Rabu, 27 Agustus 2014

teknik dan prosedur BP



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bimbingan dan konseling di sekolah, selain meminimalisir angka kenakalan murid, juga mempunyai peran vital dalam meningkatkan kualitas anak didik. Hal tersebut, tidak lepas dari kualifikasi konselor yang multifungsi. Seorang konselor adalah seorang psikolog yang pandai menyelami dunia anak secara mendalam. Ia cepat mengidentifikasi, memetakan, dan menemukan factor penyebab masalah, lalu menyusun formula untuk menanganinya dengan cara mengetahui tehnik dan prosedur dalam bimbingan dan konseling.
Bimbingan dan konseling membutuhkan tehnik yang tidak mudah. Diperlukan pembiasaan terhadap macam-macam tehnik yang ada, supaya konselor mahir dalam kerja praktiknya. Di samping itu,  keberanian dalam mempraktikan macam-macam tehnik yang ada, supaya ada pengalaman dari berbagai tehnik. Selain konselor harus  menguasai tehnik juga harus paham tentang prosedur-prosedur dalam bimbingan dan konseling.
Terkadang ada konselor yang sudah merasa nyaman dengan satu tehnik, sehingga tidak mau untuk mencoba tehnik yang lainnya. Mental status quo semacam ini harus dihilangkan. Diperlukan eksperimentasi dan observasi yang terus-menerus untuk mengambangkan tehnik konseling sebagai jawaban terhadap kompleksitas suatu prolem.
B.     Rumusan Masalah
a.       Apa Pengertian Tehnik dan Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?
b.      Bagaimana Ragam Tehnik dan Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?Batalkan balasanTop of Form

C.    Tujuan Masalah

                                    a.      Untuk mengetahui Pengertian Tehnik dan Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?
                                    b.      Untuk mengetahui Ragam Tehnik dan Prosedur dalam Bimbingan dan Konseling?Batalkan balasanTop of Form

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Tehnik-tehnik Konseling     
Konseling mengandung suatu proses berkomunikasi antar pribadi yang belangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non verbal. Melalui tanggapan verbal dan aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi  positif  itu kepada konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung dan karenanya  bersedia pula untuk berkomunikasi bersama konselor.


1.      Tehnik-tehnik Konseling yang Verbal
Adalah suatu tanggapan korban yang diberikan oleh konselor, yang merupakan perwujudan konkrit dari maksud, pikiran, dan perasaan yang terbentuk dalam batin konselor (tanggapan batin) untuk membantu konseling pada saat tertentu.Ungkapan konselor yang berupa tanggapan verbal dengan maksud membantu konseling dapat berupa satu atau lebih tehnik yang verbal, tergantung dari intensif konselor.
Tanggapan verbal konselor dapat dituangkan dalam bentuk pernyataan atau dalam bentuk kalimat Tanya atau dalam bentuk kombinasi dari pernyataan dan kalimat atau kata tanya. Khususnya kalimat Tanya perlu dibedakan antara bentuk pertanyaan terbuka (open cuestion) dan bentuk pertanyaan tertutup (closed cuestion). Dalam kalimat Tanya yang mengandung pertanyaan terbuka, konselor memberikan kesempatan kepada konseli untuk menanggapi secara luas dan memberikan ulasan menurut ketentuan dan kesukaan sendiri, sehingga tanggapan itu tidak dapat diberikan dalam satu-dua kata saja. Misalnya konselor berkata : “bagaimana perasaanmu pada saat itu?” atau “selanjutnya bagaimana?”, konseling diharuskan memberikan tanggapan agak panjang. Dalam kalimat Tanya yang mengandung pertanyaan tertutup konselor mengharapkan tanggapan terbatas yang cukup tertuangkan dalam satu/dua kata saja, sesuai dengan hal dan segi tertentu yang ditanyakan. Misalnya, bila konselor berkata:” kapan hal itu terjadi?”, atau “dengan siapa anda pergi nonton?”, konseli cukup menjawab “ kemarin dahulu” atau “dengan adik”.[1]

