Selasa, 26 Agustus 2014

KOGNITIF, BUDAYA DAN KECERDASAN DALAM PANDANGAN AL-QUR’AN


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Al-Qur’an dipilih sebagai subjek kajian dengan alasan karena kitab suci ini diyakini sebagai sumber utama ajaran Islam yang harus terus menerus digali kandungannya, agar secara praktis dan teoritis selalu menjadi panduan hidup. Al-Qur’an juga menjadi pilihan kelompok pengkajian tersebut, berangkat dari kegelisahan betapa interaksi sebagian umat islam dengan Al-Qur’an, masih terbatas pada keyakinan, membaca dan mendengarkan, belum banyak mempelajari secara mendalam. Sebagai akibatnya, mutiara kandungan Al-Qur’anbelum tergali dan lebih lanjut, Al-Qur’an menjadi belum fungsional- secara optimal-sebagai petunjuk. Sehingga wajar kalau kemudian umat jarang yang menjadikan Al-Qur’an sebagai dasar pijakan dalam bertindak dan bersikap. Tanpa disadari hal ini akan menjadikan Al-Qur’an hanya sebagai simbol semata dan menjadikannyasebagai barang antik. Karena itu, dengan forum pengajian tafsir Al-Qur’an seperti ini, diharapkan Al-Qur’an bukan saja dekat dan dapat menyapa umat, tapi jiga dapat dijadikan sebagai petunjuk hidup yang benar.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari kognitif, budaya, dan kecerdasan dalam Al-Qur’an?
2.      Bagaimanakah ayat-ayat yang berhubungan dengan kognitif, budaya dan kecerdasan?

BAB II
PEMBAHASAN
A.                Kognitif
1.      Pengertian Kognitif
Menurut Chaplin (2002) dikatakan bahwa “kognisi adalah konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.

