu membuat lawan tutur merasa senang, lega, nyaman, dan
bersedia memaafkan kesalahan penutur/orang yang bermaksud meminta maaf. Contoh:
“Bayu juga nggak bakal bohong lagi. Pokoknya
apa aja, asal Kakek senang. Nggak sakit lagi.” (GdD, 2009: 124)
Tuturan
tersebut bertujuan untuk meminta maaf, yakni ditandai dengan janji Bayu pada
kakeknya untuk tidak mengulangi tindakan ketidakjujurannya pada kakeknya
sehingga kakeknya menjadi terkejut dan sakit. Permintaan maaf Bayu jug
diperkuat dengan janji Bayu untuk melakukan apa saja untuk membuat kakeknya
bisa sembuh seperti semula. Melalui tuturan itulah, Kakek Usman pun memaklumi
kondisi dan memaafkan kesalahan cucunya.
k.
Menyenangkan orang lain
Suatu tuturan mengandung implikatur untuk
menyenangkan orang lain jika tuturan menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan
dapat membuat lawan tuturnya menjadi senang dan nyaman setelah mengetahui maksud
tuturan. Contoh:
“Pijatanmu enak banget. Ndak percuma kamu
lahir sungsang. Orang sungsang itu pasti pinter mijet!” (GdD, 2009: 65)
Tuturan tersebut mengandung
implikatur untuk menyenangkan orang lain karena tuturan Kakek Usman yang memuji
pijatan Bayu dimaksudkan untuk menyenangkan hati Bayu yang memperhatikan
kondisi kakeknya dengan membantu memijat bahu kakeknya. Oleh karena itu, Bayu
merasa senang/puas.
l.
Mengklaim
Suatu
tuturan dapat dinilai mengandung tindakan untuk mengklaim orang lain apabila tuturan penutur berwujud perkataan yang sekiranya dapat membuat
lawan tutur menjadi kurang senang atau tidak nyaman dengan hal itu. Contoh:
Di dalam mobil, Bayu menatap Heri kesal.
“Gue kira lo lupa!” tudingnya. (GdD,
2009: 25)
Heri tertawa. Di samping pahanya ada toa
mini. “Nggak, dong. Gue udah beli tiketnya, nih! Final Liga Remaja
se-Indonesia!” Heri mengayun-ayunkan sebuah tiket ke arah Bayu.
Untuk
tuturan tersebut, tindakan mengklaim dilakukan Bayu pada Heri yang sebelumnya
berjanji untuk mengajak Bayu menonton pertandingan bola sebagai hadiah ulang
tahun Bayu dari Heri. Tindakan ini ditujukan pada Heri karena kedatangan Heri
saat itu terlambat dan tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga Bayu menganggap
Heri lupa pada janji yang disepakati sebelumnya.
m. Meminta izin
Suatu
tuturan dikatakan mengandung implikatur berupa permintaan izin apabila tuturan berupa permintaan izin yang dilakukan oleh penutur agar
lawan tuturnya dapat memenuhi permintaan dan mengabulkan izin dari penutur.
Contoh:
Mau ke mana?”
tanya Kakek Usman.
“Ada tugas sekolah, Kek,” jawab Bayu.
“(GdD, 2009: 24)
Dalam tuturan tersebut
permintaan izin dilakukan Bayu pada kakeknya agar diperbolehkan pergi untuk
menyelesaikan tugas sekolah. Meskipun tuturan itu tidak menuturkan permintaan
izin secara langsung, tetapi tuturan itu dimaksudkan Bayu untuk memperoleh izin
dari kakeknya sehingga ia tidak melakukannya dengan diam-diam dan dapat
melakukan sesuatu dengan baik.
n.
Memberikan alasan/kepastian/meyakinkan
Tuturan
seseorang dapat dianggap mengandung implikatur berupa pemberian
alasan/kepastian/untuk meyakinkan apabila tuturan yang
disampaikan oleh penutur dimaksudkan agar lawan tuturnya menjadi terpengaruh,
yakin, dan mendukung hal yang disarankan oleh penutur sehingga lawan tuturnya
akan merasa yakin dan semakin mantap untuk melakukan hal tersebut. Contoh:
“Arsenal. Gila! Ini bener-bener spesial, Bay,”
sorak Heri sambil mencubit Bayu dengan keras. (GdD, 2009: 31)
Tuturan
tersebut dimaksudkan Heri untuk meyakinkan Bayu agar bersedia menerima tawaran
Pak Johan yang baru mereka kenal saat itu untuk bergabung di SSB Arsenal.
Karena Heri mengetahui kehebatan Arsenal maka ia meyakinkan Bayu untuk menerima
tawaran tersebut agar menjadi pemain sepak bola yang hebat.
o.
