BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
dipilih sebagai subjek kajian dengan alasan karena kitab suci ini diyakini
sebagai sumber utama ajaran Islam yang harus terus menerus digali kandungannya,
agar secara praktis dan teoritis selalu menjadi panduan hidup. Al-Qur’an juga
menjadi pilihan kelompok pengkajian tersebut, berangkat dari kegelisahan betapa
interaksi sebagian umat islam dengan Al-Qur’an, masih terbatas pada keyakinan,
membaca dan mendengarkan, belum banyak mempelajari secara mendalam. Sebagai
akibatnya, mutiara kandungan Al-Qur’anbelum tergali dan lebih lanjut, Al-Qur’an
menjadi belum fungsional- secara optimal-sebagai petunjuk. Sehingga wajar kalau
kemudian umat jarang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pijakan dalam
bertindak dan bersikap. Tanpa disadari hal ini akan menjadikan Al-Qur’an hanya sebagai
simbol semata dan menjadikannyasebagai barang antik. Karena itu, dengan forum
pengajian tafsir Al-Qur’an seperti ini, diharapkan Al-Qur’an bukan saja dekat
dan dapat menyapa umat, tapi jiga dapat dijadikan sebagai petunjuk hidup yang
benar.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian
dari kognitif, budaya, dan kecerdasan dalam Al-Qur’an?
2.
Bagaimanakah
ayat-ayat yang berhubungan dengan kognitif, budaya dan kecerdasan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Kognitif
1.
Pengertian
Kognitif
Menurut Chaplin
(2002) dikatakan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk
mengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan,
menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
Dari pengertian
yang telah disebutkan di atas dapat dipahami bahwa kognitif adalah sebuah
istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental
yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi
yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan
merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan
bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan,
memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Dalam al-Qur'an
proses berfikir adalah proses yang bebas, menyangkut segala kegiatan kognitif
terhadap semua alam wujud dan kehidupan. Akal yang merupakan alat untuk
berfikir disebutkan al-Qur'an sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata
kerja (fi'il) dan tidak satupun kata akal ('aql) digunakan dalam bentuk kata
benda (isim) . Hal ini mengisyaratkan bahwa akal adalah sebuah proses berfikir
yang berketerusan dan tidak boleh berhenti dan bahwa akal tidak memiliki makna
kalau tidak digunakan. Alat untuk berfikir di dalam al-Qur'an juga disebut al-qalb,
al-fu'ad, al-nuhâ, al-hijr, al-hilm dan al-lubb yang semuanya juga berarti akal
fikiran. Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat-ayat yang menyerukan pentingnya
proses berfikir :
Ayat-ayat yang
menyerukan berfikir dan penggunaan akal sebagai
kekuatan alami yang dimiliki manusia. Di antaranya dalam an-nahl: 12, an-nahl:
67, ar-rum: 24,al-‘ankabut: 35, al-jatsiyah: 5, al-ankabut: 20, al-Haj: 46,
al-ghasyiyah: 17-21.[1],
Yunus: 101.
Semua ayat-ayat
tersebut di atas diakhiri dengan pernayataan "bagi kaum yang mahu
menggunakan akal" (li qaumin ya'qilun) sebagai penekanan untuk memikirkan terhadap
semua fenomena kejadian dan alam raya ini dengan bebas.
Ayat-ayat
al-Qur'an yang ditujukan khusus kepada para Uli al-bab(intellektual), dan mereka yang
memiliki kemampuan berfikir secara sempurna. Orang-orang ini disebut dalam
al-Qur 'an sebanyak 16 kali, yang semuanya berirama pujian dan penghormatan,
hal ini karena mereka menurut al-Qur'an adalah orang orang yang memiliki
tingkatan yang tinggi di dalam berfikir. Dalam al-baqarah: 269, ali imran: 7,
ar-ra’d: 19, Ibrahim: 52, shad: 29, az-zumar: 18.
Ayat-ayat yang
mencela dan menghardik orang orang yang tidak mau berfikir.Dalam al-Qur'an
banyak menggunakan tanda tanya yang bersifat negatif seperti: afala
ta'qilun?afala tatafakkarun? afala tubsirun? afala tadzakkarun?afala tadabbarun?.
Ayat-ayat tersebut banyak menyuruh manusia untuk membedakan antara baik dan
buruk, jahat dan mulia dan untuk menimbang dan memilih antara kelezatan
kehidupan dunia dan akhirat kelak. Seperti firman Allah yang maksudnya:
7e$é& ö/ä3©9 $yJÏ9ur crßç7÷ès? `ÏB Èbrß «!$# ( xsùr& cqè=É)÷ès? ÇÏÐÈ
"Jijik perasaanku terhadap kamu dan apa
yang kamu sembah selain Allah! Maka mengapa kamu tidak mau menggunakan akal
fikiran kamu?" (al-Anbiya': 67).
Dalarn banyak ayat Allah mensifatkan
orang-orang yang tidak berfikir sama dengan binatang dan bahkan lebih hina
daripada binatang. Kasus ini dapat dilihat dalam firman Allah dalam surat
al-anfal: 22, al-Furqan: 44.