Dari pengertian yang telah disebutkan di atas dapat dipahami bahwa kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan oleh psikolog untuk menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati, membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan lingkungannya.
Dalam al-Qur'an proses berfikir adalah proses yang bebas, menyangkut segala kegiatan kognitif terhadap semua alam wujud dan kehidupan. Akal yang merupakan alat untuk berfikir disebutkan al-Qur'an sebanyak 49 kali, yang semuanya dalam bentuk kata kerja (fi'il) dan tidak satupun kata akal ('aql) digunakan dalam bentuk kata benda (isim) . Hal ini mengisyaratkan bahwa akal adalah sebuah proses berfikir yang berketerusan dan tidak boleh berhenti dan bahwa akal tidak memiliki makna kalau tidak digunakan. Alat untuk berfikir di dalam al-Qur'an juga disebut al-qalb, al-fu'ad, al-nuhâ, al-hijr, al-hilm dan al-lubb yang semuanya juga berarti akal fikiran. Dalam al-Qur'an terdapat banyak ayat-ayat yang menyerukan pentingnya proses berfikir :
Ayat-ayat yang menyerukan berfikir dan penggunaan akal sebagai kekuatan alami yang dimiliki manusia. Di antaranya dalam an-nahl: 12, an-nahl: 67, ar-rum: 24,al-‘ankabut: 35, al-jatsiyah: 5, al-ankabut: 20, al-Haj: 46, al-ghasyiyah: 17-21.[1], Yunus: 101.
Semua ayat-ayat tersebut di atas diakhiri dengan pernayataan "bagi kaum yang mahu menggunakan akal" (li qaumin ya'qilun) sebagai penekanan untuk memikirkan terhadap semua fenomena kejadian dan alam raya ini dengan bebas.
Ayat-ayat al-Qur'an yang ditujukan khusus kepada para Uli al-bab(intellektual), dan mereka yang memiliki kemampuan berfikir secara sempurna. Orang-orang ini disebut dalam al-Qur 'an sebanyak 16 kali, yang semuanya berirama pujian dan penghormatan, hal ini karena mereka menurut al-Qur'an adalah orang orang yang memiliki tingkatan yang tinggi di dalam berfikir. Dalam al-baqarah: 269, ali imran: 7, ar-ra’d: 19, Ibrahim: 52, shad: 29, az-zumar: 18.
Ayat-ayat yang mencela dan menghardik orang orang yang tidak mau berfikir.Dalam al-Qur'an banyak menggunakan tanda tanya yang bersifat negatif seperti: afala ta'qilun?afala tatafakkarun? afala tubsirun? afala tadzakkarun?afala tadabbarun?. Ayat-ayat tersebut banyak menyuruh manusia untuk membedakan antara baik dan buruk, jahat dan mulia dan untuk menimbang dan memilih antara kelezatan kehidupan dunia dan akhirat kelak. Seperti firman Allah yang maksudnya:
7e$é& ö/ä3©9 $yJÏ9ur šcrßç7÷ès? `ÏB Èbrߊ «!$# ( Ÿxsùr& šcqè=É)÷ès? ÇÏÐÈ  
 "Jijik perasaanku terhadap kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah! Maka mengapa kamu tidak mau menggunakan akal fikiran kamu?" (al-Anbiya': 67).
Dalarn banyak ayat Allah mensifatkan orang-orang yang tidak berfikir sama dengan binatang dan bahkan lebih hina daripada binatang. Kasus ini dapat dilihat dalam firman Allah dalam surat al-anfal: 22, al-Furqan: 44.
Ayat-ayat yang berkaitan dengan kewajiban manusia untuk melihat, meneliti, mengingat, memahami terhadap semua fenomena wujud dan kehidupan, yang dibahasakan oleh al-Quran dalam berbagai istilah seperti berikut:
a) Kata-kata yang berasal dari fa-ka-ra yang berarti berfikir terdapat dalam 16 ayat. Seperti pada surat al-Jathiyah: 13.  Kata 'berfikir' dalam ayat ini merupakan hal yang sangat penting, dimana kalau Allah telah menghamparkan dan menundukkan untuk manusia alam raya ini maka pada saat yang sama manusia tidak boleh bersikap acuh dan pasif tapi harus mengambil posisi aktif dan dinamis dengan mentelaah, eksperimen dan kemampuan memanfaatkan alam bagi kebaikan kehidupan umat manusia.
b) Kata-kata yang berasal dan na-dla-ra yang maknanya melihat terdapat dalam 129 ayat, secara umum memberi makna melihat dengan akal fikiran, seperti: "(Setelah mengetahui yang demikian), maka hendaklah manusia melihat (memikirkan): dan apa ja diciptakan." (al-Tariq: 5). Ayat yang sama dapat di jumpai di Surat 'Abasa: 24, al-A'raf: 185.
c) Kata-kata yang berasal dan ba-sha-ra yang secara bahasa bermakna melihat dengan mata di dalam al-Qur'an bermaksud meneliti dan menggunakan akal secara rasional terhadap semua fenomena kehidupan yang tampak secara empirik di depan mata. Seperti Dalam Surat al-A'raf: 179, al-Dzariyat:21, al-Sajdah: 28.
