Jumat, 29 Agustus 2014

ANEKA IMPLIKATUR YANG TERKANDUNG DALAM TINDAK TUTUR PADA NOVEL GARUDA DI DADAKU



ANEKA IMPLIKATUR YANG TERKANDUNG
DALAM TINDAK TUTUR PADA NOVEL GARUDA DI DADAKU
KARYA SALMAN ARISTO

Nur Ratna Yuni Astuti, Muhammad Rohmadi, dan Yant Mujiayanto
Program Studi Pendidikan Bahasa Indonesia
JPBS FKIP Universitas Sebelas Maret

Alamat Korespondensi: Mendungsari RT 05/RW III, Bulurejo,
Gondangrejo, Karanganyar 57773
HP 081393930688/085642181042, email: cahaya_ratna43@yahoo.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menjelaskan: (1) wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo; (2) aneka implikatur yang terkandung dalam tindak tutur pada novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data adalah data objektif berupa dokumen, yakni tuturan tokoh-tokoh dalam novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis/mengkaji/mencatat dokumen (content analysis). Uji validitas data menggunakan triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan model analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis). Hasil penelitian: (1) wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo, antara lain tindak tutur Representatif, Direktif, Ekspresif, Komisif, Deklarasi, dan tindak tutur perlokusi; (2) aneka implikatur yang terdapat dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo berupa nilai moral/pembentukan karakter, sosial, religius, motivatif, politis, psikologis, serta hal-hal positif lain yang dapat dijadikan sebagai teladan hidup, baik dalam berperilaku atau bertutur kata, seperti tuturan yang mengandung tindakan mengeluh, menyuruh, mengajak, meminta maaf, menyenangkan orang lain, mengklaim, meminta izin, memberikan kepastian/alasan, pemberian apresiasi, ketidaksukaan terhadap sesuatu, mengkritik, menyindir, perasaan senang, humor, dan memberi nasihat.


Kata kunci: tindak tutur, implikatur, nilai positif, novel, dan garuda.   

PENDAHULUAN
Bahasa adalah alat yang paling utama untuk berkomunikasi dan berinteraksi antarmanusia untuk berbagai tujuan. Bahasa dapat digunakan untuk menyampaikan ide, gagasan, keinginan, perasaan, informasi, atau pesan kepada orang lain. Masyarakat sebagai pengguna bahasa dalam berkomunikasi dengan orang lain menggunakan media yang berbeda-beda, yakni lisan, seperti percakapan, pembacaan berita, berpidato, kegiatan diskusi/seminar, dan tulisan, seperti media kertas/alat cetak, berbagai jenis tulisan, baik yang berwujud karya fiksi, seperti karya sastra ataupun nonfiksi, seperti biografi, naskah berita, naskah perjanjian, dan lain-lain. Hal-hal tersebut, dikatakan sebagai aktivitas berbahasa.
Aktivitas berbahasa hampir sama dengan aktivitas yang lain, maksudnya aktivitas itu akan berjalan dengan baik jika manusia terlibat di dalamnya, terutama sebagai penggunanya. Salah satu interdisipliner yang memperhatikan hal tersebut adalah pragmatik. Pragmatik merupakan satu-satunya tataran ilmu yang turut mempertimbangkan manusia sebagai pengguna bahasa. Aktivitas berbahasa merupakan kegiatan yang menggunakan bahasa sebagai medianya, dengan tujuan untuk menyampaikan suatu maksud/pesan/informasi pada orang lain. Di dalam berbahasa, khususnya secara lisan, hal yang tampak dan dapat teramati dengan jelas adalah tindak tutur yang disampaikan penutur pada lawan tuturnya sebagai wujud aktivitas tersebut. Tindak tutur di dalamnya tidak hanya mengandung tuturan penutur, tetapi ada hal yang terkandung di balik tuturan tersebut.
Perlu diketahui juga bahwa proses komunikasi tidak hanya ada pada tindak tutur yang disampaikan secara lisan dari pembicara pada pendengarnya, yang wujudnya berupa tuturan/ujaran, tetapi juga pada tindak tutur yang berbentuk tulisan dari penulis pada pembacanya, seperti karya sastra, misalnya: prosa fiksi (cerpen, novel, roman), puisi, naskah drama, teks berita, berbagai jenis media cetak, misalnya: koran, majalah, buletin, dan lain-lain. Intinya, proses komunikasi yang terjadi melalui bahasa (verbal) bisa terjadi apabila ada pemberi pesan, penerima pesan, dan pesan yang disampaikan.
Dalam komunikasi ada suatu hal yang dituturkan dan memiliki maksud tertentu, yang disebut tindak tutur. Berikut definisi tindak tutur menurut pakar.
a.       Tindak tutur/tindak ujar (speech act) adalah “fungsi bahasa sebagai sarana penindak” (Mulyana, 2005: 80).
b.      Tindak tutur adalah “produk dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi bahasa yang menentukan makna kalimat” (Rani, Arifin, dan Martutik, 2006: 166).
c.       Tindak tutur adalah “produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari komunikasi linguistik yang dapat berwujud pernyataan, perintah, atau yang lainnya” (Rohmadi, 2004: 83).
Berlandas tumpu pada beberapa beberapa definisi/konsep tindak tutur/tindak ujar tersebut, Nurgiyantoro menambahkan:
Konsep tersebut berangkat dari adanya kenyataan bahwa jika seseorang mengucapkan kalimat-kalimat dalam percakapan yang dilakukan umumnya disertai oleh adanya peform acts yang berbeda-beda. Misalnya, penampilan tindak ujar yang berupa penjelasan, pernyataan, permintaan, perintah, dan sebagainya. Bagaimana dan apa wujud penampilan tindak ujar para pelaku percakapan ditentukan oleh konteks percakapan itu sendiri yang tentunya juga tergantung pada “keperluan” (1995: 317).