Pemberian apresiasi
Suatu
tuturan dinilai mengandung implikatur berupa pemberian apresiasi pada orang
lain jika isi tuturan yang disampaikan penutur
merupakan anggapan seseorang terhadap hal tidak biasa yang dilakukan orang lain,
pemberian ucapan selamat/penghargaan atas kemenangan, kesuksesan, atau
keberhasilan dalam suatu bidang tertentu yang diraih orang lain, atau pemberian
ucapan terima kasih pada seseorang yang telah membantu sesama. Berikut contoh
tuturannya.
Bayu
gembira, lalu memegang tas dagangan ibunya. “Wah ..., laku banyak, ya, Bu?” tanya Bayu berusaha agar Kakek
melupakan obrolan tadi. (GdD, 2009: 52)
Untuk tuturan
tersebut, apresiasi diwujudkan dengan ucapan “Wah ..., laku banyak, ya, Bu?” yang
dituturkan Bayu pada ibunya. Pemberian apresiasi tersebut diberikan Bayu
setelah melihat dagangan ibunya yang berupa kaset motivasi tinggal sedikit.
Jadi, secara tidak langsung Bayu ingin mengucapkan ‘selamat’ atas kerja keras
dan keberhasilan ibunya saat itu.
p.
Ketidaksukaan terhadap sesuatu
Tuturan seseorang dianggap
mengandung implikatur berupa ketidaksukaan terhadap sesuatu jika disampaikan dengan tuturan yang menolak, tidak sependapat, atau
tidak suka dengan saran atau tindakan orang lain. Contoh:
“Pemain
bola itu ndak mutu! Ndak elit! Kerja, kok, cuma nendang bola! Sekarang katanya
pakai dibayar mahal! Terus kalau kena cedera, mau apa?! Edhan semua!”
Kakek Usman meneruskan gerundelannya sambil melangkah ke arah pintu. (GdD,
2009: 39)
Untuk tuturan tersebut,
ketidaksukaan ditunjukkan oleh Kakek Usman pada sepak bola. Hal ini dikarenakan
pengalaman pahit yang telah dialami oleh ayah Bayu ketika masih hidup yang
menggemari sepak bola dan hidupnya menjadi miskin. Karena hal itulah, Kakek
Usman melarang Bayu bermain bola.
q.
Mengkritik
Tuturan dapat
dikatakan mengandung implikatur berupa kritikan apabila tuturan penutur dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan dalam diri lawan
tutur agar mampu memperbaiki kekurangannya sehingga bisa lebih baik. Contoh:
“Gimana, sih, lo tadi terlalu ke dalam
mainnya. Terlalu ke tengah! Jadinya lo nggak ngegolin,” protes Heri. (GdD,
2009: 137)
Tutura tersebut juga
menunjukkan kritikan Heri setelah Bayu mengikuti pertandingan sebagai penentu
lolos tidaknya menjadi pemain nasional U-13. Kritikan itu diberikan Heri karena
melihat Bayu ketika bertanding di lapangan posisinya terlalu ke tengah sehingga
tidak bisa mencetak gol secara langsung.
r.
Menyindir
Suatu
tuturan dapat dinilai mengandung implikatur berupa sindiran apabila isi tuturan
menunjukkan sikap tidak senang dengan sikap atau hal yang dilakukan oleh lawan
tuturnya. Sindiran bisa berupa kritikan atau ejekan. Contoh:
“Tuh,
kan ..., tadi katenye berani. Sekarang, ciut kayak kerupuk kena aer.
Dibilangin lebih gampang pas die di rumah,” sindir Bang Duloh melihat kelakuan
Heri (GdD, 2009: 40)
Sindiran tersebut diberikan Bang Duloh setelah
melihat Heri yang kurang bersemangat dan takut menemui Bayu untuk memberikan
informasi tentang seleksi sepak bola. Sindiran itu dimaksudkan Bang Duloh agar
Heri bersemangat seperti semula untuk membantu Bayu bisa mengikuti seleksi tersebut.
s.
Perasaan senang
Suatu tuturan dapat
dianggap mengandung implikatur berupa perasaan senang
yang dirasakan oleh penutur dan ingin ditunjukkan pada lawan tuturnya apabila
isi tuturan menggunakan kata-kata yang ringan, bersemangat, santai, atau berupa
ungkapan senang penutur yang ingin ditunjukkan pada orang lain. Contoh:
“Sekolah,
sih, biasa. Gitu-gitu aja. Yang asyik, di
sekolah gue sekarang ada tambahan pelajaran ngelukisnya.” (GdD, 2009: 130)
Tuturan tersebut berupa
perasaan senang yang ditunjukkan Zahra ketika Heri menanyakan tentang
sekolahnya yang baru. Zahra merasa senang dan puas karena di sekolah barunya
memiliki pelajaran melukis seperti yang ia inginkan sejak dulu. Dengan tuturan tersebut,
lawan tutur pun juga ikut merasa senang.
t.