d). Kata-kata yang berasal dan dab-ba-ra yang secara bahasa bermakna memahami, terdapat dalam 4 ayat yang semuanya berkaitan dengan pemahaman terhadap al-Quran, yang memberi perintah terhadap kita untuk memahami dengan teliti dan meinikirkan rahasia-rahasia dan keajaiban kandungan wahyu Ilahi,seperti dalam surat Shad: 29, Surat al-Nisâ': 82, al-Mu'minun: 68 dan Surat Muhammad: 24.
e) Kata-kata fa-qi-ha di dalam al-Qur'an bermakna mendalami, seperti mendalami ilmu Syari'at, dan fa-qi-ha termasuk proses berfikir yang tinggi. Akar kata fa-qi-ha terdapat dalam 20 ayat, al-A'raf : 179.
f) Ayat-ayat yang menyerukan manusia untuk mengambil i’tibar dan pelajaran baik dan peristiwa sejarah dan pengalaman kehidupan manusia maupun dan peristiwa alam, seperti firman Allah dalam surat Yûsuf: 111, al-Hashr: 2, Ali 'Imrân: 13, dan Nûr: 43-44.
g) Ayat-ayat yang menyerukan manusia untuk mengingat (tadzakkur). seperti firman Allah yang maksudnya: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang-orang yang mengingati (pelajaran dan peringatan) hanyalah orang-orang yang berakal sempurna." (al-Zumar: 9)
B.     Budaya
1.      Pengertian Budaya
Dalam Islam, apabila dibicarakan masalah kebudayaan, nampaknya perlulah terlebih dahulu melibatkan istilah-istilah yang digunakan dalam sejarah Islam bagi menyebut hidup kolektif Muslimin antaranya ialah:
§  Tsaqafah
Tsaqafah berarti Kebudayaan atau pendidikan.[2] Artinya kedudukan yang berdisiplin yang timbul daripada usaha tarbiyah  yang dilaksanakan. Ianya lebih menunjukkan  pembentukan diri manusia sebagai insan dilihat dari segi akal dan budi serta disiplin dirinya sebagai makhluk rohaniah dan akliah. Apabila aspek-aspek ini terdiri dengan baiknya dalam diri seseorang itu maka dengan sendirinya aspek-aspek lain dari hidupnya terbentuk sama. Dan ath-tsaqafah al-Islamiyah itu bermaksud keseluruhan cara hidup dan berfikir serta nilai-nilai dan sikap, termasuk institusi-institusi serta artifak-artifak yang membantu manusia dalam hidup, yang semuanya itu timbul dan berkembang serta disuburkan dalam acuan syariat Islamiah dan sunnah Nabi s.a.w.
§  Tamaddun
Kata tamaddana bermakna: menjadi kaum yang mempunyai  peradaban atau tamadun. Sama dengan madaniyah yang juga bermakna peradaban.[3] Tamaddun bermaksud keadaan hidup sosial yang terkedepan daripada hidup sederhana di kalangan orang-orang Arab seperti mereka dalam kalangan Badwi.
§  Al-‘adah
‘Adat dalam bahasa arab bermakna kebiasaan atau adat.[4]Yang artinya kebiasaan yang sering dilakukan berulang-ulang, bersifat normatif, berwujud aturan tingkah laku dan dipertahankan oleh masyarakat.[5]
§  Hadlarah
Kalimat al-hadarah bermakna peradaban[6] digunakan bagi menyebut kehidupan secara kolektif dan peradaban yang tinggi (civilization). Berdasarkan kalimat tersebut, maka apabila membicarakan kebudayaan Islam dibicarakan juga aspek-aspek kehidupan sosial dan nilai-nilai yang berkenaan berdasarkan kepada ajaran Islam yang timbul dan diamalkan di kalangan mereka bila dibentuk kehidupan bernegara dengan kota pertahanannya serta kehidupan kolektifnya yang tersusun.
Sehingga penulis mengidentifikasi budaya yang dimaksudkan dalam pembahasan yang berdasarkan pada Al-Qur’an  ini adalah berakar dari term Hadlarah yang cakupannya sangat luas meliputi kehidupan sosial beserta dimensi-dimensinya. Dalam hal ini penulis akan sedikit menguraikan  ayat tentang  kehidupan sosial dalam masyarakat yang tercover dalam Al-Qur’an tentang adanya budaya juga berangkat dari interaksi di antara mereka.
o   Tafsir sosial tentang agama dan dimensinya, terdapat dalam surat Al-Ma’uun:1-7(agama), surat Al-Hujurat: 13(pluralisme), Al-Fatihah: 1-7(Hidayah), surat Al-Jin: 15-17(Istiqomah), Al- Maidah: 23(tawakkal), Al- Nahl: 126-128 (sabar),  Ibrahim: 7(syukur), Al-A’raf: 22-23( Dzalim), Al-Baqarah: 218(hijrah)
o   Tafsir sosial tentang pemimpin, gender dan komunikasi terdapat dalam surat Al-Ahzab: 21(Nabi Muhammad SAW), Al-Ahzab: 21(fragmen-fragmen keteladanan), Al-Ahzab: 53(isteri-isteri Nabi), An-Nisa’: 32 (gender dalam perspektif Al-Qur’an), An-Nisa’: 156-158(Isa dan pesan moralnya), An-Nisa’: 59(Ulil Amri), Al-Baqarah: 124(kepemimpinan), Al-Baqarah: 49(pengikut Fir’aun), An-Nur: 23-25(menjaga bicara), An-Nisa’: 63(bahasa komunikasi), An-Nisa’: 9(berkomunikasi), Ali-Imran:159(musyawarah), An-Nisa’: 36(etika bertetangga), A-Ahzab: 59(busana muslim)
o   Tafsir sosial tentang perang dan kemerdekaan terdapat dalam surat Al-Baqarah: 190-193(perang dalam islam), An-Nisa’ 95(jihad dan terorisme), Al-Maidah: 20(kemerdekaan).[7]