Dari pendapat tersebut dapat diketahui bahwa penyampaian tuturan penutur pada lawan tuturnya disesuaikan dengan tujuan penyampaian tuturan meskipun bentuk tuturan menggunakan kalimat berbeda untuk menyampaikan hal yang sama. Misalnya: “Nyalakanlah lampu itu!”, “Maukah kau nyalakan lampu itu?”, atau “Ruangan ini sangat gelap”. Dari beberapa kalimat tersebut dapat diketahui bahwa tujuan tuturan adalah sama yakni penutur mengharapkan lawan tuturnya untuk menyalakan lampu agar ruangan di tempat tersebut menjadi terang.
Tindak tutur memiliki beberapa jenis. Searle (1969) mengemukakan bahwa secara pragmatis setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur sebagai berikut.
1.    Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu.
2.    Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dipergunakan untuk melakukan sesuatu.
3.    Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur (Wijana dan Rohmadi, 2009: 20-23).
Lebih lanjut lagi, Searle (1983) menggolongkan tindak tutur ilokusi ke dalam 5 macam bentuk tuturan yang masing-masing memiliki fungsi komunikatif, yakni sebagai berikut.
1.    Tindak tutur representatif/asertif adalah bentuk tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran proposisi yang diungkapkan.
2.    Tindak tutur direktif/impositif adalah bentuk tutur yang dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar si mitra tutur melakukan tindakan yang disebutkan di dalam tuturan itu.
3.    Tindak tutur ekspresif adalah bentuk tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan.
4.    Tindak tutur komisif adalah bentuk tutur yang berfungsi untuk menyatakan janji atau penawaran atau yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan apa yang disebutkan di dalam tuturannya.
5.    Tindak tutur deklarasi/isbati adalah bentuk tutur yang yang menghubungkan isi tuturan dengan kenyataannya atau yang dimaksudkan penuturnya untuk menciptakan hal (status, keadaan, dan sebagainya) yang baru (Rahardi, 2005: 36).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa tindak tutur adalah segala sesuatu yang dituturkan seseorang (lisan atau tertulis) pada orang lain sesuai dengan konteksnya dan mempunyai maksud/tujuan tertentu. Tindak tutur tersebut dapat dipahami oleh seseorang dengan baik, jika antara penutur dan lawan tutur memiliki background knowledge yang sama.
Dalam proses komunikasi selalu ada pesan yang disampaikan, baik pesan yang tersurat (eksplisit) maupun yang tersirat (implisit). Pesan tersurat lebih mudah dipahami oleh penerima pesan daripada pesan tersirat karena pesan tersirat dapat dipahami dan ditangkap maksud/maknanya setelah penerima pesan benar-benar memahami konteks, teks, tujuan, dan maksud/makna dari pesan yang disampaikan. Dalam ilmu pragmatik, maksud/makna yang berada dibalik suatu tuturan/pesan/informasi yang disampaikan dinamakan implikatur.
Selaras dengan hal tersebut, Kridalaksana (1992) mengungkapkan:
Implikatur atau penyiratan merupakan konsep yang mengacu pada sesuatu yang diimplikasikan oleh sebuah tuturan yang tidak dinyatakan secara eksplisit oleh tuturan. Sementara itu, hubungan antara tuturan dengan yang disiratkan tidak bersifat tematis, tetapi kaitan keduanya hanya didasarkan pada latar belakang pengetahuan yang mendasari kedua proposisinya (Wijana dan Rohmadi, 2009: 119).

Terkait dengan implikatur, Rohmadi berpendapat:
Implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Pemahaman terhadap implikatur akan lebih mudah jika penulis atau penutur dan pembaca atau lawan tutur telah berbagi pengalaman. Pengalaman dan pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai konteks tuturan yang melingkupi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh penulis (2004: 113).
Terkait dengan pendapat tersebut, Hasibuan menambahkan bahwa secara kenyataan penutur sering mengucapkan tuturan dalam bentuk yang berbeda dengan tindak tutur yang dimaksudkan ketika berkomunikasi dengan lawan tuturnya. Misalnya, penutur bermaksud meminta, tetapi mengekspresikannya melalui bentuk pertanyaan, sehingga terdapat perbedaan antara yang diucapkan dengan yang dimaksudkan. (Logat Jurnal Ilmu-ilmu Bahasa dan Sastra, 2005). Hal seperti itulah dinamakan implikatur tuturan. Oleh karena itu, secara tidak langsung implikatur berada di balik tuturan tersebut. Dengan demikian, dapat diambil suatu pengertian secara umum bahwa implikatur merupakan makna atau maksud yang terselubung yang disampaikan penutur melalui tindak tuturnya.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya bahwa media dalam komunikasi bahasa tulis salah satunya dapat dilihat dan diketahui dari berbagai karya sastra. Sastra merupakan salah satu hasil dari kerja seni kreatif untuk mengungkapkan ide, pengalaman, kritik, harapan, keinginan, ekspresi diri, dan lain-lain. Sastra itu ada karena diciptakan oleh seseorang, dan penciptaan sastra bertujuan untuk dinikmati dan diambil manfaatnya oleh orang lain.
Dalam kehidupan sehari-hari, senantiasa dijumpai berbagai hal dalam perjalanan hidup, baik yang berupa hal-hal yang tampak atau tidak, yang bermanfaat bagi diri sendiri atau tidak, ataupun hal-hal yang dapat diperoleh dari dunia nyata ataupun imajinasi, seperti sastra. Dalam karya sastra terdapat banyak hal yang hendak disampaikan oleh kreator sastra pada pembacanya, dan biasanya hal tersebut bersifat implisit/tersirat sehingga pembaca dapat mengambil suatu manfaat yang terkandung di dalamnya jika teliti membacanya. Hal seperti itulah yang dapat dikatakan sebagai implikatur dalam karya sastra.
Dalam kajian ini, yang menjadi sumber data adalah novel, yakni Garuda di Dadaku yang mengandung aneka implikatur dari tindak tutur tokoh-tokoh di dalam cerita, terutama implikatur yang output-nya berupa nilai-nilai atau hal-hal bermanfaat yang dapat dijadikan sebagai teladan hidup, yang kemudian dapat dikaji dan diimplementasikan dalam kehidupan. Berikut contoh tuturannya.
Belum sampai undakan terbawah tangga, Bayu terkejut melihat ibunya membawa kue tart dengan hiasan lilin angka 12 menyala di atasnya.
Eh, apa nih? Tanya Bayu dalam hati.