Ayat-ayat yang
berkaitan dengan kewajiban manusia untuk melihat, meneliti, mengingat,
memahami terhadap semua fenomena wujud dan kehidupan, yang dibahasakan oleh
al-Quran dalam berbagai istilah seperti berikut:
a) Kata-kata yang berasal dari fa-ka-ra yang
berarti berfikir terdapat dalam 16 ayat. Seperti pada surat al-Jathiyah: 13. Kata 'berfikir' dalam ayat ini merupakan hal
yang sangat penting, dimana kalau Allah telah menghamparkan dan menundukkan
untuk manusia alam raya ini maka pada saat yang sama manusia tidak boleh
bersikap acuh dan pasif tapi harus mengambil posisi aktif dan dinamis dengan
mentelaah, eksperimen dan kemampuan memanfaatkan alam bagi kebaikan kehidupan
umat manusia.
b) Kata-kata yang berasal dan na-dla-ra yang
maknanya melihat terdapat dalam 129 ayat, secara umum memberi makna melihat
dengan akal fikiran, seperti: "(Setelah mengetahui yang demikian), maka
hendaklah manusia melihat (memikirkan): dan apa ja diciptakan." (al-Tariq:
5). Ayat yang sama dapat di jumpai di Surat 'Abasa: 24, al-A'raf: 185.
c) Kata-kata yang berasal dan ba-sha-ra yang
secara bahasa bermakna melihat dengan mata di dalam al-Qur'an bermaksud
meneliti dan menggunakan akal secara rasional terhadap semua fenomena kehidupan
yang tampak secara empirik di depan mata. Seperti Dalam Surat al-A'raf: 179,
al-Dzariyat:21, al-Sajdah: 28.
d). Kata-kata yang berasal dan dab-ba-ra yang
secara bahasa bermakna memahami, terdapat dalam 4 ayat yang semuanya berkaitan
dengan pemahaman terhadap al-Quran, yang memberi perintah terhadap kita untuk
memahami dengan teliti dan meinikirkan rahasia-rahasia dan keajaiban kandungan
wahyu Ilahi,seperti dalam surat Shad: 29, Surat al-Nisâ': 82, al-Mu'minun: 68
dan Surat Muhammad: 24.
e) Kata-kata fa-qi-ha di dalam al-Qur'an
bermakna mendalami, seperti mendalami ilmu Syari'at, dan fa-qi-ha termasuk
proses berfikir yang tinggi. Akar kata fa-qi-ha terdapat dalam 20 ayat, al-A'raf
: 179.
f) Ayat-ayat yang menyerukan manusia untuk
mengambil i’tibar dan pelajaran baik dan peristiwa sejarah dan pengalaman
kehidupan manusia maupun dan peristiwa alam, seperti firman Allah dalam surat Yûsuf:
111, al-Hashr: 2, Ali 'Imrân: 13, dan Nûr: 43-44.
g) Ayat-ayat yang menyerukan manusia untuk
mengingat (tadzakkur). seperti firman Allah yang maksudnya: "Adakah sama
orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?"
Sesungguhnya orang-orang yang mengingati (pelajaran dan peringatan) hanyalah
orang-orang yang berakal sempurna." (al-Zumar: 9)
B.
Budaya
1.
Pengertian
Budaya
Dalam Islam,
apabila dibicarakan masalah kebudayaan, nampaknya perlulah terlebih dahulu
melibatkan istilah-istilah yang digunakan dalam sejarah Islam bagi menyebut
hidup kolektif Muslimin antaranya ialah:
§ Tsaqafah
Tsaqafah
berarti Kebudayaan atau pendidikan.[2] Artinya
kedudukan yang berdisiplin yang timbul daripada usaha tarbiyah yang dilaksanakan. Ianya lebih
menunjukkan pembentukan diri manusia
sebagai insan dilihat dari segi akal dan budi serta disiplin dirinya sebagai
makhluk rohaniah dan akliah. Apabila aspek-aspek ini terdiri dengan baiknya
dalam diri seseorang itu maka dengan sendirinya aspek-aspek lain dari hidupnya
terbentuk sama. Dan ath-tsaqafah al-Islamiyah itu bermaksud keseluruhan cara
hidup dan berfikir serta nilai-nilai dan sikap, termasuk institusi-institusi
serta artifak-artifak yang membantu manusia dalam hidup, yang semuanya itu timbul
dan berkembang serta disuburkan dalam acuan syariat Islamiah dan sunnah Nabi
s.a.w.
§ Tamaddun
Kata tamaddana
bermakna: menjadi kaum yang mempunyai
peradaban atau tamadun. Sama dengan madaniyah yang juga bermakna
peradaban.[3]
Tamaddun bermaksud keadaan hidup sosial yang terkedepan daripada hidup
sederhana di kalangan orang-orang Arab seperti mereka dalam kalangan Badwi.