C.    Kecerdasan
1.      Pengertian kecerdasan
Kecerdasan didefinisikan bermacam-macam. Menurut Howard Gordner definisi kecerdasan sebagaimana dikutip oleh Agus Efendi, adalah kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Sedangkan menurut Alfred binet dan Theodore Simon, kecerdasan terdiri dari tiga komponen : (1) kemampuan mengarahkan pikiran dan atau tindakan, (2) kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan (3) kemampuan mengkritik diri sendiri.[8]
Dalam literatur Islam ada beberapa kata yang apabila ditinjau dari pengertian etimologi memiliki makna yang sama atau dekat dengan kecerdasan, antara lain :
Al-fathanah atau al-fithnah, yang artinya cerdas, juga memiliki makna sama dengan al-fahm (paham) lawan dari al-ghabawah (bodoh).[9]
Adz-dzaka’  yang berarti hiddah al-fuad wa sur’ah al-fithnah (tajamnya pemahaman hati dan cepat paham).[10] Ibn Hilal al-Askari membedakan antara al-fithnah dan adz-dzaka’, bahwa adz-dzaka’  adalah tamam al-fithnah (kecedasan yang sempurna).[11]
Al-hadzaqah ,  di dalam kamus Lisan al-’Arab, al-hadzaqah diberi ma’na al-Maharah fi kull ‘amal (mahir dalam segala pekerjaan).[12]
An-Nubl dan an-Najabah, menurut Ibn Mandzur an-Nubl artinya sama dengan adz-dzaka’ dan an-najabah ya’ni cerdas.
An-Najabah, berarti cerdas.
Al-Kayyis, memiliki ma’na sama dengan al-’aqil (cerdas).Rasulullah saw. Mendefinisikan kecerdasan dengan menggunakan kata al-kayyis, sebagaimana dalam hadits berikut : 
عنْ شَدَّادِ بْنِ أَوْسٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ والعاجز من أتبع نفسه هواها وتمنى على الله الأماني رواه الترمذي  
 “Dari Syaddad Ibn Aus, darr Rasulullah saw. Bersabda : orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan beramal untuk persiapan sesudah mati (H.R. At-Tirmidzi)”.[13]
          Al-Mawardi dalam kitab Adab ad-Dunya wa ad-Ddin pada bab pertama menjelaskan tentang keutamaan akal, bahwa segala yang mulia memilki asas dan segala etika memiliki sumber, asas bagi segala kemuliaan dan sumber bagi segala etika adalah akal. Lebih lanjut Al-Mawardi menyimpulkan definisi akal yaitu pengetahuan tentang hal-hal yang diketahui secara langsung.
2.      Ayat-ayat Al-Qur’an yang berhubungan dengan kecerdasan
            Kata yang banyak digunakan oleh al-Quran adalah kata yang memiliki makna yang dekat dengan Kecerdasan, seperti kata yang seasal dengan kata al-’aql, al-lubb, al-fikr, al-Bashar, al-nuha, al-fiqh, al-fikr, al-nazhar, al-tadabbur, dan al-dzikr. Kata-kata tersebut banyak digunakan di dalam al-Quran dalam bentuk kata kerja, seperti kata ta’qilun. Para ahli tafsir, termasuk di antaranya Muhammad Ali Al-Shabuni, menafsirkan kata afala ta’qilun  “apakah kamu tidak menggunakan akalmu.[14] Dengan demikian Kecerdasan menurut al-Quran diukur dengan penggunaan akal atau kecerdasan itu untuk hal-hal positif bagi dirinya maupun orang lain.
       Kata-kata yang memiliki makna yang dekat (mirip) dengan Kecerdasan yang banyak digunakan di dalam al-Quran adalah :
Al-‘Aql, yang berarti an-Nuha (kepandaian, kecerdasan).Akal dinamakan akal yang memilki makna menahan, karena memang akal dapat menahan kepada empunya dari melakukan hal yang dapat menghancurkan dirinya.[15] Kata ‘aql tidak pernah disebut sebagai nomina (ism), tapi selalu dalam bentuk kata kerja (fi’l). Di dalam al-Quran kata yang berasal dari kata ‘aql  berjumlah 49 kata, semuanya berbentuk fi’l mudhari’, hanya 1 yang berbentuk  fi’l madhi. Dari banyaknya penggunaan kata-kata yang seasal dengan kata ‘aql, dipahami bahwa al-Quran sangat menghargai akal, dan bahkan Khithab Syar’i (Khithab hukum Allah) hanya ditujukan kepada orang-orang yang berakal. Banyak sekali ayat-ayat yang mendorong manusia untuk mempergunakan akalnya. Di sisi lain penggunaan kata yang seasal dengan ‘aql tidak berbentuk nomina (ism) tapi berbentuk kata kerja (fi’l) menunjukkan bahwa al-Quran tidak hanya menghargai akal sebagai kecerdasan intelektual semata, tapi al-Quran mendorong dan menghormati manusia yang menggunakan akalnya secara benar.(pen)
        Bentuk dari kata ‘aql yang dirangkaikan  dalam sebuah kalimat pertanyaan, seperti afala ta’qilun (apakah kamu tidak menggunakan akalmu) terdapat 13 buah di dalam al-Qur’an. Hal ini menunjukkan bahwa Allah swt. mempertanyakan kecerdasan mereka, dengan akal yang sudah diberikan.
Al-Lubb atau al-Labib, yang bearti al-’aql atau al-’aqil, dan al-labib sama dengan al-’aql. Di dalam al-Quran Kata al-albab disebut 16 kali, dan kesemuanya didahului dengan kata ulu atau uli yang artinya pemilik, ulu al-albab berarti pemilik akal.
Al-bashar, yang berarti indra penglihatan, juga berarti ilmu.[16] Di dalam Kamus Lisan al Arab, Ibn Manzhur mengemukakan bahwa ada pendapat yang mengatakan ; al-bashirah memiliki ma’na sama dengan al-fithnah (kecerdasan) dan al-hujjah (argumentasi).[17]  Al-Jurjani mendefinisikan al-Bashirah, adalah suatu kekuatan hati yang diberi cahaya kesucian, sehingga dapat melihat  hakikat sesuatu dari batinnya. Para ahli hikmah menamakannya dengan ; al-’aqilah an-nazhariyyah wa alquwwah al-qudsiyyah  (kecerdasan bepikir dan kekuatan  suci atau ilahi)[18].Abu Hilal al-’Askari membedakan antara al-bashirah dan al-’ilm (ilmu), bahwa al-bashirah adalah kesempurnaan ilmu dan pengetahuan.[19]
       Di dalam al-Quran, kata yang berasal dari kata al-bashar, dengan berbagai macam bentuk, jumlahnya cukup banyak, yaitu berjumah 142 kata, yang berbentuk kata al-bashir berjumlah 53 kata, hampir kesemuanya menjadi sifat Allah swt. kecuali 6 kata yang menjadi sifat manusia, 4 diantaranya kata al-bashir menjelaskan perbedaan antara manusia yang buta dan melihat. Sedangkan kata bashirah terdapat pada 2 ayat, yaitu pada surah Yusuf : 108 dan al-Qiyamah : 14.  sedangkan kata bashair yaitu bentuk jama’ dari bashirah disebut dalam al-Quran sebanyak 5 kali. Dalam menafsirkan kata bashirah yang ada pada surat Yusuf : 108, al-Baghawi dan Sayyid Thanthawi menjelaskan ma’na al-bashirah adalah pengetahuan yang dengannya manusia dapat membedakan antara yang benar dan yang salah.[20]  Kata al-abshar yaitu bentuk jama’ dari al-bashar berjumlah 8 ayat, 3 diantaranya didahului kata ulu (mempunyai), ya’ni Surah Ali Imran : 13, an-Nur : 44, dan al-Hasyr : 2.
An-Nuha,ma’nanya sama dengan al-’aql,[21] dan akal dinamakan an-nuha yang juga memiliki arti mencegah, karena akal mencegah dari keburukan. Kata an-nuha di dalam al-Quran terdapat pada 2 tempat, keduanya ada pada Surat thaha ; 54, 128 dan keduanya diawali dengan kata uli (pemilik).
Al-fiqh yang berarti pemahaman atau ilmu. Di dalam al-Quran, Kata yang seasal dengan al-Fiqh terdapat pada 20 ayat, kesemuanya menggunakan kata kerja (fi’l mudhari’), hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan dan pemahaman itu seharusnya dilakukan secara terus menerus. Kata al-fiqh juga  berarti al-fithnah (kecerdasan)[22]
Al-Fikr, yang artinya berpikir. Kata yang seakar dengan al-fikr terdapat pada 18 ayat. Kesemuanya berasal dari bentuk kata at-tafakkur, dan semuannya berbentuk kata kerja (fi’l), hanya satu yang berbentuk kata fakkara, yaitu pada Surat al-Mudatstsir : 18.
An-nazhar adalah menggunakan mata hati untuk menemukan segala sesuatu, an-nazhar juga berarti al-i’tibar (mengambil pelajaran), at-taammul (berpikir), al-bahts (meneliti).[23] Di dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan an-nazhar lebih dari 120 ayat.
At-tadabbur yang semakna dengan at-tafakkur, terdapat dalam al-Quran sebanyak 8 ayat.
Adz-dzikr yang berarti peringatan, penyebutan, indikasi, isyarat.[24] Dalam al-Quran terdapat kata yang seasal dengan adz-dzikr berjumlah 285 kata, 37 diantaranya adalah yang berasal dari bentuk kata at-tadzakkur yang berarti mengambil pelajaran.
Ta’qilun
Ya’qilun
Tubshirun
Tafqahun
Yatafakkarun
Al-Baqarah: 44
AlBaqarah:164
Al-Anbiya’: 3
Al-Isra’: 44
Ali Imran: 191
Al-Baqarah: 73
AlBaqarah:170
Al-Naml: 54