Ibu mengecup pipi Bayu. “Selamat ulang tahun, Sayang,” ucap Ibu tulus.
Bayu pun tersenyum senang. Ya ampun ulang tahun sendiri sampai lupa! Dia menatap kakeknya yang terkekeh sambil memeluk Bayu.
“Kamu pikir ... pasti Kakek lupa, ya? Inget kursus saja? Ndak mungkin Kakek lupa, punya cucu cuma satu mana mungkin lupa!” (Garuda di Dadaku, 2009: 17).
Contoh tersebut mengandung implikatur berupa nilai edukatif yang berwujud nilai moral/pembentukan karakter, yakni kasih sayang dan perhatian yang diberikan oleh seorang ibu pada anaknya, kasih sayang, perhatian, dan kesetiaan seorang kakek terhadap cucunya; nilai sosial, yakni pengorbanan sang kakek pada cucunya agar menjadi orang sukses, dalam hal ini sang kakek berkorban dalam hal tenaga, waktu, dan biaya untuk mengikutsertakan cucunya ke tempat les. Dari pengkajian implikatur yang mengandung nilai-nilai positif yang diperoleh dari pengkajian novel Garuda di Dadaku tersebut, pada akhirnya diperoleh hal bermanfaat, yang kemudian dapat diimplementasikan oleh para pembaca dalam kehidupan sehari-hari, khususnya para siswa. Hal ini selaras dengan Kompetensi Dasar pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk membaca dan/atau menganalisis karya sastra yang berupa novel.
Berdasarkan hal-hal yang dipaparkan dalam latar belakang masalah maka perumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut. (1) Bagaimanakah wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo? (2) Bagaimana aneka implikatur yang terkandung dalam tindak tutur pada novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo?
Berdasarkan perumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan dan menjelaskan (1) wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo, dan (2) aneka implikatur yang terkandung dalam tindak tutur pada novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo.



METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data adalah data objektif berupa dokumen, yakni tuturan tokoh-tokoh dalam novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara menganalisis/mengkaji/mencatat dokumen (content analysis). Uji validitas data menggunakan triangulasi teori. Teknik analisis data menggunakan model analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis).

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Wujud Tindak Tutur yang Mengandung Implikatur dalam Novel Garuda Di Dadaku Karya Salman Aristo
a.    Tindak tutur ilokusi
1)   Representatif
Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa tindak representatif digunakan penutur untuk mengutarakan sesuatu dengan bentuk tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran proposisi yang diungkapkan. Dalam hal ini, kekuatan tuturan yang menggunakan tindak ini berada pada isi tuturan penutur. Jadi, tuturan ini digunakan untuk meyakinkan lawan tutur. Berikut contohnya.
(1)Astagfirullah!” Bayu terbangun. Untuk beberapa saat, Bayu seperti baru tiba dari sebuah dunia yang berbeda. Ditatapnya tirai jendela berwarna nila yang sudah lama tak diganti. Jemari fajar mencoba menerobos lewat sela-sela tirai itu. (Data 1, GdD, 2009: 11)
Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur representatif (menyatakan) karena tuturan Bayu tidak hanya sekadar menuturkan “Astagfirullah” yang menggambarkan Bayu dalam keadaan kaget setelah bangun tidur akibat mimpi buruk, tetapi juga menunjukkan bahwa Bayu mempunyai keyakinan yang kuat pada agama yang dianut. Jadi, Bayu tidak menuturkan tuturan yang kurang baik, tetapi menuturkan kalimat Toyyibah ketika ia mengalami hal tidak wajar/buruk.
2)   Direktif
Jika melihat data, dapat diketahui bahwa tuturan yang menggunakan tindak direktif dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan sesuai dengan isi tuturan yang disampaikan. Jadi, semakin besar kekuatan tuturan untuk meyakinkan dan memengaruhi lawan tutur maka tindak lanjut yang diberikan akan sesuai dengan harapan penutur. Berikut contoh tuturannya yang diambil dari novel.
 (2)Heri memperhatikan Bayu yang masih takjub. “Ulang tahun lo ke-12 bisa pas sama final Liga Remaja! Makanya hari ini, lupain semua larangan Kakek lo soal bola! Ok?!” (Data 2, GdD, 2009: 27)
Tuturan (2) tersebut termasuk ke dalam tindak tutur direktif (menyarankan) karena ucapan Heri pada Bayu bertujuan menghibur Bayu agar melupakan sejenak ketidaksukaan kakeknya pada sepak bola agar hari ulang tahun Bayu saat itu menjadi moment berharga. Dalam hal ini, Heri telah mengetahui bahwa Kakek Usman tidak setuju kalau Bayu bermain sepak bola meskipun masa depannya dapat diraih melalui cara tersebut sehingga Bayu merasa sedih. Namun sebagai sahabat, Heri berusaha menunjukkan rasa perhatian, kepedulian, dan kasih sayangnya pada Bayu melalui saran yang diberikan.
3)   Ekspresif
Berdasarkan data tindak tutur ekspresif, diketahui bahwa tuturan yang menggunakan tindak ekspresif berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Melalui isi tuturan itulah keadaan psikologis atau kejiwaan penutur dapat diamati oleh lawan tutur. Contoh:
 (3)Ibu mengecup pipi Bayu. “Selamat ulang tahun, Sayang,” ucap Ibu tulus. (Data 3, GdD, 2009: 17)
Tuturan (3) tersebut termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif (mengucapkan selamat) karena tuturan ibu Bayu pada Bayu dimaksudkan untuk mengucapkan selamat pada perayaan ulang tahun Bayu ke-12. Tuturan tersebut tak lain sebagai wujud kasih sayang dan perhatian Ibu kepada Bayu sehingga membuat Bayu merasa senang dan bahagia pada hari ulang tahun yang ia lupakan.