2.      Tehnik konseling yang Non Verbal[2]
Menurut Mehrabian dalam bukunya SilentMesage (1981), istilah prilaku nonverbal dapat diartikan secara sempit dan secara luas.Dalam arti sempit prilaku nonverbal menunjuk pada reaksi atau tanggapan yang dibedakan dari berbahasa dengan memakai kata-kata, misalnya ekspresi wajah, gerakan lengan dan tangan, isyarat dan pandangan mata, sikap badan, anggukan kepala, berbagai gerakan tungkai kaki dan tangan. Dalam arti luas perilaku non verbal, disamping hal-hal yang disebutkan di atas, juga menunjuk kepada gejala-gejala vocal yang menyertai ucapan kata-kata, seperti kekeliruan pada waktu berbicara, saat diam, kecepatan bicara, lamanya berbicara, volume suara, intonasi dan nada berbicara (paralinguistic phenomena); termasuk juga dalam arti yang luas itu berbagai cara membawa diri, dan menampilkan diri, seperti cara duduk, berjalan, cara berpakaian, cara menataa rambut, penggunaan kosmetika, perhiasan, menyentuh, sinkronisasi antara bicara dan bergerak, perlengkapan kantor, perabot di dalam rumah, hiasan-hiasan di ruang dan sebagainya.
            Lebih lanjut, H.M. Umar dan Sartono dalam bukunya: bimbingan dan penyuluhan (1998:]151[) menyatakan bahwa pada garis besarnya, cara-cara yang dipegunakan dalam bimbingan dan konseling ada dua macam, yaitu pendekatan secara kelompok (group gudance) dan pendekatan secara individual (individual konseling).[3]
1.      Bimbingan Kelompok (group Guidance)
Tehnik ini dipergunakan dalam membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah melalui kegiatan kelompok. Beberapa bentuk khusus cara bimbingan kelompok ini ialah sebagai berikut.

a.      Hoom room program
Hoom room program, yaitu suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru mengenal murid-muridnya lebih baik sehingga dapat membantunya secara efisien. Kegiatan ini dilakukan di dalam kelas dalam bentuk pertemuaan antara guru dan murid di luar jam-jam pelajaran untuk membicarakan beberapa hal yang dianggap perlu. Dalam program Hoom room ini, hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan sehingga siswa dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Dengan kata lainHoom room ialah membuat suasana kelas seperti di rumah. Dalam kesempatan ini diadakan tanya jawab, menampung pendapat, merencanakan suatu kegiatan, dan sebagainya. Program Hoom roomdapat diadakan secara periodik (berencana) atau dapat pula dilakukan sewaktu-waktu.

b.      Karyawisata[4]
Di samping berfungsi sebagai kegiatan rekreasi atau sebagai metode mengajar, karyawisata dapat berfungsi sebagai salah satu cara dalam bimbingan kelompok. Dengan karyawisata, siswa meninjau objek-objek menarik dan mereka mendapat informasi yang lebih baik dari objek itu.Siswa-siswa juga mendapat kesempatan untuk memperoleh penyesuaian dalam kehidupan kelompok, misalnya, pada diri sendiri. Juga dapat mengembangkan bakat dan cita-cita yang ada.

c.       Diskusi kelompok
Diskusi kelompok merupakan suatu cara yang memberi kesempatan kepada siswa untuk memecahkan masalah masalah bersama-sama. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan suatu masalah. Dalam diskusi tertanam pula rasa tanggung jawab dan harga diri. Masalah-masalah yang dapat didiskusikan, misalnya :
«  Perencanaan suatu kegiatan
«  Masalah-masaalah pekerjaan
«  Masalah belajar
«  Masalah penggunaan waku senggang, dan sebagainya.

d.      Kegiatan kelompok
                        Kegiatan kelompok merupakan cara yang baik dalam bimbingan karena individu mendapat kesempatan untuk berpartisipasi dengan sebaik-baiknya. Banyak kegiatan tertentu yang lebih berhasil jika dilakukan dalam kelompok.Dengan kegiatan ini, anak dapat menymbangkan pikirannya dan dapat pula mengembangkan rasa tanggung jawab.


e.       Organisasi siswa
            Organisasi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun di luar sekolah, merpakan salah satu cara dalam bimbingan kelompok. Melalui organisasi, banyak masalah yang sifanya individual maupun kelompok dapat diselesaikan. Dalam organisasi, siswa mendapat kesempatan untuk belajar mengenai berbagai aspek kehidupan sosial. Ia dapat mengembangkan bakat kepemimpinannya, di samping memupuk rasa tanggung jawab dan harga diri..
             Masih ada lagi cara lain dalam bimbinga kelompok, seperti: sosiodramapsikodrama, remidial teaching, dan lain-lain.

