Selasa, 26 Agustus 2014

PERANAN KELUARGA DALAM MEMBINA TAUHID ANAK



التربية الألوهية للأولاد
                                                     Oleh:
Nur Lailatus Shofa

Dosen Pengampu:
Farid Zaini Lc.
    


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Dalam proses perkembangannya, masa remaja senantiasa diwarnai oleh konflik-konflik internal, cita-cita yang melambung, emosi yang tidak stabil serta mudah tersinggung. Ini berangkat dari apa yang di ajarkan orang tua dan apa yang dipahami oleh anak berbeda. Remaja lebih condong pada perkataan daripada hati atau i’tiqad dalam qalbunya. Sehingga ketika berjalan di alam yang luas ini seringkali tergoyahkan hatinya dan akhirnya berdampak pada penyimpangan mereka. Oleh karena itu remaja membutuhkan bimbingan dan bantuan dari orang-orang terdekat seperti orang tuanya. Peran dan tanggungjawab orang tua mendidik anak remaja dalam keluarga sangat dominan sebab di tangan orang tuanyalah baik dan buruknya akhlak remaja. Sehingga pendidikan dan pembinaan akhlak merupakan hal paling penting dan sangat mendesak untuk dilakukan dalam rangka menjaga stabilitas hidup.
B.      Tujuan Masalah
Untuk diketahui oleh orang tua sebagai pendidik pertama dan utama dalam menanamkan nilai-nilai keimanan terhadap para remaja yang bersumberkan ajaran agama Islam sangat penting dilakukan agar para remaja dapat menghiasi hidupnya dengan amal-amal yang baik sehingga para remaja dapat melaksanakan fungsi sosialnya sesuai dengan norma agama, norma hukum dan norma kesusilaan.

BAB II
PEMBAHASAN
PERANAN KELUARGA DALAM MEMBINA TAUHID ANAK
Sebagai pendidik pertama dan utama, orang tua memiliki peran yang sangat penting dalam membina anak, baik terhadap nilai-nilai tauhid, nilai-nilai akhlak karimah,  yang bersumberkan ajaran agama Islam harus diberikan, ditanamkan dan dikembangkan oleh orang tua terhadap buah hatinya dalam kehidupan sehari-hari.
A.                Arti keluarga dalam islam
Dalam islam keluarga dikenal dengan istilah Usrah, Nash, Ali, Nasb. Keluarga dapat diperoleh melalui keturunan (anak cucu) perkawinan.[1] Keluarga Muslim bermula dari perkawinan. Perkawinan merupakan pernyataan asasi pembentukan keluarga. Tidak ada keluarga di dalam Islam sebelum akad pernikahan.[2]
Islam memandang keluarga sebagai lingkungan atau milleu pertama bagi individu di mana ia beriteraksi. Dari interaksi denangan milleu pertama itu individu memperoleh unsur-unsur dan ciri-ciri dasar daripada kepribadiannya. Juga dari situ ia memperoleh akhlak, nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan emosinya dan dengan itu ia merubah banyak kemungkinan-kemungkinan, kesanggupan-kesanggupan dan kesediaannya menjadi kenyataan yang hidup dan tingkah laku yang tampak.[3]
Islam mewajibkan keluarga untuk mendidik dan menumbuhkan segala aspek kepribadian anak-anak. Bidang-bidang pendidikan di mana keluarga dapat memainkan peranan penting adalah enam bidang pendidikan, yaitu:
1)      Pendidikan jasmani
2)      Pendidikan akal
3)      Psikologikal dan emosi
4)      Pendidikan agama
5)      Pendidikan akhlak
6)      Pendidikan sosial[4]

B.                 Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Kitab Al Quran telah mengikrarkan bahwa tauhid  adalah akidah universal (syamil). Maksudnya, akidah yang yang mengarahkan seluruh aspek kehidupan dan tidak mengotak-ngotakkannya. Seluruh aspek dalam hidup manusia hanya dipandu oleh hanya satu kekuatan, yaitu tauhid. Konsekuensinya ialah penyerahan (Islamisasi) manusia secara total – mulai dari kalbu, wajah, akal pikiran, qaul (ucapan), hingga amal – kepada Allah semata-mata.
1.      Ruang Lingkup Pembahasan Tauhid.
Ruang lingkup pembahasan tauhid ada empat yakni:
1)      Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan) seperti wujud, nama-nama,sifat, dan af’al Allah.
2)      Nubuwat. Yakni  pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul,  juga termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat, dan lain sebagainya.
3)      Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, dan Syaitan,
4)      Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-Quran dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab kubur, surga dan neraka.
Keyakinan seorang muslim akan eksistensi Tuhan Yang Maha Esa (Allah) melahirkan keyakinan bahwa sesuatu yang ada di alam ini ciptaan Tuhan;semuanya akan kembali kepada-Nya, dan segala sesuatu berada dalam urusan Yang Maha Esa itu. Dengan demikian segala perbuatan, sikap, tingkah laku, atau perkataan seseorang selalu berpokok dalam modus ini.
2.      Peran keluarga dalam membina tauhid anak
Lingkungan rumah dan pendidikan orang tua yang diberikan kepada anaknya dapat membentuk atau merusak masa depan anak.Oleh sebab itu masa depan anak sangat tergantung kepada pendidikan , pengajaran, dan lingkungan yang diciptakan oleh orang tuanya.. Apabila orang tua mampu menciptakan  rumah menjadi lingkungan yang Islami, maka anak akan memiliki kecenderungan kepada agama.[5]
DR. M. Quraish Shihab, menjelaskan bahwa kehidupan keluarga, apabila diibaratkan sebagai satu bangunan, demi terpelihara dari hantaman badai, topan dan goncangan yang dapat meruntuhkannya, memerlukan fondasi yang kuat dan bahan bangunan yang kokoh serta jalinan perekat yang lengket. Fondasi kehidupan keluarga adalah ajaran agama, disertai dengan kesiapan fisik dan mental calon-calon ayah dan ibu. Beliau menambahkan bahwa keluarga merupakan sekolah tempat putra-putri bangsa belajar.[6]
Pendidikan anak yang paling berpengaruh  dibandingkan dengan yang lain adalah keluarga sebagai pusatnya, karena seorang anak masuk Islam sejak awal kehidupannya, dan dalam keluargalah ditanamkan benih-benih pendidikan.Juga waktu yang dihabiskan seorang anak di rumah lebih banyak dibandingkan tempat lain, dan kedua orang tua merupakan figur yang paling berpengaruh terhadap anak, demikianlah pendapat Muhammad Quthub yang dikutip oleh Khatib Ahmad Santhut.[7]
3.      Dasar Dan Tujuan Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
H. Abu Tauhid dalam bukunya Beberapa Aspek Pendidikan Islam mengungkapkan bahwa arti  menjaga diri serta keluarga dari siksa api neraka atau disebut (الوقاية) di dalam ayat ini dengan mengutip pendapat Sayid Sabiq, sebagaimana dalam surat al-Tahrim: 6, Surat Luqman ayat 13, Surat Al Baqarah ayat 132-133.[8]
Menjaga diri dan keluarga dari api neraka adalah dengan pengajaran dan pendidikan, serta mengembangkan kepribadian mereka kepada akhlak yang utama, serta menunjukkan kepada hal-hal yang bermanfaat dan membahagiakan diri serta keluarga.
Setiap orang tua ingin menyelamatkan dirinya serta keluarganya dari siksa api neraka, serta ingin mendidik putra putrinya karena hal itu sudah menjadi kodrat sebagai orang tua. Namun bagi para orang tua yang beriman, mendidik anak bukan hanya mengikuti dorongan kodrat naluriah, akan tetapi lebih dari itu yakni dalam rangka melaksanakan perintah Allah SWT yang harus dilaksanakan.[9] Oleh sebab itu orang tua harus memberikan pendidikan terutama penanaman ketauhidan kepada putra putrinya.
Tauhid, berarti mengakui bahwa seluruh alam semesta beserta isinya berada dalam kekuasaan Allah SWT, hanya ada satu tuhan karena jika ada tuhan yang lain selain Allah maka niscaya alam semesta akan hancur lebur sebagaimana dalam surat al-Anbiya’: 22
Melahirkan keturunan yang berkualitas serta shalih dan shalihah merupakan tujuan hidup dalm berkeluarga bagi seorang muslim.Agar tujuan tersebut tercapai anak harus didik secara baik dan benar, karena anak yang sehat fisiknya dan psikisnya merupakan dambaan dan kebanggaan bagi setiap orang tua atau keluarga. Anak juga merupakan rahmat Allah yang bernilai tinggi serta memiliki manfaat yang sangat besar di dunia dan akhirat. Anak juga sebagai amanat Allah  yang harus disyukuri dan Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di hari kiamat kepada para orang tuanya.
Anak merupakan salah satu bagian dalam keluarga. Anak akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan selama ia masih hidup. [10]
Prof.Dr. H.M. Mahmud Yunus menyatakan bahwa tujuan pendidikan  dalam bidang keimanan ialah :
  1. Agar memiliki keimanan yang teguh kepada Allah, Rasul-rasul, Malaikat, hari akhir, dan lain sebagainya.
  2. Agar memiliki keimanan berdasarkan kepada kesadaran dan ilmu pengetahuan, bukan sebagai “pengikut buta” atau taklid semata-mata.
  3. Agar keimanan itu tidak mudah rusak apalagi diragukan oleh orang-orang yang beriman.[11]
Seharusnya agama masuk ke dalam pribadi anak sejak dini, yakni sejak anak dilahirkan. Ia mengenal Tuhan melalui orang tuanya. Perkembangan agama anak sangat dipengaruhi oleh kata-kata, sikap, tindakan, dan perbuatan orang tuanya. Apa saja yang dikatakan orang tua akan diterima anak, meskipun belum mempunyai kemampuan memikirkan kata-kata dan informasi yang ia terima. Orang tua bagi anak adalah benar, berkuasa, pandai, dan menentukan. Oleh sebab itu hubungan antara orang tua dan anak mempunyai pengaruh signifikan bagi perkembangan agama anak.[12]
Maka pengertian pendidikan tauhid dalam keluarga adalah usaha-usaha pendidikan tauhid yang dilakukan oleh para orang tua terhadap anak-anaknya dengan menyampaikan materi-materi ketauhidan dengan metode kalimat tauhid, keteladanan, pembiasaan, nasehat, dan pengawasan. Metode ini disesuaikan dengan materi yang akan diberikan dan juga kemampuan anak. Sehingga diharapkan anak menjadi seorang muslim sejati dengan ketauhidan yang utuh, sebagai jalan untuk menjadi hamba Allah yang bertakwa.
4.      Metode yang digunakan dalam membina tauhid anak
Al Ghazali mengatakan bahwa mendidik keimanan anak harus dengan cara yang halus dan lemah lembut, bukan dengan paksaan atau dengan berdebat, sehingga dengan metode yang lemah lembut materi pendidikan dapat dengan mudah diterima oleh anak.[13] Senada dengan hal ini ada firman Allah yang dalam surat al-Maidah: 35. Sehingga dalam proses pelaksanaannya, pendidikan Islam memerlukan metode yang tepat untuk menyampaikan materi-materi kepada anak, sehingga tujuan pendidikan yang diinginkan dapat dicapai.[14]
Ada beberapa metode yang besar pengaruhnya untuk menanamkan keimanan kepada anak yakni :
  1. Teladan yang baik;
  2. Kebiasaan yang baik;
  3. Disiplin, hal ini sebenarnya sebagaian dari pembiasaan;
  4. Memotivasi;
  5. Memberikan hadiah terutama yang dapat menyentuh aspek psikologis;
  6. Memberikan hukuman dalam rangka kedisiplinan;
  7. Suasana kondusif dalam mendidik.[15]
Menurut Abdullah Nashih Ulwan metode yang paling efektif dalam mendidik anak adalah :
  1. Pendidikan dengan keteladanan.
  2. Pendidikan dengan adat dan kebiasaan.
  3. Pendidikan dengan nasehat.
  4. Pendidikan dengan perhatian.
  5. Pendidikan dengan memberikan hukuman.
Pendidikan Islam memberikan ketentuan bahwa rentang usia peserta didik ialah sejak ia lahir sampai meninggal dunia. Manusia sejak lahir memerlukan pendidikan , selanjutnya pendidikan tersebut tetap diperlukan sepanjang hidunya sebagai sebuah proses.[16]
Dalam konsep pendidikan tauhid dalam keluarga menggunakan 5 metode yaitu :
1.                  Kalimat tauhid.
2.                  Keteladanan. Dalam surat Al-Mumtahanah: 4,6 dan surat Al-Ahzab: 21, surat Al-Baqarah: 44. Ibrahim dan Nabi Muhammad dijadikan sebagai profil keteladanan.[17] Kebiasaan seseorang, jika dilihat dari ilmu psikologi ternyata berkaitan erat dengan orang yang ia jadikan figur dan panutan.[18] a)Latihan kalimat tauhid, b)Latihan beribadah, c)Latihan berdoa di setiap aktivitas.
3.                  Nasehat.
4.                  Pengawasan.
5.      Fungsi Pendidikan Tauhid Dalam Keluarga
Fungsi merupakan bentuk operasional dari sebuah tujuan, sehingga kita dapat melihat fungsi pendidikan tauhid dalam keluarga dengan menganalisis tujuan dari pendidikan tauhid dalam keluarga. Yusron Asmuni menyebutkan bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga adalah berfungsi untuk :
  1. Memberikan ketentraman dalam hati anak.
  2. Menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
  3. Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadi falsafah dalam kehidupannya.
Dari penjelasan yang diuraikan oleh Abdurrahman An-Nahlawi,  dapat dilihat bahwa pendidikan tauhid dalam keluarga memiliki beberapa fungsi agar :
  1. Anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
  2. Anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
  3. Anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.[19]
Keluarga merupakan tempat pertama kali anak menerima pendidikan tauhid. Dengan menanamkan kepada anak bahwa dirinya selalu berada dalam perlindungan dan kekuasaan Allah yang Maha Esa. Sehingga dengan proses yang panjang anak akan selalu mengingat Allah SWT. Allah berfirman dalam surat ar-ra’d: 28
Dengan mengajarkan ketauhidan yang bersumber dari Al Quran dan Al Hadits, maka ketauhidan yang terbentuk dalam jiwa anak disertai dengan ilmu pengetahuan yang berdasarkan kepada argumen-argumen dan bukti-bukti yang benar, serta dapat dipertanggungjawabkan.
Keyakinan yang disertai ilmu pengetahuan akan membuat keyakinan itu semakin kokoh, sehingga akan terpancar melalui amal perbuatan sehari-hari. Maka benar jika keimanan itu tidak hanya diucapkan, kemudian diyakini namun juga harus tercermin dalam perilaku seorang muslim. Ketauhidan yang telah terbentuk menjadi pandangan hidup seorang anak akan melahirkan perilaku yang positif  baik ketika sendirian maupun ada orang lain, karena ada atau tidak ada yang melihat, anak yang memiliki ketuhidan yang benar akan merasakan bahwa dirinya selalu berada dalam penglihatan dan pengawasan Allah, sehingga amal dan perilaku positif yang dilakukan benar-benar karena mencari ridho Allah SWT.
6.      Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada empat  yakni :
  1. Ilahiyat..
  2. Nubuwat.
  3. Ruhaniyat.
  4. Sam’iyyat.
BAB III
PENUTUP
A.                kesimpulan
Urgensi pendidikan tauhid dalam keluarga, dapat diukur dengan melihat dasar, tujuan, dan fungsinya.
            Dasar pendidikan tauhid dalam keluarga adalah Al quran dan Al Hadits, di antaranya : Dari Al Quran :1) Surat At Tahrim ayat 6.2) Surat Luqman ayat 13.3) Surat Al Baqarah ayat 132-133.
Sedangkan tujuan pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
  1. Agar menanamkan kesadaran kepada anak untuk bersyahadat berdasarkan dorongan dalam dirinya sendiri.
  2. Pembentukan sikap muslim yang beriman dan bertakwa.
  3. Agar anak mengetahui makna dan tujuan beribadah kepada Allah.
  4. Mengarahkan perkembangan keagamaan anak.
  5. Agar anak selalu berpikirdan berperilaku positif
Fungsi Pendidikan tauhid dalam keluarga di antaranya adalah :
  1. Untuk memberikan ketentraman dalam hati anak.
  2. Untuk menyelamatkan anak dari dari kesesatan dan kemusyrikan.
  3. Agar anak dapat beribadah kepada Allah secara ikhlas.
  4. Agar anak dapat mengetahui makna dan maksud beribadah kepada Allah.
  5. Agar anak dapat menjauhi hal-hal yang dilarang Allah seperti syirik dan semua hal yang dapat menghancurkan ketauhidan.
  6. Membentuk perilaku dan kepribadian anak, sehingga menjadikan tauhid sebagai falsafah dalam kehidupannya.
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga yang dimaksud dalam makalah  ini adalah kerangka konseptual yang berisi ide, gambaran, pengertian, serta pemikiran tentang materi dan metode pendidikan tauhid dalam keluarga yang dapat diterapkan oleh para orang tua untuk menumbuhkan kodrat anak. Agar mereka menjadi manusia muslim yang benar-benar meyakini keesaan Allah SWT, serta dapat mengamalkan ketauhidan yang ia miliki dalam rangka mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Materi pendidikan tauhid dalam keluarga ada empat  yakni :
1.      Ilahiyat..
2.      Nubuwat.
3.      Ruhaniyat.
4.      Sam’iyyat.
Metode Pendidikan tauhid dalam keluarga adalah :
  1. Kalimat tauhid
  2. Keteladanan
  3. Pembiasaan
    1. Latihan kalimat tauhid
    2. Latihan beribadah.
    3. Latihan berdoa di setiap aktivitas.
4.      Nasehat.
5.      Pengawasan.
Metode yang digunakan selain berfungsi sebagai sarana untuk menyampaikan materi pendidikan tauhid juga membantu pertumbuhan dan perkembangan anak. Metode kalimat tauhid sebagai contoh, digunakan untuk menanamkan ketauhidan anak serta untuk mengawali getaran-getaran perdana pada auditif anak yang telah berfungsi sesaat setelah dilahirkan. Kemudian metode keteladanan, metode pembiasaan, metode nasehat dan terakhir metode pengawasan. Secara garis besar metode  tersebut terbagi dua yakni metode teoritis dan praktis.
Pendidikan tauhid dalam keluarga menempati posisi terpenting dalam pendidikan keluarga sebagai landasan dan tujuan dari pendidikan lain yang terintegral di dalamnya. Seperti pendidikan akhlak dan pendidikan ibadah. Pendidikan tauhid sebagai ruh dari pendidikan-pendidikan lain, namun pendidikan tauhid memerlukan bantuan materi-materi pendidikan lain untuk mengantarkan ruh dan tujuan tauhid. Sehingga anak akan melakukan seluruh aktivitas kehidupannya dengan landasan ketauhidan yang mantap.

B.                 Saran-saran
Konsep pendidikan tauhid dalam keluarga dalam perspektif pendidikan Islam ternyata membutuhkan sosok orang tua ideal. Orang tua merupakan top figur dalam keluarganya, yang berperan sebagai orang tua sekaligus pendidik anak-anaknya. Oleh sebab itu ada beberapa hal yang harus ada dalam diri orang tua sebagai pelaksana utama konsep pendidikan tauhid dalam keluarganya :
  1. Mampu menjadi teladan bagi anak-anaknya.
  2. Memiliki pengetahuan Islam secara integral yang meliputi materi ketauhidan, akhlak dan ibadah.
  3. Memiliki wawasan tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
  4. Memiliki wawasan tentang metode-metode pendidikan/pengajaran.
  5. Kepada rekan-rekan mahasiswa masih banyak peluang untuk meneliti kembali masalah pendidikan tauhid dalam keluarga, karena yang dibahas dalam skripsi ini masih pada materi dan metode. Masih banyak masalah-masalah lain yang belum dan perlu dibahas, seperti strateginya, dan lain sebagainya.











KEPUSTAKAAN
Abdul Hamid, Muhyiddin, Kegelisahan Rasulullah Mendengar Tangis Anak, (Yogyakarta: Mitra ustaka, 1999)
Ahmad Olgar, Maulana Musa, Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan  Supriyanto Abdullah Hidayat, (Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000)
Ahmad Santhut, Khatib, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral, dan Spiritual Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan  Ibnu Murdah, (Mitra Pustaka,Yogyakarta, 1998)
Daradjat, Zakiah,  Ilmu Jiwa Agama, (Bulan Bintang, Jakarta, 1970)
Ihsan, Hamdani, dan Ihsan, A. Fuad, Filsafat Pendidikan Islam, (Pustaka Setia, Bandung, 1998)
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, (PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001)
Arif, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Ciputat Pers, Jakarta, 2002)
Langgulung, Hasan,  Manusia dan Pendidikan suatu Analisa Sosio-sikologis, (Jakarta: Pustaka Al Husna , 1985)
Muhaimin dan Mujib, Abdul, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, (Trigenda Karya, Bandung, 1993)
Shihab, M.Quraish, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 2002
Tafsir, Ahmad, Metodologi Pengajaran Agama Islam, (PT. Remaja RosdaKarya, Bandung, 1997)
Tauhied, H.Abu Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, (Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1990)
Ulwan, Abdullah Nashih, Mengembangkan Kepribadian Anak, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996)
Yunus, Mahmud, Metodik Khusus Pendidikan Agama, (PT. Hidakarya Agung, Jakarta)



[1] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam, (Bandung: Trigenda Karya, 1993), hal. 289
[2] Muhyiddin Abdul Hamid, Kegelisahan Rasulullah Mendengar Tangis Anak, (Yogyakarta: Mitra ustaka, 1999), hal. 38
[3] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan suatu Analisa Sosio-sikologis, (Jakarta: Pustaka Al Husna , 1985), hal. 346
[4] Abdullah Nashih Ulwan, Mengembangkan Kepribadian Anak, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1996), hal. 109
[5] Maulana Musa Ahmad Olgar,  Mendidik Anak Secara Islami, Terjemahan  Supriyanto Abdullah Hidayat, Ash-Shaff, Yogyakarta, 2000, h. 56.
[6] M.Quraish Shihab, Membumikan Alquran, Mizan, Bandung, 2002, h.254-255.
[7] Khatib Ahmad Santhut, Menumbuhkan Sikap Sosial, Moral, dan Spiritual Anak Dalam Keluarga Muslim, Terjemahan  Ibnu Murdah, Mitra Pustaka,Yogyakarta, 1998,h. 16
[8] H.Abu Tauhied, Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1990, h. 236
[9] H.Abu Tauhied, Ms., Beberapa Aspek Pendidikan Islam, Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga,Yogyakarta, 1990, h.2
[10] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, h. 57
[11] Mahmud Yunus, Metodik Khusus Pendidikan Agama, PT. Hidakarya Agung, Jakarta, t.t. , h. 23.
[12] Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, Bulan Bintang, Jakarta, 1970, h. 59
[13] Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, Pustaka Setia, Bandung, 1998,  h. 240.
[14] Muhaimin dan Abdul Mujib, Pemikiran Pendidikan Islam Kajian Filosofis Dan Kerangka Dasar Operasionalisasinya, Trigenda Karya, Bandung, 1993, h. 229-230.
[15] Ahmad Tafsir, Metodologi Pengajaran Agama Islam, PT. Remaja RosdaKarya, Bandung, 1997, h127.
[16] Jalaluddin, Teologi Pendidikan, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2001, h. 147.
[17] Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h. 117-118
[18] Armai Arif, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Ciputat Pers, Jakarta, 2002, h. 114
[19] M. Saleh dalam Silahuddin, Pendidikan Keimanan Pada Usia Anak : Tinjauan Psikologis, Skripsi Sarjana Pendidikan Islam Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, h. 27

Tidak ada komentar:

Posting Komentar