Tuturan tersebut bertujuan untuk mengucapkan selamat pada seseorang tentu ditunjukkan dengan kondisi psikologis penutur berupa perasaan senang dan bahagia. Hal tersebut akan sangat tampak apabila tuturan didukung dengan konteks yang benar-benar menunjukkan kondisi tersebut. Misalnya, pada tuturan tersebut disampaikan ketika lawan tutur berulang tahun maka tuturan disampaikan dengan ucapan tersebut. Hal tersebut akan berbeda efeknya jika tuturan seseorang disampaikan pada orang lain yang sukses dalam pertandingan/kompetisi, seperti selamat ya, semoga sukses terus ke depannya”, seseorang yang menyapa orang lain, seperti “selamat pagi pak, selamat siang bu”, atau ucapan selamat pada seseorang yang menikah, seperti selamat menempuh hidup baru ya”.
4)      Komisif
Tindak tutur komisif dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk menyatakan janji, penawaran, atau sesuatu yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan sesuatu sesuai isi tuturan yang disampaikan. Berikut contoh tuturannya.
a)         “Ya ..., paling latihan di lapangan tempat gue biasa latihan,” usul Bayu.
Heri menatap balik Bayu, “Itu lapangan bulu tangkis. Bukan lapangan bola. Lo mau latihan dribbling apa latihan smash? Ini serius, Bay!”
(4)Saye bakal bantuin! Saye tahu ada banyak yang bagus. Lafangan doang, sih, khatam!” (Data 4, GdD, 2009: 51)
Tuturan (4) tersebut termasuk tindak tutur komisif (menyatakan kesanggupan) karena tuturan Bang Duloh menunjukkan kesediaannya untuk membantu mereka mencarikan lapangan sebagai tempat Bayu latihan sepak bola, selain itu Bang Duloh juga sebagai teman setia yang selalu menemani dan menjaga mereka. Jadi, tuturan tersebut menyiratkan bentuk kepedulian, perhatian, dan rasa setia kawan Bang Duloh pada Bayu dan Heri.
Tuturan tersebut bermaksud untuk menyampaikan kesanggupan penutur untuk melakukan suatu hal sesuai isi tuturan. Kesanggupan tersebut tak lain sebagai wujud janji penutur pada lawan tuturnya untuk melakukan sesuatu sebagai tindak lanjut dari tuturan yang disampaikan. Jadi, kekuatan tuturan terletak pada seberapa besar pengaruh tuturan bagi lawan tuturnya.
5)      Deklarasi
Tindak tutur deklarasi dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk menyampaikan tuturan yang bertujuan menciptakan hal (status, keadaan) yang baru. Berikut contoh tuturannya.
a)         “Tugas sejarah, Kek. Pas hari pertama masuk sudah harus dikumpulkan. Jadi, mesti cepat-cepat dikerjakan,” potong Heri.
“Tugasnya soal riwayat hidup seniman-seniman hebat Indonesia. Kayak Raden Saleh ...,” sambung Bayu.
“Ismail Marzuki,” tambah Heri.
(5)Ya sudah. Jangan pulang kemaleman!” kata Kakek Usman setengah tidak percaya. (Data 5, GdD, 2009: 25)
Tuturan (5) tersebut termasuk dalam tindak tutur deklarasi (mengabulkan) karena tuturan Kakek Usman pada Bayu bermaksud untuk memberikan izin pada Bayu untuk menyelesaikan tugas sekolah di luar rumah dengan Heri, meskipun Kakek Usman tidak yakin dengan alasan Bayu dan Heri. Pemberian izin tersebut menyiratkan suatu bentuk kepedulian, kasih sayang, dan pengorbanan Kakek Usman pada cucunya agar cucunya menjadi orang sukses.
Tuturan tersebut bertujuan untuk mengabulkan atau memenuhi permintaan penutur terhadap sesuatu. Tujuan tuturan ini tak lain untuk menciptakan efek senang bagi lawan tutur. Kekuatan tuturan terletak pada isi dan ekspresi penyampaian tuturan dari penutur sehingga sikap saling terbuka dan menerima diperlukan dalam pemanfaatan tuturan ini.
b.    Tindak tutur perlokusi
Tindak tutur perlokusi dapat mempengaruhi lawan tutur, misalnya melakukan hal sesuai dengan isi tuturan, dan dapat menghasilkan efek bagi lawan tutur, seperti rasa senang, bahagia, tenang, gembira, puas, optimis, lega. Contoh:
1)        (6)Biar gimana, Kakek tetep bener, Bay. Soal bakat senimu itu ....” (Data6, GdD, 2009: 125)
(7)Tapi, seniman bola! Giringanmu itu, lho! Bikin jantung Kakek hampir copot! Hehehe! Edhan tenan!” (Data 7, GdD, 2009: 125)
Tindak tutur (6) dan (7) tersebut termasuk dalam tindak tutur perlokusi karena izin, dukungan, dan motivasi yang diberikan oleh Kakek Usman pada Bayu diharapkan bisa membuat Bayu senang dan yakin dengan usahanya untuk menggapai cita-cita besarnya. Dengan hal tersebut, Kakek Usman berharap pada Bayu untuk terus melanjutkan semua usaha demi mewujudkan impiannya.
Tuturan tersebut mengandung tindak perlokusi karena tuturan penutur bertujuan untuk mempengaruhi lawan tutur dan berefek pada tindakan/keadaan yang akan dilakukan/terjadi pada lawan tutur. Melalui tuturan tersebut, suatu pengaruh dapat ditanamkan pada diri lawan tutur sehingga tujuan penutur untuk menyampaikan tuturannya tersebut bisa berjalan efektif tanpa mengurangi keberterimaan maksud tuturan yang diterima lawan tutur.

Aneka Implikatur yang Terkandung dalam Tindak Tutur pada Novel Garuda di Dadaku Karya Salman Aristo
a.    Nilai moral/pembentukan karakter
Segala bentuk tuturan dan tindakan dapat dikatakan mengandung nilai moral/pembentukan karakter apabila tuturan tersebut menampilkan kebajikan, kemanfaatan horizontal, terfokus pada diri penutur, dan berwujud akhlak yang baik, seperti kejujuran, kesetiaan, kepatuhan, dan sikap menghormati sesama. Selain itu, ada juga nilai moral negatif untuk membentengi diri dari hal negative  yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Berikut contoh tuturannya.