2.             Konseling individual (Individual Konseling)
         Konseling merupakan salah satu cara pemberian bantuan secara perseorangan dan secara langsung. Pemberian bantuan dilaksanakan secara face to face relationship (hubungan langsung muka ke muka, atau hubungan empat mata), antara konselor dan anak (kasus). Biasanya, masalah-masalah yang dipecahkan melalui tehnik atau cara ini ialah masalah-masalah yang sifatnya pribadi.
         Dalam konseling, konselor bersikap penuh simpati dan empati. Simpati artinya menunjukkan sikap turut merasakan apa yang sedang dirasakan klien. Adapun empati artinya berusaha menempatkan diri dalam situasi diri klien dengan segala masalah yang dihadapinya. Dengan cara ini, segala masalah yang dihadapi klien dapat berkurang. Karena dengan sikap ini, ia akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada counselor. Ini sangat membantu keberhasilan dalam konseling.

a.      Teknik Direktif[5]
Konseling direktif, yang karena proses dan dinamika pengentasan masalahnya mirip “ penyembuhan penyakit”, pernah juga disebut “konseling klinis” (clinical counseling). Pendekatan ini dipelopori oleh E.G. Williamson dan J.G. Darley yang berasumsi dasar bahwa klien tidak mampu mengatasi sendiri masalah yang dihadapinya. Karena itu kilen membutuhkan bantuan dari orang yaitu konselor.
Dengan demikian, inisiatif dan peranan utama pemecahan masalah lebih banyak dilakukan oleh konselor. Klien bersifat menerima perlakuan dan keputusan yang dibuat oleh konselor. Dalam konseling direktif diperlukan data yang lengkap tentang klien untuk dipergunakan dalam usaha diagnosis.
b.      Teknik Non-Direktif
Konseling non-direktif sering juga disebut “client contered terapi” pendekatan ini diperoleh oleh Carl Rogers dari universitas Wisconsin di Amerika Serikat. Konseling non-direktif merupakan upaya bantuan pemecahan masalah yang berpusat pada klien. Melalui pendekatan ini klien diberi kesempatan mengemukakan persoalan, perasaannya dan pikiran-pikirannya secara bebas.
Pendekatan ini berasumsi dasar bahwa seseorang yang mempunyai masalah pada dasarnya tetap memiliki potensi dan mampu mengatasi masalahnya sendiri.Tetapi oleh karena suatu hambatan, potensi dan kemampuannya tidak dapat berkembang.Sehingga untuk mengembangkan dan memfungsikan kembali kemampuannya itu klien memerlukan bantuan.
Teknik direktif dan tehinik non-direktif merupakan dua pendekatan yang amat berbeda. Masing-masing berdiri dalam dua kutub yang berlawanan, apabila dari kutub yang satu ditarik garis kekutub yang lain maka akan terbentuk garis kontinum, yaitu garis yang memungkinkan gerak pengembangan berbagai modifikasi antara dua arus teori tersebut.(prayitno, 1987).
Dengan perkataan lain bahwa bisa saja sebuah masalah dapat diselesaikan dengan kedua teknik tersebut atau tidaklah dapat ditetapkan bahwa setiap masalah harus diatasi dengan salah satu teknik saja. Teknik mana yang cocok digunakan sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:
1.                        Sifat masalah yang dihadapi (misalnya tingkat kesulitan dan kekompleksannya).
2.                        Kemampuan klien dalam memainkan peranan dalam proses konseling.
3.                        Kemampuan konselor sendiri, baik pengetahuan maupun ketrampilan dalam menggunakan masing-masing teknik.

c. Teknik Behavioralisme
Manusia merupakan mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol/dipengaruhi oleh faktor- faktor dari luar. Manusia memulai kehidupannya dengan mem-berikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini menghasilkan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian. Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak dan macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya. Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
1)      Pembiasaan klasik
2)      Pembiasaan operan
3)      Peniruan
B.     Prosedur Umum Pelaksanaan BK
Prosedur umum pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di berbagai bidang dapat diperhatikan dalam bagan berikut:
Bagan Umum Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling[6]


 







Remedial/referal
 
                             


 