Al-A’raf: 176
Al-Baqarah: 76
AlBaqarah:171
Al-Qashash:72
Yafqahun
Yunus: 24
Al-Baqarah:242
Al-Maidah: 58
Al-Zukhruf: 51
Al-Nisa’: 78
Al-Ra’d: 3
Ali Imran: 65
Al-Maidah:103
Al-Dzariyat:21
Al-An’am: 65
Al-Nahl: 44
Ali Imran: 118
Al-Anfal: 22
Al-Thur: 15
Al-An’am: 98
Al-Nahl: 69
Al-An’am: 32
Yunus: 42
Al-Waqi’ah:85
Al-A’raf: 178
Al-Rum: 21
Al-An’am: 151
Yunus: 100
Al-Haqqah: 38
Al-Anfal: 65
Al-Zumar: 42
Al-A’raf: 169
Al-Ra’d: 4
Al-Haqqah: 39
Al-Taubah: 81
Al-Jatsiyah: 13
Yunus: 16
Al-Nahl: 12

Al-Taubah: 87
Al-Hasyr: 21
Hud: 51
Al-Nahl: 67
Yubshirun
Al-Taubah: 127

Yusuf: 2
Al-Hajj: 46
Al-Baqarah: 17
Al-Kahf: 93
Tatadzakkarun
Yusuf: 109
Al-Furqan: 44
Al-A’raf: 179
Al-Fath: 15
Al-An’am: 80
Al-Anbiya’: 10
Al-Ankabut:35
Al-A’raf: 195
Al-Haswyr: 13
Al-Sajdah: 4
Al-Anbiya’: 67
Al-Ankabut:63
Al-A’raf: 198
Al-Munafiqun:3
Ghafir: 58
AlMu’minun:80
Al-Rum: 24
Yunus: 43
Al-Munafiqun:7

Al-Nur: 61
Al-Rum: 28
Hud: 20

Yatadzakkarun
Al-Syu’ara: 28
Yasin: 68
As-Sajdah: 27
Tatafakkarun
AlBaqarah:221
Al-Qashash: 60
Al-Zumar: 43
Yasin: 9
Al-Baqarah:219
Ibrahim: 25
Yasin: 62
Al-Jatsiyah: 5
Yasin: 66
Al-An’am: 50
Al-Qashash: 43
Al-Shaffat: 138
Al-Hujurat: 4
Al-Shaffat:175

Al-Qashash: 46
Ghafir: 67
Al-Hasyr: 14
Al-Shaffat:179

Al-Qashash: 51
Al-Zukhruf: 17:

Al-Qalam: 5

Al-Zumar: 27
Al-Hadid: 3



Al-Dukhan: 58


3.      Jenis-Jenis Kecerdasan menurut al-Quran
Agus Efendi menyimpulkan dari beberapa pendapat ahli, ada 14 lebih jenis kecerdasan :
1. Intelligence Quotient (Kecerdasan Inteligensi).
2. Multiple Intelligence (Kecerdasan Majmuk).
3. Practical Intelligence (Kecerdasan Praktis)
4. Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosional)
5. Entrepreneurial Intelligence (Kecerdasan Berwiraswasta)
6. Financial Intelligence (kecerdasan Finansial)
7. Adversity Quotient (Kecerdasan Advesitas)
8. Aspiration Intelligence (Kecerdasan Aspirasi)
9. Power Intelligence (Kecerdasan Kekuatan)
10. Imagination Intelligence (Kecerdasan Imajinasi)
11. Intuition Intgelligence (Kecerdasan Intuitif)
12. Moral Intelligence (Kecerdasan Moral)
13. Spiritual Intelligence (Kecerdasan spiritual)
14. Succesful Intelligence (Kecerdasan Kesuksesan)
Dari jenis-jenis kecerdasan tersebut penulis akan mencoba mengungkap kecerdasan  pada ayat-ayat, yang di dalamnya terdapat kata-kata yang memiliki makna kecerdasan atau dekat dengan makna kecerdasan. Ada 9 jenis kecerdasan, yaitu :
§  Kecerdasan Pribadi:
Kecerdasan pribadi ini banyak dijelaskan di dalam al-Quran, seperti pada Surat Adz-Dzariyat ayat 21, pemberikan dorongan kepada manusia agar ia memiliki Kecerdasan Pribadi, Yaitu pada Surat al-Baqarah : 44 dan 242.
        Allah swt. mengingatkan kepada manusia agar memiliki kemampuan introspeksi terhadap dirinya sendri, Juga memahami hak dan kewajibannya.  Surat Yasin : 62 memberikan peringatan agar manusia memilki kemampuan membentengi diri dari godaan setan. Dan Surat al-mulk : 10 mengingatkan kepada manusia, sebelum menyesal, untuk menggunakan potensi akal dan pendengarannya dalam meningkatkan keimanannya.
§  Kecerdasan  Emosional.
Kecerdasan Emosional adalah kemampuan mengenali perasaan diri kita sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungannya dengan orang lain. Emosi merupakan salah satu dari trilogi mental yang terdiri dari ; kognisi, emosi, dan motivasi.
        Al-Quran menjelaskan berbagai macam emosi tersebut, tetapi yang ingin penulis ungkap dalam tulisan ini adalah adalah Kecerdasan Emosional (EQ) yang diungkap oleh Al-Quran dalam ayat-ayat yang diberi stressing  dengan menggunakan kata yang memiliki makna kecerdasan seperti tafakkur dan sejenisnya.
         Pada ayat tersebut, Allah swt. mengingatkan kepada orang-orang yang berfikir, bahwa mereka telah diberikan nikmat cinta dan kasih sayang, yang mesti dikelola dengan sebaik-baiknya. Apabila mereka menggunakan kecerdasan emosionalnya dengan mengendalikan emosinya, mengelola cintanya dengan sebaik-baiknya, maka akan melahirkan kedamaian dan ketentraman.
       Allah swt. juga menjelaskan bentuk emosi yang lainnya dalam Surat al-Baqarah : 76, Q.S. Ali Imran : 118 yang diakhiri dengan kata “afala ta’qilun” dan “in kuntum ta’qilun” memberikan dorongan agar memiliki kecerdasan emosional, artinya mengendalikan dan mengelola emosi ketika berhadapan dengan orang-orang munafik sebagaimana diungkapkan keburukan dan kejahatannya itu di awal Surat al-Baqarah ayat  8 – 20.
Ayat berikut menjelaskan bentuk Kecerdasan Emosional yang lain :
Q.S. Al-Baqarah : 197. Ayat tersebut memanggil orang-orang yang berakal (uli al-albab) agar dapat mengendalikan emosi  di saat melaksanakan ibadah haji, pada saat itu bertemu banyak orang dari berbagai bangsa dan negara, yang berbeda watak, kultur, dan tradisi. Pengendalian emosi dalam berbicara, tidak berbicara yang tidak baik dan tidak bermanfaat, juga tidak membalas perkataan orang lain yang tidak baik.
Al-Quran Surat al-Thalaq : 10, Allah memanggil uli al-albab (orang-orang yang berakal) al-Hasyr : 2, Allah memanggil dengan uli al-abshar dan al-An’am : 65  Allah swt. menggunakan kata “yafqahun” menjelaskan agar manusia memiliki kecerdasan dalam pengelolaan emosi, rasa takut, takut dari siksa Allah swt. Al-Quran memberikan rasa takut (indzar) kepada orang-orang yang durhaka, bahwa mereka mendapat murka dan siksaan Allah, dan juga memberikan kabar gembira atau rasa senang (tabsyir) kepada orang-orang yang bertakwa kepada Allah swt. Dengan adanya rasa takut dan gembira dalam diri menusia maka ada keseimbangan emosional dalam diri manusia. 
§  Kecerdasan Spiritual
       Kecedasan Spiritual (Spiritual Quotion) adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandinkan dengan yang lain. SQ adalah kecerdasan yang dengannya kita tidak hanya mengakui nilai-nilai yang ada, tetapi juga secara kreatif menemukan nilai-nilai baru. SQ adalah pemahaman kita, yang mendalam dan intuitif akan makna dan nilai. SQ adalah hati nurani kita, yang mampu membuat kita menjadi lebih cerdas secara spiritual dalam beragama. “apabila anda memilki Kecerdasan Spiritual, anda menjadi lebih sadar tentang ‘gambaran besar’ atau ‘gambaan menyeluruh’ tentang diri sendiri, jagad raya, dan kedudukan serta panggilan terhadap anda di dalamnya. Begitu tulis Tony Buzan yang dikutip oleh Agus Efendi
Ayat berikut menjelaskan kecerdasan Spiritual, Surat Ali Imran : 190-191,Surat Al-Baqarah : 164, Surat Al-Maidah : 58, Surat al-Syu’ara/26 :28, al-Ra’d/13 : 4 dn 19, al-Nahl/16 : 12 dan 67 , al-Rum/30 : 24, al-Jatsiyah45 : 5 , al-’Ankabut/29 : 63, Allah swt. mengingatkan kepada manusia agar berfikir secara cerdas dengan firmannya “uli al-albab“(orang yang memiliki akal) , “qaum ya’qilun” (kaum yang memikirkan), agar segala apa yang ada di jagad raya ini, hendaknya dapat meningkatkaan Kecerdasan Spiritual manusia. Kemampuan membaca tanda-tanda kekuasaan dan keagungan Allah swt.
      Surat Yunus : 16 yang juga bicara tentang kecerdasan spiritual mengimani al-Quran, bahwa kehidupan nabi 40 tahun sebelum turun wahyu yang mereka saksikan menjadi saksi kebenaran al-Quran dari Allah, bukan dari Muhammad. apakah kamu tidak menggunakan akalmu untuk merenung dan berfikri agar kamu mengetahui bahwa sesungguhnya al Qur’an yang mengandung mu’jizat ini adalah dari Allah.
§  Kecerdasan Visual
Kecerdasan ini adalah kemampuan untuk memberikan gambar-gambar dan imagi-imagi, serta kemampuan dalam mentransformasikan dunia visual-spasial.
Ayat yang mengungkap Kecerdasan Visual ini antara lain, Surat Al-Ra’d ayat 3,Surat Qaf : 7 dan 8. Dua ayat tersebut memerintahkan kapada manusia agar melihat dan merenungkan keindahan jagad raya ciptaan Allah.
§  Kecerdasan Tubuh.
      Agus Efendi mengutip pendapat, Tony Buzan bahwa kecerdasan tubuh adalah kemampuan memahami, mencintai dan memelihara tubuh, dan membuatnya berfungsi seefisien mungkin untuk anda. Dengan kata lain, Kecerdasan Tubuh adalah Kecerdasan Atletik dalam mengontrol tubuh seseorang dengan sangat cermat.
Sangat banyak ayat-ayat yang memotivasi agar manusia memiliki kecerdsan bahasa, terutama bahasa al-Quran. Di antara kata yang banyak digunakan adalah kata tadabbur yang berarti merenungkan dan memahami, seperti pada Surat Al-Nisa’ : 82,  Al-Mu’minun : 68, Shad : 29, dan Muhammad : 24. Kemudian Al-Quran juga menggunakan kata ya’qilun dan ta’qilun dalam memotivasi Kecerdasan Bahasa, seperti pada ayat-ayat beikut : Al-An’am : 151, al-Rum : 28, Al-Baqarah : 171, al-Anfal : 22, Yunus : 42, Dn Al-Zukhruf : 3 . Ada juga yang menggunakan kata yatafakkarun serti pada Surat Al-An’am : 50,  Al-Nahl : 44, Al-Hasyr : 21, dan Yunus 24. Ada pula yang menggunakan kata ulu al-albab seperti pada Surat Ali Imran : 7, Al-Zumar : 18, dan Shad : 29.
§  kecerdasan finansial
Kecerdasan Finansial adalah kecerdasan atau kemampuan seseorang dalam mengelola keuangannya, dari mana harta itu didapatkan, halal atau haram, dan bagaimana cara mengelolanya, tidak bakhil dan tidak mubazir. Tidak mudah tergiur dan tertipu dengan gemerlap kehidupan dunia yang bersifat meterialistik, sehingga mengaburkan pandangan rasionalitasnya.
Ayat-ayat yang memotivasi kecerdasan finansial sangatlah banyak, akan tetapi ayat yang di dalamnya terdapat kata yang memilki makna cerdas atau sejenisnya ada pada ayat berikut, kata afala ta’qilun terdapat pada 3 ayat berikut ini; Surat al-A’raf : 169, Surat al-Qashash : 60, Surat Hud : 51
Kecerdasan melihat seorang nabi yang mengajak kepada kebaikan tanpa mengharap balasan apapun dari mereka adalah seorang pememberi nasehat yang dapat dipercaya.
4.      Sumber Kecerdasan
Al-Quran memberikan isyarat bahwa ada 3 sumber Kecerdasan, yaitu; 1. Keimanan atau keyakinan, apa yang diyakininya akan menjadi inspirasi dan motivasi seseorang untuk membentuk kecerdasan atau kemampuan bepikir. 2. Ilmu, Dengan membaca ayat-ayat al-Qur’an dan ayat-ayat kauniyah, yang terhampar di jagad raya, maka manusia akan memilki pikiran dan kecerdasan. 3. Sejarah, yaitu pengalaman pribadinya pada masa lalu, juga peristiwa- peristiwa dan sejarah umat terdahulu. Oleh karena itu, Al-Qur’an sangat banyak mengingatkan kepada manusia agar memilki kemampuan mengambil pelajaran sejarah umat terdahulu, sehingga sepertiga isi al-Quran adalah berupa al-Qashash (cerita-cerita), juga mendorong kemampuan manusia melihat masa lalunya sendiri untuk dijadikan pelajaran buat masa depan, sebagaimana pada Surat al-Hasyr : 18, Surat Al-Hajj : 46, Surat Yusuf/12 : 46
         Dari tiga ayat tersebut di atas, Al-Quran memberikan peringatan kepada manusia agar menggunakan kemampuan daya pikirnya dan kecerdasannya untuk memahami sejarah dan pengalaman masa lalunya. Dari ayat tersebut, Surat Al-Hajj : 46, manusia juga didorong untuk mengasah  kecerdasannya dan ketajaman mata hatinya. Ayat-ayat lain yang memotivasi untuk kecerdasan kesejarahan adalah ; Surat al-Baqarah : 170,al-A’raf : 176,  Yusuf : 111,  dan al-’Ankabut : 35.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Al-Qur’an telah menjelaskan tentang pentingnya menjadikan akal sebagai media utama dalam  memahami akan tujuan daripada penciptaan manusia dan alam semesta dengan menyajikan berbagai ayat Al-Qur’an. 
·         Kognitif: konsep umum yang mencakup semua bentuk mengenal, termasuk di dalamnya mengamati, melihat, memperhatikan, memberikan, menyangka, membayangkan, memperkirakan, menduga, dan menilai.
·         Budaya:  dalam istilah arab digunakan bagi menyebut kehidupan secara kolektif dan peradaban yang tinggi (civilization)
·         Kecerdasan: kemampuan untuk memecahkan atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu.

B.     Saran
Al-Quran banyak memberikan motivasi kepada manusia agar mempergunakan akal untuk mengkaji semua yang ada dan mengimplementasikannya dalam bentuk sikap yang normatif. Baik dari segi kecerdasan, maka bukan kecerdasan intelektual semata, yang sifatnya logis-matematis, akan tetapi kecerdasan majmuk, ya’ni kecerdasan mencakup berbagai aspek kehidupan. Karena dari kecerdasan, manusia menciptakan suatu kebudayaan. Maka dari itu, Al-Qur’an adalah pedoman paling tepat.




[1] Drs. Moch. Ishom Ahmadi ZE. Ya ayyatuha al-nafsu Al Muthmainnah, ( yogyakarta: SJ Press, 2009), hal. 84
[2] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia, (surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 152
[3] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia, (surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 1320
[4] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia, (surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 983
[5] Ardinarto, Menelaah Adat Istiadat dan Hukum Adat Di Indonesia, (surakarta: LPP UNS dan UNS Press, 2009), cet. 2, hal. 1
[6] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia, (surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 273
[7] Waryono Abdul Ghafur, M. Ag,  Tafsir Sosial mendialogkan teks dengan konteks, (yogyakarta, Elsaq Press: 2005), cet-1
[8] Agus Efendi, Revolusi Kecerdasan Abad 21, (Bandung, Alfabeta, 2005), Cet. I, h.81
[9] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut, dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 323.
[10] Ibid. Hal. 287
[11] ابو هلال العسكري, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 166.
[12] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut, dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 40
[13] محمد بن صالح بن محمد العثيمين, Syarh Riyadlus Shalihin (al-Maktabah asy-Syamilah), bab Al-Muraqabah, juz 1, h. 74
[14] على الصابونى, Shafwah al-Tafasir, (Beirut, Dar al-Fikr, 1988), Juz I, h. 576.
[15] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut, dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 343
[16] lihat Al-Jauhari, ash-Shihah fi al-Lughah, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 44.
[17] Opcit, hal. Cet. I, Juz 4, h. 64
[18] Al-Jurjani, at-Ta’rifat, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz I, h. 14
[19] Abu Hilal al-”Askari, Mu’jam al-Furuq al-Lughawiyah, (al-Maktabah asy-Syamilah),juz 1, h. 102.
[20] Muhammad Sayyid Thanthawi, at-Tafsir al-Wasith, (al-Maktabah asy-Syamilah), Juz 1, h. 2353.
[21] Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir kamus Arab –Indonesia, (surabaya, pustaka progresif: 1997), hal. 1471
[22] محمد بن مكرم بن منظور الأفريقي المصري, Lisan al-Arab (al-Maktabah asy-Syamilah),(Beirut, dar Shadir, 1882), Cet. I, Juz 13, h. 522
[23] file:///D:/kecerdasan-menurut-al-quran.html
[24] Asad bin Abdurrahim bin Ayyub dkk, Kamus At Tabik Ali Ahmad Zuhdi Muhdlor Arab-Indonesia, hal. 933

Tidak ada komentar:

Posting Komentar