“Itu lukisan siapa? Jangan bohong!” Suara Ibu pelan tapi tegas.“
Bayu menunduk. “Itu lukisan teman Bayu. Ceritanya panjang, Bu.” (GdD, 2009: 103)
Implikatur yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai moral, yakni kejujuran Bayu pada ibunya dengan berkata sejujur-jujurnya kalau lukisan yang dibawa Bayu pulang bukan karya Bayu melainkan karya teman Bayu. Meskipun Bayu mengetahui konsistensi dari perbuatannya itu, yakni ibunya akan marah, tetapi ia tetap berkata jujur agar ibunya mau mendukung cita-citanya. Dengan kejujuran Bayu, ibunya pun maklum demi tercapainya impian Bayu.
Hari pertama latihan udah loyo, mending main halma aja sama temen lo itu,” ledek Benni. (GdD, 2009: 82)
Heri melemparkan semangat. “Jangan didengerin! Ntar tambah gede kepalanya, terus jadi susah pake topi. Kasihan, kan, dia? Pemanasan aja dulu!”
Implikatur yang terkandung dalam tuturan berupa nilai moral negatif, yakni ketidaksukaan dan kebencian Benni pada Bayu yang dirasakan menjadi saingan berat dalam seleksi nasional nanti. Benni yang merasakan hal tersebut selalu mengejek Bayu agar menjadi pesimis untuk meneruskan niatnya. Karena kuatnya tekad dan keinginan Bayu, ia tak menghiraukan ledekan Benni, meskipun hal itu juga membuat Bayu merasa sakit hati dan emosinya bangkit.
b.    Nilai sosial
Tuturan dan tindakan seseorang dapat dinilai mengandung nilai sosial jika berwujud kebajikan horizontal, berdimensi sosial yang kental, dan berguna untuk orang lain, misalnya rela berkorban, kedermawanan, gigih memperjuangkan keadilan, rasa setia kawan, perhatian, kepedulian, menyayangi sesama. Contoh:
Antar aku ke rumah sakit, Bu. Aku mau nungguin Kakek sampe bangun,” pinta Bayu. (GdD, 2009: 111)
Implikatur yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai sosial, yakni perhatian, kepedulian, pengabdian, kasih sayang, dan pengorbanan Bayu pada kakeknya yang sakit di rumah sakit. Hal ini ditunjukkan dengan keinginan Bayu untuk menunggu kakeknya sampai sadar. Selain sebagai wujud cintanya pada sang kakek, Bayu melakukannya untuk menebus kesalalahan pada kakeknya.
c.    Nilai religius
Tuturan seseorang dapat dikatakan mengandung nilai religius jika menampilkan kebajikan dan hubungan vertical dengan Tuhan, seperti kebajikan yang terkait dengan keimanan dan menunjukkan kedekatan hati dan rasa cinta pada Tuhan, misalnya kekhusyukan beribadah, berdoa, berusaha mendapatkan ridha-Nya, rasa takut berbuat dosa, atau menghindari kemusyrikan. Contohnya:
Alhamdulillah!” ucap Bang Dulloh. (GdD, 2009: 76)
Implikatur yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai religius, yakni kesungguhan dan keyakinan yang kuat dari Bang Duloh terhadap agama yang dianut. Ia menuturkan kalimat itu sebagai wujud syukur dan rasa bahagia yang ia rasakan ketika sahabatnya, Bayu, telah lolos seleksi masuk SSB Arsenal melalui jalur beasiswa. Jadi, Bang Duloh selalu mengucapkan kalimat tersebut ketika ia memperoleh nikmat/anugerah dari Tuhan sebagai ucapan terima kasih.
d.   Nilai motivatif
Tuturan seseorang dianggap mengandung implikatur berupa nilai motivatif apabila menunjukkan suatu motivasi, dukungan, tantangan, dorongan, dan semangat, baik internal maupun eksternal, dan juga tuturan yang mengandung nasihat, pengarahan, bujukan terhadap sesuatu untuk mempengaruhi lawan tutur agar melakukan hal baik sesuai keinginan penutur. Berikut contoh tuturannya.
Jangan terlalu senang dulu. Kalo mau ikut seleksi nasional U-13, kerja harus lebih keras lagi. Tim seleksi PSSI sudah bakal keliling SSB seluruh Indonesia,” kata Pak Johan. (GdD, 2009: 76)
Implikatur yang terkandung dalam tindak tutur tersebut berupa nilai motivatif, yakni tantangan dan arahan dari Pak Johan agar Bayu tetap berusaha jika ingin lolos seleksi nasional. Hal ini diberitahukan oleh Pak Johan karena mengetahui Bayu ingin menjadi pemain nasional, dan ia pun ingin membantu Bayu mewujudkan mimpinya. Ucapan Pak Johan itu telah memotivasi Bayu.
e.    Nilai politis
Tuturan seseorang dapat dikatakan mengandung nilai politis jika tuturan tersebut menggambarkan masuknya nilai-nilai yang menyangkut masalah kenegaraan, nasionalisme, ataupun patriotisme, baik yang bersifat lokal maupun nasional, seperti kecintaan dan kebanggaan pada daerah/negara sendiri, pembelaan dan dukungan terhadap kemenangan suatu daerah/negara, atau memperjuangkan berbagai hal terkait dengan bidang kehidupan di daerah/negara tersebut, yang bertujuan mengangkat martabat dan mengharumkan nama daerah atau negara di hadapan daerah/negara lain. Berikut contoh tuturannya.
“Heh, Tur ..., lo mending jadi pemain Singapur aja! Nggak ada pemain kayak gue di Singapur! Muke lo juga lebih pantes main di Singapur!” ledek Benni.
Arthur langsung berhenti dan menarik pundak Benni, “Heh! Gue itu orang Indonesia! Nggak bakal gue tuker sama apa pun! Lo mungkin yang harus mikir ganti warga negara! Lo kayaknya yang bukan orang Indonesia!” (GdD, 2009: 87)
Implikatur yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai politis, khususnya tentang patriotisme (nilai patriotisme), yakni kecintaan dan kebanggaan Arthur sebagai WNI dan sampai kapan pun ia akan berjuang untuk Indonesia dan mengharumkan nama Indonesia di mata dunia, misalnya dengan sepak bola dan ia tidak akan menukar rasa cinta dan bangganya pada Indonesia dengan hal lain meskipun harus dibayar dengan pengorbanan yang tidak mudah.
f.     Nilai psikologis
Tuturan seseorang dapat dikatakan mengandung nilai psikologis jika tuturan tersebut terkait dengan aspek-aspek kejiwaan dalam diri seseorang, seperti sikap menginspirasi, menguatkan jiwa, saling mengingatkan hal-hal positif antarsesama, atau memberikan pengarahan dan pelajaran yang bermakna untuk menjadikan pribadi seseorang menjadi lebih baik dan bermanfaat bagi kemaslahatan orang banyak. Berikut contoh tuturannya.
1)         Lari dari masalah itu tidak baik. Cuma bikin masalah baru,” kata ayah Zahra memetik pengalaman hidupnya. (GdD, 2009: 110)
Implikatur yang terkandung dalam tuturan tersebut berupa nilai psikologis yang terkait dengan aspek-aspek kejiwaan, yakni suatu penguatan jiwa dalam diri seseorang. Hal ini ditunjukkan dengan nasihat ayah Zahra yang menyatakan kalau lari dari masalah itu tidak baik. Yang dimaksudkan oleh ayah Zahra adalah Bayu berbuat tidak jujur pada Kakek Usman yang melarang bermain bola, justru diabaikan hingga lolos seleksi, yang akhirnya berimbas buruk bagi Bayu. Jadi, tuturan ayah Zahra memberikan penguatan jiwa bagi semua orang agar tidak pernah lari dari masalah, tetapi menghadapinya dengan lapang.
g.    Mengeluh
Tuturan seseorang mengandung keluhan jika berwujud ketidaksukaan, kesedihan, ataupun kekecewaan karena kenyataan yang terjadi tidak sesuai dengan harapan sehingga timbul rasa kesal, tidak puas, atau kecewa. Contoh:
Ulangan gue dapet jelek, Her,” lapor Bayu sedih. (GdD, 2009: 53)
Tuturan tersebut mengandung implikatur berupa tindakan mengeluh, yakni keluhan Bayu yang ditunjukkan pada Heri karena memperoleh nilai jelek untuk ulangannya. Meskipun tuturan tersebut tidak terlihat adanya keluhan, tetapi tuturan tersebut sebenarnya mengandung keluhan dan kesedihan Bayu yang ingin ia sampaikan pada Heri. Keluhan tersebut tidak seharusnya dilakukan Bayu, tetapi usaha dan belajar yang seharusnya ia lakukan agar memperoleh hasil lebih baik.
h.    Menyuruh
Segala bentuk tuturan dikatakan mengandung suruhan/perintah apabila tuturan penutur bermaksud untuk menyuruh/memerintah lawan tuturnya agar melakukan hal sesuai dengan isi tuturan atau yang diinginkan penutur. Contoh:
Udah lama kamu ndak mijet Kakek.” (GdD, 2009: 65)
Untuk tuturan tersebut mengandung suatu perintah dari penutur yang harus dilakukan lawan tuturnya secara halus, yakni Kakek Usman mengatakan pada Bayu kalau cucunya sudah lama tidak memijat kakeknya. Melalui hal tersebut, lawan tutur (Bayu) memahami maksud tuturan kalau sebenarnya kakeknya menyuruhnya untuk memijat badan yang sudah mulai melemah itu.
i.      Mengajak
Tuturan seseorang dinilai mengandung implikatur berupa ajakan apabila isi tuturan mengandung ajakan/tindakan mengajak apabila penyampaian tuturan dimaksudkan secara jelas dan mengandung unsur ajakan penutur agar lawan tuturnya mau melakukan hal sesuai isi tuturan atau kehendak penutur. Contoh:
Kali ini, Heri dan Bayu tidak mengejar. Mereka berbalik arah. Terdengar sayup-sayup suara Heri, “Kita mesti cari tempat latihan yang oke!” (GdD, 2009: 50)
Dalam tuturan tersebut, ajakan disampaikan oleh Heri pada Bayu untuk mulai mencari lapangan/tempat yang bisa digunakan Bayu untuk latihan sebelum seleksi masuk SSB Arsenal melalui jalur beasiswa dimulai. Ajakan tersebut dimaksudkan Heri untuk membantu meringankan beban Bayu dalam mewujudkan cita-citanya. Dengan ajakan tersebut, penutur berharap agar lawan tutur mau mengikuti permintaan/ajakan penutur untuk melakukan suatu hal.
j.      Meminta maaf
Suatu tuturan dianggap mengandung implikatur berupa permintaan maaf apabila isi tuturan penyampaian tuturan diikuti dengan tuturan yang menunjukkan kesungguhan penutur untuk tidak melakukan hal/tindakan seperti sebelumnya dan mampu membuat lawan tutur merasa senang, lega, nyaman, dan bersedia memaafkan kesalahan penutur/orang yang bermaksud meminta maaf. Contoh:
Bayu juga nggak bakal bohong lagi. Pokoknya apa aja, asal Kakek senang. Nggak sakit lagi.” (GdD, 2009: 124)
Tuturan tersebut bertujuan untuk meminta maaf, yakni ditandai dengan janji Bayu pada kakeknya untuk tidak mengulangi tindakan ketidakjujurannya pada kakeknya sehingga kakeknya menjadi terkejut dan sakit. Permintaan maaf Bayu jug diperkuat dengan janji Bayu untuk melakukan apa saja untuk membuat kakeknya bisa sembuh seperti semula. Melalui tuturan itulah, Kakek Usman pun memaklumi kondisi dan memaafkan kesalahan cucunya.
k.    Menyenangkan orang lain
Suatu tuturan mengandung implikatur untuk menyenangkan orang lain jika tuturan menggunakan bahasa yang baik, sopan, dan dapat membuat lawan tuturnya menjadi senang dan nyaman setelah mengetahui maksud tuturan. Contoh:
Pijatanmu enak banget. Ndak percuma kamu lahir sungsang. Orang sungsang itu pasti pinter mijet!” (GdD, 2009: 65)
Tuturan tersebut mengandung implikatur untuk menyenangkan orang lain karena tuturan Kakek Usman yang memuji pijatan Bayu dimaksudkan untuk menyenangkan hati Bayu yang memperhatikan kondisi kakeknya dengan membantu memijat bahu kakeknya. Oleh karena itu, Bayu merasa senang/puas.
l.      Mengklaim
Suatu tuturan dapat dinilai mengandung tindakan untuk mengklaim orang lain apabila tuturan penutur berwujud perkataan yang sekiranya dapat membuat lawan tutur menjadi kurang senang atau tidak nyaman dengan hal itu. Contoh:
Di dalam mobil, Bayu menatap Heri kesal. “Gue kira lo lupa!” tudingnya. (GdD, 2009: 25)
Heri tertawa. Di samping pahanya ada toa mini. “Nggak, dong. Gue udah beli tiketnya, nih! Final Liga Remaja se-Indonesia!” Heri mengayun-ayunkan sebuah tiket ke arah Bayu.