1.      Identifikasi kasus
                  Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan peserta didik/masyarakat /pekerja/orang yang diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (dalam Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni:
a.       Call them approach. Melakukan wawancara dengan memanggil semua peserta didik/masyarakat/orang secara bergiliran sehingga dapat ditemukan peserta didik yang benar-benar membutuhkan layanan konseling
b.      Maintain good relationship. Menciptakan hubungan yang baik an penuh keakraban sehingga tidk terjadi jurang pemisah antara guru pembimbing dengan peserta didik.
c.       Developing a desire for counseling. Meniptakan suasana yang menimbulkan penydaran peserta didik akan masalah yang dihadapinya
d.      Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik. Dengan cara ini bisa diketahui tingkat dan jenis kesulitan atau kegagalan belajar yang dihadapi peserta didik.
e.       Melakukan analisis sosiometris. Dengan cara ini dapat ditemukan peserta didik yang diduga mengalami kesulitan penyesuaian social.
2.      Identifikasi Masalah
Identifikasi Masalah merupakan langkah lanjutan setelah mengidentifikasi kasus yang ditemukan serta merupakan upaya untuk memahami jenis, karakteristik kesulitan atau masalah yang dihadapi peserta didik/masyarakat/orang. Dalam konteks proses belajar mengajar, permasalahan peserta didik dapat berkenaan dengan aspek: (1) subtansial-material; (2) structural-fungsional;(3) behavioral; dan atau (4) personality.[7]
3.      Melakukan Diagnosis
Yaitu langkah untuk menetapkan masalah yang dihadapi anak beserta latar belakangnya.[8] Dalam konteks proses belajar mengajar, faktor-faktor penyebab kegagalan belajar peserta didik bisa dilihat dari segi input, proses, ataupun out put belajarnya. W.H. Burton membagi faktor-faktor yang mungkin dapat menimbulkan kesulitan atau kegagalan belajar peserta didik kedalam dua bagian, yaitu: (1) internal; faktor yang bersumber dari dalam diri peserta didik  itu sendiri, seperti: kondisi jasmani dan kesehatan, kecerdasan, bakat, kepribadin, emosi, sikap, serta kondisi-kondisi psikis lainnya; dan (2) faktor eksternal, seperti: lingkungan rumah, lingkungan sekolah termasuk didalamnya faktor guru dan lingkungan sosial dan sejenisnya.[9]
4.      Langkah prognosis
Yaitu langkah untuk menetapkan jenis bantuan yang akan dilaksanakan untuk membimbing anak. Langkah prognosis ini ditetapkan berdasarkan kesimpulan dalam langkah diagnosis, yaitu setelah dtetapkan masalahnya dan latar belakangnya. Langkah prognosis ini ditetapkan bersama setelah mempertimbangkan berbagai kemungkinan dan berbagai faktor.[10]
5.      Remidial dan Alih Tangan Kasus
Jika jenis dan sifat serta sumber permasalahannya masih berkaitan dengan system pembelajaran dan masih berada dalam kesanggupan dan kemampuan guru atau konselor, pemberian bantuan bimbingan dapat dilakukan oleh guru atau guru pembimbing itu sendiri. Namun, jika permasalahannya menyangkut aspek-aspek kepribadian yang lebih mendalam dan lebih luas maka selayaknya tugas guru atau guru pembimbing hanya sebatas membuat rekomendasi kepada ahli yang lebih kompeten atau dengan kata lain memberikan reveral kepada ahlinya.
6.      Langkah evaluasi dan follow up
                  Langkah ini dimaksudkan untuk  menilai atau mengetahui sejauh manakah terapi yang telah dilakukan dan telah mencapai hasilnya. Dalam langkah follow up atau tindak lanjut, dilihat perkembangan selanjutnya dalam jangka waktu yang lebih jauh.
                  Penilaian meliputi: Penilaian segera, Penilaian jangka pendek, Penilaian jangka panjang. Berkenaan dengan evaluasi bimbingan dan konseling, Depdiknas telah memberikan kriteria-kriteria keberhasilan layanan bimbingan dan konseling, yaitu:
a.       Berkembangnya pemahaman baru yang diperoleh peserta didik berkaitan dengan masalah dibahas
b.      Perasaan positif sebagai dampak dari proes dan materi yang dibawakan melalui layanan dan
c.       Rencana kegiatan yang akan dilaksanakan peserta didik sesudah pelaksanaan layanaan dalam rangka mewujudkan upaya lebih lanjut guna pengentasan masalah yang dialaminya.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
A.    Tehnik-tehnik Konseling
Konseling mengandung suatu proses berkomunikasi antar pribadi yang belangsung melalui saluran komunikasi verbal dan non verbal. Melalui tanggapan verbal dan aneka reaksi nonverbal, konselor mengkomunikasikan kondisi  positif  itu kepada konseli, sehingga konseli menyadari adanya kondisi pendukung dan karenanya  bersedia pula untuk berkomunikasi bersama konselor.
1.      Tehnik-tehnik Konseling yang Verbal
2.      Tehnik konseling yang Non Verbal
Lebih lanjut, H.M. Umar dan Sartono dalam bukunya: bimbingan dan penyuluhan (1998:]151[) menyatakan bahwa pada garis besarnya, cara-cara yang dipegunakan dalam bimbingan dan konseling ada dua macam, yaitu pendekatan secara kelompok (group gudance) dan pendekatan secara individual (individual konseling).
1.      Bimbingan Kelompok (group Guidance)
Tehnik ini dipergunakan dalam membantu siswa dalam memecahkan masalah-masalah melalui kegiatan kelompok. Beberapa bentuk khusus cara bimbingan kelompok ini ialah sebagai berikut.
a.       Hoom room program
b.      Karyawisata
c.       Diskusi kelompok
d.      Kegiatan kelompok
e.       Organisasi siswa
2.      Konseling individual (Individual Konseling)
         Konseling merupakan salah satu cara pemberian bantuan secara perseorangan dan secara langsung. Pemberian bantuan dilaksanakan secara face to face relationship (hubungan langsung muka ke muka, atau hubungan empat mata), antara konselor dan anak (kasus).Dengan cara ini, segala masalah yang dihadapi klien dapat berkurang. Karena dengan sikap ini, ia akan memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada counselor. Ini sangat membantu keberhasilan dalam konseling.

a.       Teknik Direktif
b.      Teknik Non-Direktif
c.       Teknik Behavioralisme
   Tingkah laku dipelajari ketika individu berinteraksi dengan lingkungan, melalui hukum-hukum belajar :
a. Pembiasaan klasik
b. Pembiasaan operan
c. Peniruan

B.     Prosedur Umum Pelaksanaan BK
         Prosedur umum pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling di berbagai bidang dapat diperhatikan dalam bagan berikut:
Bagan Umum Pelaksanaan Layanan Bimbingan Konseling


 







Remedial/referal
 
                             


 



1.      Identifikasi kasus
Identifikasi kasus merupakan upaya untuk menemukan peserta didik/masyarakat /pekerja/oran yan diduga memerlukan layanan bimbingan dan konseling. Robinson (dalam Abin Syamsuddin Makmun, 2003) memberikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi peserta didik yang diduga membutuhkan layanan bimbingan dan konseling, yakni:
a.       Call them approach.
b.      Maintain good relationship
c.       Developing a desire for counseling
d.      Melakukan analisis terhadap hasil belajar peserta didik
e.       Melakukan analisis sosiometris
2.      Identifikasi Masalah
3.      Melakukan Diagnosis
4.      Langkah prognosis
5.      Remidial dan Alih Tangan Kasus
6.      Langkah evaluasi dan follow up


















Daftar Pustaka

Sutirna. 2013. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Andi
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan dan Konseling. Bandung: Pustaka Setia
WINKEL W.S & HASTUTI SRI M.M. 2004. Bimbingan dan Konseling. Yogyakarta: Media Abadi


[1]Ws. Winkel& M.M. Sri Hastuti, imbingan dan Konseling, Yogyakarta: Media Abadi, 2004, hal: 368
[2] Ibid, Hal: 386
[3]Drs. Anas Salahuddin, M.Pd, Bimbingan & Konseling, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010. Hal: 96
[4] Ibid, hal: 97
[6] Dr. H. Sutirna, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Andi, 2013. Hal: 175
[7] Ibid hal 177
[8] Drs. Anas Salahudin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010. Hal: 95
[9] Dr. H. Sutirna, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Andi, 2013. Hal: 177-178
[10] Drs. Anas Salahudin, M.Pd, Bimbingan dan Konseling, Bandung: Pustaka Setia, 2010. Hal: 96

Tidak ada komentar:

Posting Komentar