Humor
Tuturan seseorang
dinilai mengandung implikatur berupa humor jika isi tuturan
bertujuan untuk menciptakan suasana
yang akrab dan santai, mencairkan suasana yang tegang, dan membuat arus
komunikasi menjadi nyaman. Contoh:
“Hahaha,
mau nyari lapangan bola, malah masuk sarang macan,” kata Heri begitu masuk
mobil. (GdD, 2009: 55)
Tuturan tersebut humor
diciptakan Heri setelah bersama-sama Bang Duloh dan Bayu menemukan tempat sepi,
luas, dan berumput yang dikira tidak ada penghuninya karena ada bangunan reyot
di dekatnya, ternyata dihuni sekelompok preman yang terlihat ganas. Karena
salah tempat itulah, Heri mengatakan “mau
nyari lapangan bola, malah masuk sarang macan” untuk mengurangi ketakutan
dan ketegangan yang dialami oleh mereka bertiga saat itu.
u.
Memberi nasihat
Suatu tuturan
dikatakan mengandung implikatur berupa pemberian nasihat jika isi tuturan dapat
membuat lawan tuturnya mau mematuhi dan menjalankan
sesuatu sesuai isi nasihat untuk menciptakan hal lebih baik. Contoh:
“Jangan ada yang bercanda! Konsentrasi!”
teriak Pak Johan. (Data GdD, 2009: 88)
Tuturan tersebut
berupa nasihat yang diberikan Pak Johan pada anak-anak didiknya saat berlatih di
lapangan agar tidak bercanda dan tetap konsentrasi sehingga kegiatan yang mereka
lakukan bisa bermanfaat bagi perjalanan hidup dan kesuksesan mereka, khususnya
terkait dengan persepakbolaan.
SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan
uraian sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1. Wujud tindak tutur yang mengandung
implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya
Salman Aristo, antara lain tindak tutur representatif, direktif, ekspresif,
komisif, deklarasi, dan tindak tutur perlokusi.
2. Aneka implikatur yang terdapat dalam
novel Garuda di Dadaku karya Salman
Aristo berupa nilai moral/pembentukan karakter, sosial, religius, motivatif,
politis, psikologis, serta hal-hal positif lain yang dapat dijadikan sebagai
teladan hidup, seperti tuturan yang mengandung tindakan mengeluh, menyuruh,
mengajak, meminta maaf, menyenangkan orang lain, mengklaim, meminta izin,
memberikan kepastian/alasan, pemberian apresiasi, ketidaksukaan terhadap
sesuatu, mengkritik, menyindir, perasaan senang, humor, dan memberi nasihat.
Berdasarkan
hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, saran yang dapat dberikan
sebagai berikut.
1.
Pemakai bahasa dalam lingkup wacana tulis yang
menggunakan tuturan dengan implikatur di dalamnya, hendaknya menggunakan
pernyataan yang tidak menimbulkan banyak interpretasi sehingga isi tuturan
dapat dimengerti oleh banyak pihak dan
penyampaian informasi dapat berlangsung efektif.
2.
Peneliti implikatur yang akan
melakukan penelitian berikutnya, hendaknya dapat menggunakan objek penelitian
yang berbeda untuk memperkaya dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan,
khususnya dalam bidang pragmatik.
3.
Para peneliti yang tertarik dengan kajian pragmatik,
hendaknya dapat melakukan penelitian pada fitur-fitur lain dalam kajian
pragmatik.
4.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian
berikutnya, khususnya terkait dengan
implikatur.
DAFTAR PUSTAKA
Aristo, S. 2009. Garuda di Dadaku. Bandung: DAR! Mizan.
Hasibuan, N. H. 2005. “Perangkat
Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa (Data Bahasa Mandailing)”. Logat: Jurnal Ilmu Ilmu Bahasa dan Sastra. Tahun ke-1, No. 2: 87–95. [Online] Tersedia di http://usupress.usu.ac.id.
Diakses pada 10 Maret 2012.
Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana:
Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nurgiyantoro,
B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Rani, A., Arifin,
B., & Martutik. 2006. Analisis Wacana
Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Rahardi, R. K. 2005. Pragmatik:
Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Rohmadi, M. 2004. Pragmatik:
Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.
Wijana, I. D. P. & Rohmadi, M. 2009. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar