BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bimbingan dan konseling di
sekolah, selain meminimalisir angka kenakalan murid, juga mempunyai peran vital
dalam meningkatkan kualitas anak didik. Hal tersebut, tidak lepas dari
kualifikasi konselor yang multifungsi. Seorang konselor adalah seorang psikolog
yang pandai menyelami dunia anak secara mendalam. Ia cepat mengidentifikasi,
memetakan, dan menemukan factor penyebab masalah, lalu menyusun formula untuk
menanganinya dengan cara mengetahui tehnik dan prosedur dalam bimbingan dan
konseling.
Bimbingan dan konseling
membutuhkan tehnik yang tidak mudah. Diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam
tehnik yang ada, supaya konselor mahir dalam kerja praktiknya. Di samping
itu, keberanian dalam mempraktikan macam-macam tehnik yang ada, supaya
ada pengalaman dari berbagai tehnik. Selain konselor harus menguasai
tehnik juga harus paham tentang prosedur-prosedur dalam bimbingan dan
konseling.
Terkadang ada konselor
yang sudah merasa nyaman dengan satu tehnik, sehingga tidak mau untuk mencoba
tehnik yang lainnya. Mental status quo semacam ini harus dihilangkan.
Diperlukan eksperimentasi dan observasi yang terus-menerus untuk mengambangkan
tehnik konseling sebagai jawaban terhadap kompleksitas suatu prolem.
B. Rumusan Masalah
a.
Apa Pengertian Tehnik dan
Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?
b.
Bagaimana Ragam Tehnik dan
Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?
C. Tujuan Masalah
a.
Untuk
mengetahui Pengertian Tehnik dan Prosedur dalam Bimbingan dan
Konseling?
b.
Untuk
mengetahui Ragam Tehnik dan Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Tehnik-tehnik Konseling
Konseling mengandung suatu proses berkomunikasi antar pribadi yang
belangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non verbal. Melalui tanggapan
verbal dan aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi positif
itu kepada konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung
dan karenanya bersedia pula untuk berkomunikasi
bersama konselor.
1.
Tehnik-tehnik Konseling yang Verbal
Adalah suatu tanggapan korban yang diberikan oleh konselor, yang
merupakan perwujudan konkrit dari maksud, pikiran, dan perasaan yang terbentuk
dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu konseling pada saat
tertentu.Ungkapan konselor yang berupa tanggapan verbal dengan maksud membantu
konseling dapat berupa satu atau lebih tehnik yang verbal, tergantung dari
intensif konselor.
Tanggapan verbal
konselor dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan atau dalam bentuk kalimat
Tanya atau dalam bentuk kombinasi dari pernyataan dan kalimat atau kata tanya.
Khususnya kalimat Tanya perlu
dibedakan
antara bentuk pertanyaan terbuka (open cuestion) dan bentuk pertanyaan tertutup
(closed cuestion). Dalam kalimat Tanya yang mengandung pertanyaan terbuka,
konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk menanggapi
secara luas dan memberikan ulasan menurut ketentuan dan kesukaan sendiri,
sehingga tanggapan itu tidak dapat diberikan dalam satu-dua kata saja. Misalnya
konselor berkata : “bagaimana perasaanmu pada saat itu?” atau “selanjutnya
bagaimana?”, konseling diharuskan memberikan tanggapan agak panjang. Dalam
kalimat Tanya yang mengandung pertanyaan tertutup konselor mengharapkan
tanggapan terbatas yang cukup tertuangkan dalam satu/dua kata saja, sesuai
dengan hal dan segi tertentu yang ditanyakan. Misalnya, bila konselor berkata:”
kapan hal itu terjadi?”, atau “dengan siapa anda pergi nonton?”, konseli cukup
menjawab “ kemarin dahulu” atau “dengan adik”.[1]
2.
Tehnik konseling yang Non Verbal[2]
Menurut Mehrabian dalam bukunya SilentMesage
(1981), istilah prilaku nonverbal dapat diartikan secara sempit dan secara
luas.Dalam arti sempit prilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau
tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya
ekspresi wajah, gerakan lengan dan tangan, isyarat dan pandangan mata, sikap
badan, anggukan kepala, berbagai gerakan tungkai kaki dan tangan. Dalam arti
luas perilaku non verbal, disamping hal-hal yang disebutkan di atas, juga
menunjuk kepada gejala-gejala vocal yang menyertai ucapan kata-kata, seperti
kekeliruan pada waktu berbicara, saat diam, kecepatan bicara, lamanya
berbicara, volume suara, intonasi dan nada berbicara (paralinguistic
phenomena); termasuk juga dalam arti yang luas itu berbagai cara membawa
diri, dan menampilkan diri, seperti cara duduk, berjalan, cara berpakaian, cara
menataa rambut, penggunaan kosmetika, perhiasan, menyentuh, sinkronisasi antara
bicara dan bergerak, perlengkapan kantor, perabot di dalam rumah, hiasan-hiasan
di ruang dan sebagainya.
Lebih lanjut, H.M. Umar dan Sartono
dalam bukunya: bimbingan dan penyuluhan (1998:]151[) menyatakan bahwa pada
garis besarnya, cara-cara yang dipegunakan dalam bimbingan dan konseling ada
dua macam, yaitu pendekatan secara kelompok (group gudance) dan
pendekatan secara individual (individual konseling).[3]
1.
Bimbingan Kelompok (group Guidance)
Tehnik
ini dipergunakan dalam membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah melalui
kegiatan kelompok. Beberapa bentuk khusus cara bimbingan kelompok ini ialah
sebagai berikut.
a.
Hoom room program
Hoom room program,
yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan
agar guru mengenal murid-muridnya lebih baik sehingga dapat membantunya secara
efisien. Kegiatan ini
dilakukan di dalam kelas dalam bentuk pertemuaan antara guru dan murid di luar
jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Dalam
program Hoom room ini, hendaknya diciptakan suatu situasi yang
bebas dan menyenangkan sehingga siswa
dapat mengutarakan perasaannya seperti di
rumah. Dengan kata lainHoom room ialah membuat suasana kelas seperti di
rumah. Dalam kesempatan ini diadakan tanya jawab, menampung pendapat,
merencanakan suatu kegiatan, dan sebagainya. Program Hoom roomdapat
diadakan secara periodik (berencana) atau dapat pula dilakukan sewaktu-waktu.
b.
Karyawisata[4]
Di samping berfungsi sebagai kegiatan rekreasi atau sebagai metode
mengajar, karyawisata dapat berfungsi sebagai salah satu cara dalam bimbingan
kelompok. Dengan karyawisata, siswa meninjau objek-objek menarik dan mereka
mendapat informasi yang lebih baik dari objek itu.Siswa-siswa juga mendapat
kesempatan untuk memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, misalnya,
pada diri sendiri. Juga dapat mengembangkan
bakat dan cita-cita yang ada.
c.
Diskusi kelompok
Diskusi
kelompok merupakan suatu cara yang memberi kesempatan kepada siswa untuk
memecahkan masalah masalah bersama-sama. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk
menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam
diskusi tertanam pula rasa tanggung jawab dan harga diri. Masalah-masalah yang
dapat didiskusikan, misalnya :
« Perencanaan
suatu kegiatan
« Masalah-masaalah
pekerjaan
« Masalah belajar
« Masalah
penggunaan waku senggang, dan sebagainya.
d.
Kegiatan kelompok
Kegiatan kelompok
merupakan cara yang baik dalam bimbingan karena individu
mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak kegiatan
tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok.Dengan kegiatan ini,
anak dapat menymbangkan pikirannya dan dapat pula mengembangkan rasa tanggung
jawab.
e.
Organisasi siswa
Organisasi siswa, baik dalam
lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, merpakan salah satu cara dalam
bimbingan kelompok. Melalui organisasi, banyak masalah yang sifanya individual
maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam
organisasi, siswa mendapat kesempatan untuk belajar mengenai berbagai aspek
kehidupan sosial. Ia dapat mengembangkan bakat kepemimpinannya, di samping
memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri..
Masih ada lagi cara lain dalam bimbinga kelompok, seperti:
sosiodramapsikodrama, remidial teaching, dan lain-lain.
2.
Konseling individual (Individual Konseling)
Konseling merupakan salah satu cara pemberian bantuan secara
perseorangan dan secara langsung. Pemberian bantuan dilaksanakan secara face to
face relationship (hubungan langsung muka ke muka, atau hubungan empat mata),
antara konselor dan anak (kasus). Biasanya, masalah-masalah yang dipecahkan
melalui tehnik atau cara ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi.
Dalam konseling,
konselor bersikap penuh simpati dan empati. Simpati artinya menunjukkan sikap
turut merasakan apa yang sedang dirasakan klien. Adapun empati artinya berusaha
menempatkan diri dalam situasi diri klien dengan segala masalah yang
dihadapinya. Dengan cara ini, segala masalah yang dihadapi klien dapat
berkurang. Karena dengan sikap ini, ia akan memberikan kepercayaan sepenuhnya
kepada counselor. Ini sangat membantu keberhasilan dalam konseling.
a.
Teknik Direktif[5]
Konseling direktif, yang karena proses dan dinamika pengentasan
masalahnya mirip “ penyembuhan penyakit”, pernah juga disebut “konseling
klinis” (clinical counseling). Pendekatan ini dipelopori oleh E.G. Williamson
dan J.G. Darley yang berasumsi dasar bahwa klien tidak mampu mengatasi sendiri
masalah yang dihadapinya. Karena
itu kilen membutuhkan bantuan dari orang yaitu konselor.
Dengan demikian, inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah
lebih banyak dilakukan oleh konselor. Klien
bersifat menerima perlakuan dan keputusan yang dibuat oleh konselor. Dalam
konseling direktif diperlukan data yang lengkap tentang klien untuk
dipergunakan dalam usaha diagnosis.
b.
Teknik Non-Direktif
Konseling non-direktif sering
juga disebut “client contered terapi” pendekatan ini diperoleh oleh Carl Rogers
dari universitas Wisconsin di Amerika Serikat. Konseling non-direktif merupakan upaya bantuan pemecahan
masalah yang berpusat pada klien. Melalui pendekatan ini klien diberi
kesempatan mengemukakan persoalan, perasaannya dan pikiran-pikirannya secara
bebas.
Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa seseorang yang
mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi
masalahnya sendiri.Tetapi oleh karena suatu hambatan, potensi dan kemampuannya
tidak dapat berkembang.Sehingga untuk mengembangkan dan memfungsikan kembali
kemampuannya itu klien memerlukan bantuan.
Teknik direktif dan tehinik non-direktif merupakan dua pendekatan
yang amat berbeda. Masing-masing berdiri dalam dua kutub yang berlawanan,
apabila dari kutub yang satu ditarik garis kekutub yang lain maka akan
terbentuk garis kontinum, yaitu garis yang memungkinkan gerak pengembangan
berbagai modifikasi antara dua arus teori tersebut.(prayitno, 1987).
Dengan perkataan lain bahwa bisa saja sebuah masalah dapat
diselesaikan dengan kedua teknik tersebut
atau tidaklah dapat ditetapkan bahwa setiap masalah harus diatasi dengan salah
satu teknik saja. Teknik
mana yang cocok digunakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.
Sifat masalah yang dihadapi (misalnya tingkat kesulitan dan
kekompleksannya).
2.
Kemampuan klien dalam memainkan peranan dalam proses konseling.
3.
Kemampuan konselor sendiri, baik pengetahuan maupun ketrampilan
dalam menggunakan masing-masing teknik.
c.
Teknik Behavioralisme
Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya
dikontrol/dipengaruhi oleh faktor- faktor dari luar. Manusia
memulai kehidupannya dengan mem-berikan reaksi terhadap lingkungannya dan
interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk
kepribadian. Tingkah laku
seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam
situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
1) Pembiasaan
klasik
2) Pembiasaan
operan
3) Peniruan
B.
Prosedur Umum Pelaksanaan BK
Prosedur umum pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di
berbagai bidang dapat diperhatikan dalam bagan berikut:
Bagan Umum Pelaksanaan
Layanan Bimbingan Konseling[6]
![]() |
|
![]() |
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi
kasus merupakan upaya untuk menemukan peserta didik/masyarakat /pekerja/orang
yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (dalam Abin
Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang
dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga membutuhkan layanan
bimbingan dan konseling, yakni:
a.
Call them approach.
Melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik/masyarakat/orang
secara bergiliran sehingga dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar
membutuhkan layanan konseling
b.
Maintain good relationship. Menciptakan hubungan yang baik an penuh keakraban sehingga tidk
terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik.
c.
Developing a desire for counseling. Meniptakan suasana yang menimbulkan penydaran peserta didik akan
masalah yang dihadapinya
d.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik. Dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau
kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
e.
Melakukan analisis sosiometris. Dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga
mengalami kesulitan penyesuaian social.
2.
Identifikasi Masalah
Identifikasi Masalah merupakan langkah lanjutan setelah
mengidentifikasi kasus yang ditemukan serta merupakan upaya untuk memahami
jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta
didik/masyarakat/orang. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan
peserta didik dapat berkenaan dengan aspek: (1) subtansial-material; (2)
structural-fungsional;(3) behavioral; dan atau (4) personality.[7]
3.
Melakukan Diagnosis
Yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi anak beserta
latar belakangnya.[8]
Dalam konteks proses belajar mengajar, faktor-faktor penyebab kegagalan belajar
peserta didik bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya.
W.H. Burton membagi faktor-faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau
kegagalan belajar peserta didik kedalam dua bagian, yaitu: (1) internal; faktor
yang bersumber dari dalam diri peserta didik
itu sendiri, seperti: kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat,
kepribadin, emosi, sikap, serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor
eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya
faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.[9]
4.
Langkah prognosis
Yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan yang akan dilaksanakan
untuk membimbing anak. Langkah prognosis ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan
dalam langkah diagnosis, yaitu setelah dtetapkan masalahnya dan latar
belakangnya. Langkah prognosis ini ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan
berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.[10]
5.
Remidial dan Alih Tangan Kasus
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan
dengan system pembelajaran dan masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan
guru atau konselor, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau
guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek
kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau
guru pembimbing hanya sebatas membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih
kompeten atau dengan kata lain memberikan reveral kepada ahlinya.
6.
Langkah evaluasi dan follow up
Langkah ini dimaksudkan untuk menilai atau mengetahui sejauh manakah terapi
yang telah dilakukan dan telah mencapai hasilnya. Dalam langkah follow up atau
tindak lanjut, dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih
jauh.
Penilaian
meliputi: Penilaian segera, Penilaian jangka pendek, Penilaian jangka panjang.
Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas telah memberikan
kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling, yaitu:
a.
Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan
dengan masalah dibahas
b.
Perasaan positif sebagai dampak dari proes dan materi yang
dibawakan melalui layanan dan
c.
Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan peserta didik sesudah
pelaksanaan layanaan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut guna
pengentasan masalah yang dialaminya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
A. Tehnik-tehnik
Konseling
Konseling mengandung suatu proses berkomunikasi antar pribadi yang
belangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non verbal. Melalui tanggapan
verbal dan aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi positif
itu kepada konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung
dan karenanya bersedia pula untuk
berkomunikasi bersama konselor.
1.
Tehnik-tehnik Konseling yang Verbal
2.
Tehnik konseling yang Non Verbal
Lebih lanjut, H.M. Umar dan Sartono dalam bukunya: bimbingan dan
penyuluhan (1998:]151[) menyatakan bahwa pada garis besarnya, cara-cara yang
dipegunakan dalam bimbingan dan konseling ada dua macam, yaitu pendekatan
secara kelompok (group gudance) dan pendekatan secara individual (individual
konseling).
1.
Bimbingan Kelompok (group Guidance)
Tehnik ini dipergunakan dalam membantu siswa dalam memecahkan
masalah-masalah melalui kegiatan kelompok. Beberapa bentuk khusus cara
bimbingan kelompok ini ialah sebagai berikut.
a.
Hoom room program
b.
Karyawisata
c.
Diskusi kelompok
d.
Kegiatan kelompok
e.
Organisasi siswa
2.
Konseling individual (Individual Konseling)
Konseling merupakan salah satu cara pemberian bantuan secara
perseorangan dan secara langsung. Pemberian bantuan dilaksanakan secara face to
face relationship (hubungan langsung muka ke muka, atau hubungan empat mata),
antara konselor dan anak (kasus).Dengan cara ini, segala masalah yang dihadapi
klien dapat berkurang. Karena dengan sikap ini, ia akan memberikan kepercayaan
sepenuhnya kepada counselor. Ini sangat membantu keberhasilan dalam
konseling.
a.
Teknik Direktif
b.
Teknik Non-Direktif
c.
Teknik Behavioralisme
Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan
lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
a.
Pembiasaan klasik
b.
Pembiasaan operan
c.
Peniruan
B.
Prosedur Umum Pelaksanaan BK
Prosedur umum pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di
berbagai bidang dapat diperhatikan dalam bagan berikut:
Bagan
Umum Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling
![]() |
|
![]() |
1.
Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan peserta
didik/masyarakat /pekerja/oran yan diduga memerlukan layanan bimbingan dan
konseling. Robinson (dalam Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa
pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga
membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni:
a.
Call them approach.
b.
Maintain good relationship
c.
Developing a desire for counseling
d.
Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik
e.
Melakukan analisis sosiometris
2.
Identifikasi Masalah
3.
Melakukan Diagnosis
4.
Langkah prognosis
5.
Remidial dan Alih Tangan Kasus
6.
Langkah evaluasi dan follow up
Daftar Pustaka
Sutirna. 2013. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Andi
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung:
Pustaka Setia
WINKEL W.S & HASTUTI SRI M.M. 2004. Bimbingan dan Konseling.
Yogyakarta: Media Abadi
[1]Ws.
Winkel& M.M. Sri Hastuti, imbingan dan Konseling, Yogyakarta: Media
Abadi, 2004, hal: 368
[2]
Ibid, Hal: 386
[3]Drs. Anas
Salahuddin, M.Pd, Bimbingan & Konseling, Bandung: CV. Pustaka Setia,
2010. Hal: 96
[4]
Ibid, hal: 97
[6]
Dr. H. Sutirna, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Andi, 2013. Hal:
175
[7]
Ibid hal 177
[8]
Drs. Anas Salahudin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka
Setia, 2010. Hal: 95
[9] Dr.
H. Sutirna, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Andi, 2013. Hal:
177-178
[10]
Drs. Anas Salahudin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka
Setia, 2010. Hal: 96
Tidak ada komentar:
Posting Komentar