Untuk tuturan tersebut, tindakan mengklaim dilakukan Bayu pada Heri yang sebelumnya berjanji untuk mengajak Bayu menonton pertandingan bola sebagai hadiah ulang tahun Bayu dari Heri. Tindakan ini ditujukan pada Heri karena kedatangan Heri saat itu terlambat dan tidak sesuai dengan kesepakatan sehingga Bayu menganggap Heri lupa pada janji yang disepakati sebelumnya.
m.  Meminta izin
Suatu tuturan dikatakan mengandung implikatur berupa permintaan izin apabila tuturan berupa permintaan izin yang dilakukan oleh penutur agar lawan tuturnya dapat memenuhi permintaan dan mengabulkan izin dari penutur. Contoh:
Mau ke mana?” tanya Kakek Usman.
Ada tugas sekolah, Kek,” jawab Bayu. “(GdD, 2009: 24)
Dalam tuturan tersebut permintaan izin dilakukan Bayu pada kakeknya agar diperbolehkan pergi untuk menyelesaikan tugas sekolah. Meskipun tuturan itu tidak menuturkan permintaan izin secara langsung, tetapi tuturan itu dimaksudkan Bayu untuk memperoleh izin dari kakeknya sehingga ia tidak melakukannya dengan diam-diam dan dapat melakukan sesuatu dengan baik.
n.    Memberikan alasan/kepastian/meyakinkan
Tuturan seseorang dapat dianggap mengandung implikatur berupa pemberian alasan/kepastian/untuk meyakinkan apabila tuturan yang disampaikan oleh penutur dimaksudkan agar lawan tuturnya menjadi terpengaruh, yakin, dan mendukung hal yang disarankan oleh penutur sehingga lawan tuturnya akan merasa yakin dan semakin mantap untuk melakukan hal tersebut. Contoh:
Arsenal. Gila! Ini bener-bener spesial, Bay,” sorak Heri sambil mencubit Bayu dengan keras. (GdD, 2009: 31)
Tuturan tersebut dimaksudkan Heri untuk meyakinkan Bayu agar bersedia menerima tawaran Pak Johan yang baru mereka kenal saat itu untuk bergabung di SSB Arsenal. Karena Heri mengetahui kehebatan Arsenal maka ia meyakinkan Bayu untuk menerima tawaran tersebut agar menjadi pemain sepak bola yang hebat.
o.    Pemberian apresiasi
Suatu tuturan dinilai mengandung implikatur berupa pemberian apresiasi pada orang lain jika isi tuturan yang disampaikan penutur merupakan anggapan seseorang terhadap hal tidak biasa yang dilakukan orang lain, pemberian ucapan selamat/penghargaan atas kemenangan, kesuksesan, atau keberhasilan dalam suatu bidang tertentu yang diraih orang lain, atau pemberian ucapan terima kasih pada seseorang yang telah membantu sesama. Berikut contoh tuturannya.
Bayu gembira, lalu memegang tas dagangan ibunya. “Wah ..., laku banyak, ya, Bu?” tanya Bayu berusaha agar Kakek melupakan obrolan tadi. (GdD, 2009: 52)
Untuk tuturan tersebut, apresiasi diwujudkan dengan ucapan Wah ..., laku banyak, ya, Bu?” yang dituturkan Bayu pada ibunya. Pemberian apresiasi tersebut diberikan Bayu setelah melihat dagangan ibunya yang berupa kaset motivasi tinggal sedikit. Jadi, secara tidak langsung Bayu ingin mengucapkan ‘selamat’ atas kerja keras dan keberhasilan ibunya saat itu.
p.        Ketidaksukaan terhadap sesuatu
Tuturan seseorang dianggap mengandung implikatur berupa ketidaksukaan terhadap sesuatu jika disampaikan dengan tuturan yang menolak, tidak sependapat, atau tidak suka dengan saran atau tindakan orang lain. Contoh:
Pemain bola itu ndak mutu! Ndak elit! Kerja, kok, cuma nendang bola! Sekarang katanya pakai dibayar mahal! Terus kalau kena cedera, mau apa?! Edhan semua!” Kakek Usman meneruskan gerundelannya sambil melangkah ke arah pintu. (GdD, 2009: 39)
Untuk tuturan tersebut, ketidaksukaan ditunjukkan oleh Kakek Usman pada sepak bola. Hal ini dikarenakan pengalaman pahit yang telah dialami oleh ayah Bayu ketika masih hidup yang menggemari sepak bola dan hidupnya menjadi miskin. Karena hal itulah, Kakek Usman melarang Bayu bermain bola.
q.    Mengkritik
Tuturan dapat dikatakan mengandung implikatur berupa kritikan apabila tuturan penutur dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan dalam diri lawan tutur agar mampu memperbaiki kekurangannya sehingga bisa lebih baik. Contoh:
Gimana, sih, lo tadi terlalu ke dalam mainnya. Terlalu ke tengah! Jadinya lo nggak ngegolin,” protes Heri. (GdD, 2009: 137)
Tutura tersebut juga menunjukkan kritikan Heri setelah Bayu mengikuti pertandingan sebagai penentu lolos tidaknya menjadi pemain nasional U-13. Kritikan itu diberikan Heri karena melihat Bayu ketika bertanding di lapangan posisinya terlalu ke tengah sehingga tidak bisa mencetak gol secara langsung.