§ Al-‘adah
‘Adat dalam
bahasa arab bermakna kebiasaan atau adat.[4]Yang
artinya kebiasaan yang sering dilakukan berulang-ulang, bersifat normatif,
berwujud aturan tingkah laku dan dipertahankan oleh masyarakat.[5]
§ Hadlarah
Kalimat
al-hadarah bermakna peradaban[6] digunakan
bagi menyebut kehidupan secara kolektif dan peradaban yang tinggi
(civilization). Berdasarkan kalimat tersebut, maka apabila membicarakan
kebudayaan Islam dibicarakan juga aspek-aspek kehidupan sosial dan nilai-nilai
yang berkenaan berdasarkan kepada ajaran Islam yang timbul dan diamalkan di
kalangan mereka bila dibentuk kehidupan bernegara dengan kota pertahanannya serta
kehidupan kolektifnya yang tersusun.
Sehingga penulis mengidentifikasi budaya yang
dimaksudkan dalam pembahasan yang berdasarkan pada Al-Qur’an ini adalah berakar dari term Hadlarah yang
cakupannya sangat luas meliputi kehidupan sosial beserta dimensi-dimensinya.
Dalam hal ini penulis akan sedikit menguraikan ayat tentang kehidupan sosial dalam masyarakat yang
tercover dalam Al-Qur’an tentang adanya budaya juga berangkat dari interaksi di
antara mereka.
o
Tafsir sosial
tentang agama dan dimensinya, terdapat dalam surat Al-Ma’uun:1-7(agama), surat
Al-Hujurat: 13(pluralisme), Al-Fatihah: 1-7(Hidayah), surat Al-Jin:
15-17(Istiqomah), Al- Maidah: 23(tawakkal), Al- Nahl: 126-128 (sabar), Ibrahim: 7(syukur), Al-A’raf: 22-23( Dzalim),
Al-Baqarah: 218(hijrah)
o
Tafsir sosial
tentang pemimpin, gender dan komunikasi terdapat dalam surat Al-Ahzab: 21(Nabi
Muhammad SAW), Al-Ahzab: 21(fragmen-fragmen keteladanan), Al-Ahzab:
53(isteri-isteri Nabi), An-Nisa’: 32 (gender dalam perspektif Al-Qur’an),
An-Nisa’: 156-158(Isa dan pesan moralnya), An-Nisa’: 59(Ulil Amri), Al-Baqarah:
124(kepemimpinan), Al-Baqarah: 49(pengikut Fir’aun), An-Nur: 23-25(menjaga
bicara), An-Nisa’: 63(bahasa komunikasi), An-Nisa’: 9(berkomunikasi),
Ali-Imran:159(musyawarah), An-Nisa’: 36(etika bertetangga), A-Ahzab: 59(busana
muslim)
o
Tafsir sosial
tentang perang dan kemerdekaan terdapat dalam surat Al-Baqarah: 190-193(perang
dalam islam), An-Nisa’ 95(jihad dan terorisme), Al-Maidah: 20(kemerdekaan).[7]
C.
Kecerdasan
1.
Pengertian
kecerdasan
Kecerdasan didefinisikan
bermacam-macam. Menurut Howard Gordner definisi kecerdasan sebagaimana dikutip
oleh Agus Efendi, adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu
yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alfred binet dan Theodore
Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen : (1) kemampuan mengarahkan
pikiran dan atau tindakan, (2) kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan
tersebut telah dilakukan, dan (3) kemampuan mengkritik diri sendiri.[8]
Dalam literatur Islam ada beberapa kata yang
apabila ditinjau dari pengertian etimologi memiliki makna yang sama atau dekat
dengan kecerdasan, antara lain :
Al-fathanah atau
al-fithnah, yang artinya cerdas, juga memiliki makna sama dengan al-fahm
(paham) lawan dari al-ghabawah (bodoh).[9]
Adz-dzaka’ yang
berarti hiddah al-fuad wa sur’ah al-fithnah (tajamnya pemahaman hati dan cepat
paham).[10]
Ibn Hilal al-Askari membedakan antara al-fithnah dan adz-dzaka’, bahwa
adz-dzaka’ adalah tamam al-fithnah (kecedasan yang sempurna).[11]
Al-hadzaqah , di
dalam kamus Lisan al-’Arab, al-hadzaqah diberi ma’na al-Maharah fi kull ‘amal
(mahir dalam segala pekerjaan).[12]
An-Nubl dan an-Najabah, menurut Ibn
Mandzur an-Nubl artinya sama dengan adz-dzaka’ dan an-najabah ya’ni cerdas.
An-Najabah, berarti
cerdas.
Al-Kayyis, memiliki
ma’na sama dengan al-’aqil (cerdas).Rasulullah saw. Mendefinisikan kecerdasan
dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana dalam hadits berikut :
عنْ شَدَّادِ
بْنِ أَوْسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ
نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على
الله الأماني رواه الترمذي
“Dari Syaddad
Ibn Aus, darr Rasulullah saw. Bersabda : orang yang cerdas adalah orang yang
merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan sesudah mati (H.R.
At-Tirmidzi)”.[13]
Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin pada bab pertama menjelaskan
tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memilki asas dan segala etika
memiliki sumber, asas bagi segala kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah
akal. Lebih lanjut Al-Mawardi menyimpulkan definisi akal yaitu pengetahuan
tentang hal-hal yang diketahui secara langsung.
2.
Ayat-ayat
Al-Qur’an yang berhubungan dengan kecerdasan
Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran
adalah kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang
seasal dengan kata al-’aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh,
al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kata-kata tersebut banyak
digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja, seperti kata ta’qilun.
Para ahli tafsir, termasuk di antaranya Muhammad Ali Al-Shabuni, menafsirkan
kata afala ta’qilun “apakah kamu tidak menggunakan akalmu.[14]
Dengan demikian Kecerdasan menurut al-Quran diukur dengan penggunaan akal atau
kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang lain.
Kata-kata
yang memiliki makna yang dekat (mirip) dengan Kecerdasan yang banyak digunakan
di dalam al-Quran adalah :
Al-‘Aql, yang berarti an-Nuha
(kepandaian, kecerdasan).Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena
memang akal dapat menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat
menghancurkan dirinya.[15] Kata
‘aql tidak pernah disebut sebagai nomina (ism), tapi selalu dalam bentuk kata
kerja (fi’l). Di dalam al-Quran kata yang berasal dari kata ‘aql berjumlah
49 kata, semuanya berbentuk fi’l mudhari’, hanya 1 yang berbentuk fi’l
madhi. Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang seasal dengan kata ‘aql,
dipahami bahwa al-Quran sangat menghargai akal, dan bahkan Khithab Syar’i
(Khithab hukum Allah) hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal. Banyak
sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya. Di sisi
lain penggunaan kata yang seasal dengan ‘aql tidak berbentuk nomina (ism) tapi
berbentuk kata kerja (fi’l) menunjukkan bahwa al-Quran tidak hanya menghargai
akal sebagai kecerdasan intelektual semata, tapi al-Quran mendorong dan
menghormati manusia yang menggunakan akalnya secara benar.(pen)
Bentuk dari kata ‘aql yang dirangkaikan dalam sebuah kalimat pertanyaan,
seperti afala ta’qilun (apakah kamu tidak menggunakan akalmu) terdapat 13 buah
di dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempertanyakan
kecerdasan mereka, dengan akal yang sudah diberikan.
Al-Lubb atau al-Labib,
yang bearti al-’aql atau al-’aqil, dan al-labib sama dengan al-’aql. Di dalam
al-Quran Kata al-albab disebut 16 kali, dan kesemuanya didahului dengan kata ulu
atau uli yang artinya pemilik, ulu al-albab berarti pemilik akal.
Al-bashar, yang berarti
indra penglihatan, juga berarti ilmu.[16] Di dalam Kamus
Lisan al Arab, Ibn Manzhur mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan ; al-bashirah
memiliki ma’na sama dengan al-fithnah (kecerdasan) dan al-hujjah (argumentasi).[17] Al-Jurjani
mendefinisikan al-Bashirah, adalah suatu kekuatan hati yang diberi cahaya
kesucian, sehingga dapat melihat hakikat sesuatu dari batinnya. Para ahli
hikmah menamakannya dengan ; al-’aqilah an-nazhariyyah wa alquwwah
al-qudsiyyah (kecerdasan bepikir dan kekuatan suci atau ilahi)[18].Abu
Hilal al-’Askari membedakan antara al-bashirah dan al-’ilm (ilmu), bahwa al-bashirah
adalah kesempurnaan ilmu dan pengetahuan.[19]
Di dalam al-Quran,
kata yang berasal dari kata al-bashar, dengan berbagai macam bentuk, jumlahnya
cukup banyak, yaitu berjumah 142 kata, yang berbentuk kata al-bashir berjumlah
53 kata, hampir kesemuanya menjadi sifat Allah swt. kecuali 6 kata yang menjadi
sifat manusia, 4 diantaranya kata al-bashir menjelaskan perbedaan antara
manusia yang buta dan melihat. Sedangkan kata bashirah terdapat pada 2 ayat,
yaitu pada surah Yusuf : 108 dan al-Qiyamah : 14. sedangkan kata bashair
yaitu bentuk jama’ dari bashirah disebut dalam al-Quran sebanyak 5 kali. Dalam
menafsirkan kata bashirah yang ada pada surat Yusuf : 108, al-Baghawi dan
Sayyid Thanthawi menjelaskan ma’na al-bashirah adalah pengetahuan yang
dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah.[20] Kata al-abshar
yaitu bentuk jama’ dari al-bashar berjumlah 8 ayat, 3 diantaranya didahului
kata ulu (mempunyai), ya’ni Surah Ali Imran : 13, an-Nur : 44, dan al-Hasyr :
2.
An-Nuha,ma’nanya sama
dengan al-’aql,[21]
dan akal dinamakan an-nuha yang juga memiliki arti mencegah, karena akal
mencegah dari keburukan. Kata an-nuha di dalam al-Quran terdapat pada 2 tempat,
keduanya ada pada Surat thaha ; 54, 128 dan keduanya diawali dengan kata uli
(pemilik).
Al-fiqh yang berarti
pemahaman atau ilmu. Di dalam al-Quran, Kata yang seasal dengan al-Fiqh
terdapat pada 20 ayat, kesemuanya menggunakan kata kerja (fi’l mudhari’), hal
ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman itu seharusnya dilakukan secara
terus menerus. Kata al-fiqh juga berarti al-fithnah (kecerdasan)[22]
Al-Fikr, yang artinya
berpikir. Kata yang seakar dengan al-fikr terdapat pada 18 ayat. Kesemuanya
berasal dari bentuk kata at-tafakkur, dan semuannya berbentuk kata kerja (fi’l),
hanya satu yang berbentuk kata fakkara, yaitu pada Surat al-Mudatstsir : 18.
An-nazhar adalah
menggunakan mata hati untuk menemukan segala sesuatu, an-nazhar juga berarti al-i’tibar
(mengambil pelajaran), at-taammul (berpikir), al-bahts (meneliti).[23]
Di dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan an-nazhar lebih dari 120
ayat.
At-tadabbur yang semakna
dengan at-tafakkur, terdapat dalam al-Quran sebanyak 8 ayat.
Adz-dzikr yang berarti
peringatan, penyebutan, indikasi, isyarat.[24]
Dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan adz-dzikr berjumlah 285 kata,
37 diantaranya adalah yang berasal dari bentuk kata at-tadzakkur yang berarti
mengambil pelajaran.
Ta’qilun
|
Ya’qilun
|
Tubshirun
|
Tafqahun
|
Yatafakkarun
|
Al-Baqarah: 44
|
AlBaqarah:164
|
Al-Anbiya’: 3
|
Al-Isra’: 44
|
Ali Imran: 191
|
Al-Baqarah: 73
|
AlBaqarah:170
|
Al-Naml: 54
|
|
Al-A’raf: 176
|
Al-Baqarah: 76
|
AlBaqarah:171
|
Al-Qashash:72
|
Yafqahun
|
Yunus: 24
|
Al-Baqarah:242
|
Al-Maidah: 58
|
Al-Zukhruf: 51
|
Al-Nisa’: 78
|
Al-Ra’d: 3
|
Ali Imran: 65
|
Al-Maidah:103
|
Al-Dzariyat:21
|
Al-An’am: 65
|
Al-Nahl: 44
|
Ali Imran: 118
|
Al-Anfal: 22
|
Al-Thur: 15
|
Al-An’am: 98
|
Al-Nahl: 69
|
Al-An’am: 32
|
Yunus: 42
|
Al-Waqi’ah:85
|
Al-A’raf: 178
|
Al-Rum: 21
|
Al-An’am: 151
|
Yunus: 100
|
Al-Haqqah: 38
|
Al-Anfal: 65
|
Al-Zumar: 42
|
Al-A’raf: 169
|
Al-Ra’d: 4
|
Al-Haqqah: 39
|
Al-Taubah: 81
|
Al-Jatsiyah: 13
|
Yunus: 16
|
Al-Nahl: 12
|
|
Al-Taubah: 87
|
Al-Hasyr: 21
|
Hud: 51
|
Al-Nahl: 67
|
Yubshirun
|
Al-Taubah: 127
|
|
Yusuf: 2
|
Al-Hajj: 46
|
Al-Baqarah: 17
|
Al-Kahf: 93
|
Tatadzakkarun
|
Yusuf: 109
|
Al-Furqan: 44
|
Al-A’raf: 179
|
Al-Fath: 15
|
Al-An’am: 80
|
Al-Anbiya’: 10
|
Al-Ankabut:35
|
Al-A’raf: 195
|
Al-Haswyr: 13
|
Al-Sajdah: 4
|
Al-Anbiya’: 67
|
Al-Ankabut:63
|
Al-A’raf: 198
|
Al-Munafiqun:3
|
Ghafir: 58
|
AlMu’minun:80
|
Al-Rum: 24
|
Yunus: 43
|
Al-Munafiqun:7
|
|
Al-Nur: 61
|
Al-Rum: 28
|
Hud: 20
|
|
Yatadzakkarun
|
Al-Syu’ara: 28
|
Yasin: 68
|
As-Sajdah: 27
|
Tatafakkarun
|
AlBaqarah:221
|
Al-Qashash: 60
|
Al-Zumar: 43
|
Yasin: 9
|
Al-Baqarah:219
|
Ibrahim: 25
|
Yasin: 62
|
Al-Jatsiyah: 5
|
Yasin: 66
|
Al-An’am: 50
|
Al-Qashash: 43
|
Al-Shaffat: 138
|
Al-Hujurat: 4
|
Al-Shaffat:175
|
|
Al-Qashash: 46
|
Ghafir: 67
|
Al-Hasyr: 14
|
Al-Shaffat:179
|
|
Al-Qashash: 51
|
Al-Zukhruf:
17:
|
|
Al-Qalam: 5
|
|
Al-Zumar: 27
|
Al-Hadid: 3
|
|
|
|
Al-Dukhan: 58
|
3.
Jenis-Jenis
Kecerdasan menurut al-Quran
Agus Efendi menyimpulkan dari beberapa pendapat
ahli, ada 14 lebih jenis kecerdasan :
1. Intelligence Quotient (Kecerdasan
Inteligensi).
2. Multiple Intelligence (Kecerdasan Majmuk).
3. Practical Intelligence (Kecerdasan Praktis)
4. Emotional Intelligence (Kecerdasan
Emosional)
5. Entrepreneurial Intelligence (Kecerdasan
Berwiraswasta)
6. Financial Intelligence (kecerdasan
Finansial)
7. Adversity Quotient (Kecerdasan Advesitas)
8. Aspiration Intelligence (Kecerdasan
Aspirasi)
9. Power Intelligence (Kecerdasan Kekuatan)
10. Imagination Intelligence (Kecerdasan
Imajinasi)
11. Intuition Intgelligence (Kecerdasan Intuitif)
12. Moral Intelligence (Kecerdasan Moral)
13. Spiritual Intelligence (Kecerdasan
spiritual)
14. Succesful Intelligence (Kecerdasan
Kesuksesan)
Dari
jenis-jenis kecerdasan tersebut penulis akan mencoba mengungkap
kecerdasan pada ayat-ayat, yang di dalamnya terdapat kata-kata yang
memiliki makna kecerdasan atau dekat dengan makna kecerdasan. Ada 9 jenis
kecerdasan, yaitu :
§ Kecerdasan Pribadi:
Kecerdasan
pribadi ini banyak dijelaskan di dalam al-Quran, seperti pada Surat Adz-Dzariyat
ayat 21, pemberikan dorongan kepada manusia agar ia memiliki Kecerdasan
Pribadi, Yaitu pada Surat al-Baqarah : 44 dan 242.
Allah swt.
mengingatkan kepada manusia agar memiliki kemampuan introspeksi terhadap
dirinya sendri, Juga memahami hak dan kewajibannya. Surat Yasin : 62
memberikan peringatan agar manusia memilki kemampuan membentengi diri dari
godaan setan. Dan Surat al-mulk : 10 mengingatkan kepada manusia, sebelum
menyesal, untuk menggunakan potensi akal dan pendengarannya dalam meningkatkan
keimanannya.
§ Kecerdasan Emosional.
Kecerdasan
Emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan
orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi
dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Emosi
merupakan salah satu dari trilogi mental yang terdiri dari ; kognisi, emosi,
dan motivasi.
Al-Quran menjelaskan berbagai macam emosi tersebut, tetapi yang ingin penulis
ungkap dalam tulisan ini adalah adalah Kecerdasan Emosional (EQ) yang diungkap
oleh Al-Quran dalam ayat-ayat yang diberi stressing dengan menggunakan
kata yang memiliki makna kecerdasan seperti tafakkur dan sejenisnya.
Pada ayat
tersebut, Allah swt. mengingatkan kepada orang-orang yang berfikir, bahwa
mereka telah diberikan nikmat cinta dan kasih sayang, yang mesti dikelola
dengan sebaik-baiknya. Apabila mereka menggunakan kecerdasan emosionalnya
dengan mengendalikan emosinya, mengelola cintanya dengan sebaik-baiknya, maka
akan melahirkan kedamaian dan ketentraman.
Allah swt.
juga menjelaskan bentuk emosi yang lainnya dalam Surat al-Baqarah : 76, Q.S.
Ali Imran : 118 yang diakhiri dengan kata “afala ta’qilun” dan “in kuntum
ta’qilun” memberikan dorongan agar memiliki kecerdasan emosional, artinya mengendalikan
dan mengelola emosi ketika berhadapan dengan orang-orang munafik sebagaimana
diungkapkan keburukan dan kejahatannya itu di awal Surat al-Baqarah ayat
8 – 20.
Ayat berikut menjelaskan bentuk Kecerdasan
Emosional yang lain :
Q.S. Al-Baqarah : 197. Ayat tersebut memanggil
orang-orang yang berakal (uli al-albab) agar dapat mengendalikan emosi di
saat melaksanakan ibadah haji, pada saat itu bertemu banyak orang dari berbagai
bangsa dan negara, yang berbeda watak, kultur, dan tradisi. Pengendalian emosi
dalam berbicara, tidak berbicara yang tidak baik dan tidak bermanfaat, juga
tidak membalas perkataan orang lain yang tidak baik.
Al-Quran Surat al-Thalaq : 10, Allah memanggil uli
al-albab (orang-orang yang berakal) al-Hasyr : 2, Allah memanggil dengan uli
al-abshar dan al-An’am : 65 Allah swt. menggunakan kata “yafqahun”
menjelaskan agar manusia memiliki kecerdasan dalam pengelolaan emosi, rasa
takut, takut dari siksa Allah swt. Al-Quran memberikan rasa takut (indzar)
kepada orang-orang yang durhaka, bahwa mereka mendapat murka dan siksaan Allah,
dan juga memberikan kabar gembira atau rasa senang (tabsyir) kepada orang-orang
yang bertakwa kepada Allah swt. Dengan adanya rasa takut dan gembira dalam diri
menusia maka ada keseimbangan emosional dalam diri manusia.
§ Kecerdasan Spiritual
Kecedasan
Spiritual (Spiritual Quotion) adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan
hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk
menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandinkan
dengan yang lain. SQ adalah kecerdasan yang dengannya kita tidak hanya mengakui
nilai-nilai yang ada, tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. SQ
adalah pemahaman kita, yang mendalam dan intuitif akan makna dan nilai. SQ
adalah hati nurani kita, yang mampu membuat kita menjadi lebih cerdas secara
spiritual dalam beragama. “apabila anda memilki Kecerdasan Spiritual, anda
menjadi lebih sadar tentang ‘gambaran besar’ atau ‘gambaan menyeluruh’ tentang
diri sendiri, jagad raya, dan kedudukan serta panggilan terhadap anda di
dalamnya. Begitu tulis Tony Buzan yang dikutip oleh Agus Efendi
Ayat berikut menjelaskan kecerdasan Spiritual,
Surat Ali Imran : 190-191,Surat Al-Baqarah : 164, Surat Al-Maidah : 58, Surat
al-Syu’ara/26 :28, al-Ra’d/13 : 4 dn 19, al-Nahl/16 : 12 dan 67 , al-Rum/30 :
24, al-Jatsiyah45 : 5 , al-’Ankabut/29 : 63, Allah swt. mengingatkan kepada
manusia agar berfikir secara cerdas dengan firmannya “uli al-albab“(orang yang
memiliki akal) , “qaum ya’qilun” (kaum yang memikirkan), agar segala apa yang
ada di jagad raya ini, hendaknya dapat meningkatkaan Kecerdasan Spiritual
manusia. Kemampuan membaca tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah swt.
Surat Yunus
: 16 yang juga bicara tentang kecerdasan spiritual mengimani al-Quran, bahwa
kehidupan nabi 40 tahun sebelum turun wahyu yang mereka saksikan menjadi saksi
kebenaran al-Quran dari Allah, bukan dari Muhammad. apakah kamu tidak
menggunakan akalmu untuk merenung dan berfikri agar kamu mengetahui bahwa
sesungguhnya al Qur’an yang mengandung mu’jizat ini adalah dari Allah.
§ Kecerdasan Visual
Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk
memberikan gambar-gambar dan imagi-imagi, serta kemampuan dalam
mentransformasikan dunia visual-spasial.
Ayat yang mengungkap Kecerdasan Visual ini
antara lain, Surat Al-Ra’d ayat 3,Surat Qaf : 7 dan 8. Dua ayat tersebut
memerintahkan kapada manusia agar melihat dan merenungkan keindahan jagad raya
ciptaan Allah.
§ Kecerdasan Tubuh.
Agus Efendi
mengutip pendapat, Tony Buzan bahwa kecerdasan tubuh adalah kemampuan memahami,
mencintai dan memelihara tubuh, dan membuatnya berfungsi seefisien mungkin
untuk anda. Dengan kata lain, Kecerdasan Tubuh adalah Kecerdasan Atletik dalam
mengontrol tubuh seseorang dengan sangat cermat.
Sangat banyak ayat-ayat yang memotivasi agar
manusia memiliki kecerdsan bahasa, terutama bahasa al-Quran. Di antara kata
yang banyak digunakan adalah kata tadabbur yang berarti merenungkan dan
memahami, seperti pada Surat Al-Nisa’ : 82,
Al-Mu’minun : 68, Shad : 29, dan Muhammad : 24. Kemudian Al-Quran juga
menggunakan kata ya’qilun dan ta’qilun dalam memotivasi Kecerdasan Bahasa,
seperti pada ayat-ayat beikut : Al-An’am : 151, al-Rum : 28, Al-Baqarah : 171,
al-Anfal : 22, Yunus : 42, Dn Al-Zukhruf : 3 . Ada juga yang menggunakan kata
yatafakkarun serti pada Surat Al-An’am : 50, Al-Nahl : 44, Al-Hasyr : 21,
dan Yunus 24. Ada pula yang menggunakan kata ulu al-albab seperti pada Surat
Ali Imran : 7, Al-Zumar : 18, dan Shad : 29.
§ kecerdasan finansial
Kecerdasan
Finansial adalah kecerdasan atau kemampuan seseorang dalam mengelola
keuangannya, dari mana harta itu didapatkan, halal atau haram, dan bagaimana
cara mengelolanya, tidak bakhil dan tidak mubazir. Tidak mudah tergiur dan
tertipu dengan gemerlap kehidupan dunia yang bersifat meterialistik, sehingga
mengaburkan pandangan rasionalitasnya.
Ayat-ayat yang memotivasi kecerdasan finansial
sangatlah banyak, akan tetapi ayat yang di dalamnya terdapat kata yang memilki
makna cerdas atau sejenisnya ada pada ayat berikut, kata afala ta’qilun
terdapat pada 3 ayat berikut ini; Surat al-A’raf : 169, Surat al-Qashash : 60, Surat
Hud : 51
Kecerdasan melihat seorang nabi yang mengajak
kepada kebaikan tanpa mengharap balasan apapun dari mereka adalah seorang
pememberi nasehat yang dapat dipercaya.
4.
Sumber
Kecerdasan
Al-Quran
memberikan isyarat bahwa ada 3 sumber Kecerdasan, yaitu; 1. Keimanan atau
keyakinan, apa yang diyakininya akan menjadi inspirasi dan motivasi seseorang
untuk membentuk kecerdasan atau kemampuan bepikir. 2. Ilmu, Dengan membaca
ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah, yang terhampar di jagad raya, maka
manusia akan memilki pikiran dan kecerdasan. 3. Sejarah, yaitu pengalaman
pribadinya pada masa lalu, juga peristiwa- peristiwa dan sejarah umat terdahulu.
Oleh karena itu, Al-Qur’an sangat banyak mengingatkan kepada manusia agar
memilki kemampuan mengambil pelajaran sejarah umat terdahulu, sehingga
sepertiga isi al-Quran adalah berupa al-Qashash (cerita-cerita), juga mendorong
kemampuan manusia melihat masa lalunya sendiri untuk dijadikan pelajaran buat
masa depan, sebagaimana pada Surat al-Hasyr : 18, Surat Al-Hajj : 46, Surat
Yusuf/12 : 46
Dari tiga ayat tersebut di atas, Al-Quran memberikan peringatan kepada manusia
agar menggunakan kemampuan daya pikirnya dan kecerdasannya untuk memahami
sejarah dan pengalaman masa lalunya. Dari ayat tersebut, Surat Al-Hajj : 46,
manusia juga didorong untuk mengasah kecerdasannya dan ketajaman mata
hatinya. Ayat-ayat lain yang memotivasi untuk kecerdasan kesejarahan adalah ;
Surat al-Baqarah : 170,al-A’raf : 176, Yusuf : 111, dan al-’Ankabut
: 35.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Al-Qur’an telah
menjelaskan tentang pentingnya menjadikan akal sebagai media utama dalam memahami akan tujuan daripada penciptaan
manusia dan alam semesta dengan menyajikan berbagai ayat Al-Qur’an.
·
Kognitif:
konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal, termasuk di dalamnya
mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan,
memperkirakan, menduga, dan menilai.
·
Budaya: dalam istilah arab digunakan bagi menyebut
kehidupan secara kolektif dan peradaban yang tinggi (civilization)
·
Kecerdasan: kemampuan
untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.
B.
Saran
Al-Quran banyak
memberikan motivasi kepada manusia agar mempergunakan akal untuk mengkaji semua
yang ada dan mengimplementasikannya dalam bentuk sikap yang normatif. Baik dari
segi kecerdasan, maka bukan kecerdasan intelektual semata, yang sifatnya
logis-matematis, akan tetapi kecerdasan majmuk, ya’ni kecerdasan mencakup
berbagai aspek kehidupan. Karena dari kecerdasan, manusia menciptakan suatu
kebudayaan. Maka dari itu, Al-Qur’an adalah pedoman paling tepat.
[1]
Drs. Moch. Ishom Ahmadi ZE. Ya ayyatuha al-nafsu Al Muthmainnah, (
yogyakarta: SJ Press, 2009), hal. 84
[2] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia,
(surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 152
[3] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia,
(surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 1320
[4]
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia, (surabaya, pustaka
progresif: 1997), hal. 983
[5]
Ardinarto, Menelaah Adat Istiadat dan Hukum Adat Di Indonesia, (surakarta:
LPP UNS dan UNS Press, 2009), cet. 2, hal. 1
[6] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia,
(surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 273
[7] Waryono Abdul Ghafur, M. Ag,
Tafsir Sosial mendialogkan teks dengan konteks, (yogyakarta,
Elsaq Press: 2005), cet-1
[9] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut, dar
Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 323.
[10]
Ibid. Hal. 287
[12] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan
al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut,
dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 40
[13] محمد بن صالح بن محمد العثيمين, Syarh
Riyadlus Shalihin (al-Maktabah asy-Syamilah),
bab Al-Muraqabah, juz 1, h. 74
[15] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan
al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut,
dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 343
[21] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia,
(surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 1471
[22] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut, dar
Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 522
[23]
file:///D:/kecerdasan-menurut-al-quran.html
[24] Asad bin
Abdurrahim bin Ayyub dkk, Kamus At
Tabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor Arab-Indonesia, hal. 933
Tidak ada komentar:
Posting Komentar