r.     Menyindir
Suatu tuturan dapat dinilai mengandung implikatur berupa sindiran apabila isi tuturan menunjukkan sikap tidak senang dengan sikap atau hal yang dilakukan oleh lawan tuturnya. Sindiran bisa berupa kritikan atau ejekan. Contoh:
Tuh, kan ..., tadi katenye berani. Sekarang, ciut kayak kerupuk kena aer. Dibilangin lebih gampang pas die di rumah,” sindir Bang Duloh melihat kelakuan Heri (GdD, 2009: 40)
Sindiran tersebut diberikan Bang Duloh setelah melihat Heri yang kurang bersemangat dan takut menemui Bayu untuk memberikan informasi tentang seleksi sepak bola. Sindiran itu dimaksudkan Bang Duloh agar Heri bersemangat seperti semula untuk membantu Bayu bisa mengikuti seleksi tersebut.
s.     Perasaan senang
Suatu tuturan dapat dianggap mengandung implikatur berupa perasaan senang yang dirasakan oleh penutur dan ingin ditunjukkan pada lawan tuturnya apabila isi tuturan menggunakan kata-kata yang ringan, bersemangat, santai, atau berupa ungkapan senang penutur yang ingin ditunjukkan pada orang lain. Contoh:
“Sekolah, sih, biasa. Gitu-gitu aja. Yang asyik, di sekolah gue sekarang ada tambahan pelajaran ngelukisnya.” (GdD, 2009: 130)
Tuturan tersebut berupa perasaan senang yang ditunjukkan Zahra ketika Heri menanyakan tentang sekolahnya yang baru. Zahra merasa senang dan puas karena di sekolah barunya memiliki pelajaran melukis seperti yang ia inginkan sejak dulu. Dengan tuturan tersebut, lawan tutur pun juga ikut merasa senang.
t.     Humor
Tuturan seseorang dinilai mengandung implikatur berupa humor jika isi tuturan bertujuan untuk menciptakan suasana yang akrab dan santai, mencairkan suasana yang tegang, dan membuat arus komunikasi menjadi nyaman. Contoh:
Hahaha, mau nyari lapangan bola, malah masuk sarang macan,” kata Heri begitu masuk mobil. (GdD, 2009: 55)
Tuturan tersebut humor diciptakan Heri setelah bersama-sama Bang Duloh dan Bayu menemukan tempat sepi, luas, dan berumput yang dikira tidak ada penghuninya karena ada bangunan reyot di dekatnya, ternyata dihuni sekelompok preman yang terlihat ganas. Karena salah tempat itulah, Heri mengatakan “mau nyari lapangan bola, malah masuk sarang macan” untuk mengurangi ketakutan dan ketegangan yang dialami oleh mereka bertiga saat itu.
u.    Memberi nasihat
Suatu tuturan dikatakan mengandung implikatur berupa pemberian nasihat jika isi tuturan dapat membuat lawan tuturnya mau mematuhi dan menjalankan sesuatu sesuai isi nasihat untuk menciptakan hal lebih baik. Contoh:
Jangan ada yang bercanda! Konsentrasi!” teriak Pak Johan. (Data GdD, 2009: 88)
Tuturan tersebut berupa nasihat yang diberikan Pak Johan pada anak-anak didiknya saat berlatih di lapangan agar tidak bercanda dan tetap konsentrasi sehingga kegiatan yang mereka lakukan bisa bermanfaat bagi perjalanan hidup dan kesuksesan mereka, khususnya terkait dengan persepakbolaan.

SIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut.
1.    Wujud tindak tutur yang mengandung implikatur dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo, antara lain tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, deklarasi, dan tindak tutur perlokusi.
2.    Aneka implikatur yang terdapat dalam novel Garuda di Dadaku karya Salman Aristo berupa nilai moral/pembentukan karakter, sosial, religius, motivatif, politis, psikologis, serta hal-hal positif lain yang dapat dijadikan sebagai teladan hidup, seperti tuturan yang mengandung tindakan mengeluh, menyuruh, mengajak, meminta maaf, menyenangkan orang lain, mengklaim, meminta izin, memberikan kepastian/alasan, pemberian apresiasi, ketidaksukaan terhadap sesuatu, mengkritik, menyindir, perasaan senang, humor, dan memberi nasihat.
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, saran yang dapat dberikan sebagai berikut.
1.    Pemakai bahasa dalam lingkup wacana tulis yang menggunakan tuturan dengan implikatur di dalamnya, hendaknya menggunakan pernyataan yang tidak menimbulkan banyak interpretasi sehingga isi tuturan dapat dimengerti oleh  banyak pihak dan penyampaian informasi dapat berlangsung efektif.
2.    Peneliti implikatur yang akan melakukan penelitian berikutnya, hendaknya dapat menggunakan objek penelitian yang berbeda untuk memperkaya dan memperluas khazanah ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang pragmatik.
3.    Para peneliti yang tertarik dengan kajian pragmatik, hendaknya dapat melakukan penelitian pada fitur-fitur lain dalam kajian pragmatik.
4.    Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dalam penelitian berikutnya, khususnya terkait dengan implikatur.

DAFTAR PUSTAKA

Aristo, S. 2009. Garuda di Dadaku. Bandung: DAR! Mizan.
Hasibuan, N. H. 2005. “Perangkat Tindak Tutur dan Siasat Kesantunan Berbahasa (Data Bahasa Mandailing)”. Logat: Jurnal Ilmu Ilmu Bahasa dan Sastra. Tahun ke-1, No. 2: 87–95. [Online] Tersedia di http://usupress.usu.ac.id. Diakses pada 10 Maret 2012.
Kridalaksana, H. 2008. Kamus Linguistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana. 2005. Kajian Wacana: Teori, Metode, dan Aplikasi Prinsip-prinsip Analisis Wacana. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Nurgiyantoro, B. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Rani,  A., Arifin, B., & Martutik. 2006. Analisis Wacana Sebuah Kajian Bahasa dalam Pemakaian. Malang: Bayumedia Publishing.
Rahardi, R. K. 2005. Pragmatik: Kesantunan Imperatif Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga
Rohmadi, M. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Yogyakarta: Lingkar Media.
Wijana, I. D. P. & Rohmadi, M. 2009. Analisis Wacana Pragmatik: Kajian Teori dan Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar